Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Petani Jepang pun Bisa Narsis Lho

6 Juli 2015   12:22 Diperbarui: 17 Desember 2015   08:20 3711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Corner Khusus Untuk Para Petani Lokal)

Beberapa tahun yang lalu saat si sulung masuk TK, kami para ibu-ibunya pun saling berkenalan satu sama lain. Ada satu ibu yang sepertinya populer sekali, setiap kenalan sama dia, sebut saja namanya ibu Suzuki, ibu-ibu lain selalu mengatakan suka sekali sama sayurannya. Saat saya tanya ibu Suzuki memangnya jualan dimana? Ia menceritakan kalau suaminya seorang petani sayur, dan hasil taninya ditaruh di supermarket-supermarket di daerah kami, salah satu supermarket yang ia sebutkan sering saya kunjungi. Habis pulang dari acara TK itu buru-buru saya sambangi supermarket yang ia sebutkan tadi sambil sekalian belanja. Dan ternyata ada!!

Saya sama sekali tidak sadar akan corner sayuran yang satu ini, karena saya selalu beli sayuran yang ada di area lain. Corner hasil sayuran dari ibu Suzuki ini letaknya pas dekat pintu, kalau dilihat tidak begitu banyak sayuran dan buah yang ditaruh di corner ini, makanya saya suka kehabisan, selalu lari ke corner lain yang memang stocknya sangat banyak.

(Foto para petani yang bangga akan hasil taninya)

 

Ternyata corner mungil ini berisi beras, telur, sayuran dan buah hasil petani dan peternak lokal di daerah kami. Dan bukan hanya hasil taninya keluarga Suzuki saja loh, ada beberapa petani yang bergabung menaruh hasil panennya di corner itu. Lho kenapa saya bisa tahu?? Lah tahu dong wong itu foto-foto narsis bersama hasil kebunnya terpampang jelas di corner itu. Enaknya karena saya sudah dapat hint nya dari ibu Suzuki, saya bisa cepat menemukan foto keluarga Suzuki ini, dimana bapak Suzuki nya tampak sedang menggendong anaknya yang masih bayi (anak itu sekarang satu sekolah dengan si sulung) di tengah-tengah kebun sayurnya.

Waktu saya belanja ke supermarket itu dan sedang memilih-milih tomat, ada ibu-ibu sebelah saya berkata, “Yaa..tomatnya Suzuki san habis ya, padahal besar-besar tuh, ya sudah deh coba tomatnya arita san lebih banyak isinya daripada tomatnya Takegawa san, hmm tapi Takegawa san lebih murah nih...dou shiyouu..?? duuh gimana yaah??”

Saya cuma tersenyum simpul, soalnya pas saya check lagi ternyata memang ada di bungkusan sayurannya itu nama-nama petaninya, jadi biar gak ketuker kali yah, nah kalau melihat dari sini pun kita bisa yakin kalau kompetisi ini bisa memacu para petani lokal ini untuk terus menaikkan kualitas hasil kebunnya.

 

Foto petani narsis yang pamer hasil kebun usahanya sendiri. Nah ini baru kereen!!

 

(Setiap bungkusan sayuran dan tag yang tertempel di raknya ada keterangan nama-nama petaninya)

 

Baru-baru ini saya baca artikel saudara Felix yang berjudul Pertanian Presisi untuk Swasembada pangan dimana penulis menceritakan secara detil dan gambang usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar swasembada beras yang kita impikan itu bisa terwujud dan berkesinambungan. Entah kenapa saya jadi tergelitik untuk berkomentar kalau ada yang hubungannya sama beras (ketahuan suka makan banyak wkwkwk) apalagi dikaitkan dengan lemahnya kemampuan petani di Indonesia untuk bisa berdikari, karena kalau lihat kenyataan adanya bantuan pemerintah pun gak bisa mendongkrak kehidupan petani, kenapa? Karena prioritas harus lebih dulu memikirkan berapa keuntungan yang akan didapat untuk sipengurusnya baru si-penghasilnya, ngenes ya? Terima atau tidak itulah kenyataan.

Tanggapan atas artikel om Felix ini mendapatkan balasan gimana irinya beliau terhadap kehidupan petani di Jepang, bukan saja tergantung sama pemerintah saja untuk distribusi hasil taninya, tapi adanya tindakan dari para pengusaha swasta yang bergerak dalam bidang penjualan bahan makanan, misalnya saja supermarket-supermarket di kota yang mau membantu para petani lokal ini.

Kalau terus dikilik kilik, penasaran gak sih memang beneran peran pemerintah Jepang sama sekali gak ada tahu menahu tentang kegiatan petani lokal yang menitipkan hasil kebunnya di supermarket kota? Ternyata ada! Yaitu dalam hal pengesahan tentang brand hasil tani lokal ini yang malahan mendapat legalisasi dari bapak walikotanya sendiri, selebarannya terpampang indah dalam bentuk print out yang di pajang disebelah foto-foto para petaninya.

Jujur sejujur-jujurnya, hati saya juga sakit dan perih saat melihat bagaimana kehidupan petani di jepang yang kehidupannya dianggap sebelah mata apalagi kalau dibandingkan dengan kenyataan kehidupan petani di tanah air. Padahal sama-sama negara asia, sama-sama negara agraris, makanan pokoknya nasi, dsb nya namun kenyataannya kita sangat tertinggal jauh kebelakang, dan tidak perlu kita kuak saya yakin teman-teman sudah tahu kenapa alasannya.

(Telur,beras dan sayuran hasil peternak dan petani lokal)

 

Saya adalah ibu rumah tangga, hampir setiap hari saya berhubungan dengan sayuran untuk konsumsi sehari-hari. Saat membeli sayuran dan buah untuk kita konsumsi sendiri, apa sih yang kita perhatikan saat membeli sayuran? Selain harga yang murah, tentu saja kwalitasnya bukan? Caranya kita tahu tentang kwalitas wortel atau ketimun ini baik bagaimana? Ya kita bolak balik itu sayurannya, kita pegang satu-satu, kalau tidak ada yang penyok atau busuk, ya langsung kita masukkan keranjang belanjaan. Saya jadi berkenalan akrab dengan yang namanya kwalitas barang sejak tinggal disini, kalau dulu anggapan saya barang bagus tentu yang mahal harganya, kalau mahal harganya tentu saja kwalitasnya juga baik. Di Jepang hampir semuanya sayuran dan buah yang dijual dengan kualitas yang baik, lalu apakah semuanya mahal? Ternyata tidak, adanya saingan ketat dari para petani disini membuat konsumen menjadi semakin diuntungkan. Ingin memuaskan pembeli dengan menghasilkan hasil tani yang baik tapi juga ingin cepat laku barang dagangnnya yaitu dengan cara menurunkan sedikit harganya jadi lebih rendah dari harga sayuran lainnya.

(Petani Jepang pun bisa narsis di Supermarket lhoo..!!)

Namun, ada satu yang unik. Untuk corner mungil yang isinya beras, telur, buah dan sayuran dari para peternak dan petani lokal ini kadang harganya bisa loh diatas rata-rata, semua tergantung iklim dan cuaca. Harga akan melonjak mahal apabila musim hujan dan musim dingin. Karena petani lokal ini berdikari tidak bergabung dalam JA (Japan Agriculture) maka harga ditentukan oleh perorangan. Dan lucunya, ini tidak menciutkan para konsumen untuk membelinya. Kenapa? Tentu saja ada unsur kepercayaan antara petani lokal yang terpampang fotonya itu dengan para penduduknya yang bermukim satu daerah dengan petaninya itu, serta rasa aman bagi para pembelinya bila mengkonsumsi hasil taninya itu.

Saya yakin 100% para petani lokal ini mempunyai pride yang tinggi untuk membuat hasil sayurannya jadi yang terbaik, bahkan terus berinovasi untuk menjadikan hasil tani nya jadi sayuran paling unggul diantara pesaingnya walaupun harus berkompetisi dengan perusahaan besar sekalipun. Apalagi ditaruhnya foto-foto para petani yang memang dengan tangannya sendiri mereka bekerja dari menanam benih sampai menuai hasil pastilah ada suatu kebanggaan serta tanggung jawab besar untuk terus menghasilkan sayuran yang baik dan berkualitas tinggi.

(ada campur tangan JA, hasil tani yang melimpah ruah)

Kalau melihat barang yang dijual di corner kecil itu sangatlah tidak sebanding jumlahnya dengan sayuran hasil pasokan dari tempat lain. Ya iyalahh, mungkin lahan pertaniannya tidak seluas dengan pamasok dari daerah lain yang bisa berhektar hektar lahannya. Dulu saya pernah ke daerah-daerah pedesaan seperti Ehime, Nagano, Niigata dan Toyama, dimana disana itu terbentang luas lahan pertanian, sejauh mata memandang hanya ada hamparan sawah, kebun dan pegunungan. Adem nyess.

Jadinya ya sangat masuk akal apabila supermarket yang ada di pedesaan itu, semua sayurannya adalah hasil dari para petani disana, tapi tidak begitu keadaanya untuk kami yang tinggal di pinggiran kota. Sudah biasa kami mengkonsumi makanan hasil tani yang modelnya “pabrikan” atau memproduksi secara besar-besaran, jadi adanya sayuran, telur dan beras dari para peternak dan petani lokal yang satu kota dengan tempat tinggal kami itu adalah sesuatu yang sangat luarbiasa, walaupun hasilnya yang bisa dijual kepada kami itu tidak melimpah ruah namun setidaknya kami yang selain bisa menikmati hasil tani dari para petani lokal yang sangat baik kualitasnya itu, juga bisa ikut membantu mereka juga agar terus berkesinambungan menjalankan kegiatan taninya.

salam hangat, wk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun