Mohon tunggu...
Wedy Prahoro
Wedy Prahoro Mohon Tunggu... Pemerhati Pendidikan dan Aktivis Agama

Pemerhati Pendidikan dan Aktivis Agama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Makna yang Tersirat dari "Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa"

5 Desember 2024   23:37 Diperbarui: 5 Desember 2024   23:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Proses Pembelajaran di ASMI Desanta & (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pendahuluan

Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa merupakan konsep yang lahir dari kebutuhan untuk memformulasikan sistem pendidikan yang mampu mencetak manusia Indonesia yang berkarakter, bermoral, dan cerdas. Dalam pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, pendidikan adalah sarana strategis untuk membangun bangsa yang maju, bermartabat, dan memiliki identitas nasional yang kokoh. Konsep ini mengacu pada sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam merumuskan tujuan pendidikan yang tidak hanya melayani kepentingan ekonomi, tetapi juga menjadi alat pembentuk karakter bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat yang beragam. Pendidikan pada masa penjajahan Belanda bersifat diskriminatif dan hanya melayani kepentingan golongan tertentu. Sistem ini tidak mencerminkan cita-cita bangsa yang ingin membangun masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah berupaya merumuskan sistem pendidikan nasional yang sesuai dengan jati diri bangsa. Dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Pancasila diusulkan sebagai dasar negara dan menjadi rujukan utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan tidak lagi sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi sarana pembentukan karakter kebangsaan yang mengintegrasikan nilai-nilai moral, sosial, dan budaya lokal.

Namun, perjalanan pembangunan pendidikan nasional tidak selalu mulus. Dinamika politik, perubahan kebijakan, dan tantangan global sering kali memengaruhi arah pendidikan di Indonesia. Mulai dari upaya sentralisasi pada masa Orde Lama, modernisasi pada masa Orde Baru, hingga desentralisasi pada era Reformasi, setiap periode membawa pendekatan yang berbeda dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa dalam pendidikan.

Pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah konsep pendidikan yang mengakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, seperti yang diusulkan oleh Prof. Dr. Soedijarto, MA. Dalam pandangannya, pendidikan tidak hanya sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga alat strategis untuk membentuk manusia Indonesia yang cerdas, berkarakter, dan bermoral. Pendidikan ini bertujuan untuk memperkuat identitas nasional sekaligus mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada kepribadian bangsa.

Prof. Dr. Soedijarto, MA menegaskan bahwa pendidikan nasional harus berlandaskan Pancasila sebagai ideologi negara dan pandangan hidup bangsa. Menurutnya, Pancasila adalah nilai-nilai universal yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar budaya bangsa. Pendidikan harus mencerminkan semangat gotong royong, persatuan, dan keadilan sosial yang merupakan inti dari Pancasila.

Senada dengan Soedijarto, Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, menekankan pentingnya pendidikan yang memerdekakan manusia. Ia mengusulkan pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membimbing siswa untuk menjadi individu yang berbudi pekerti luhur dan menghormati nilai-nilai budaya lokal. Pendekatan ini berfokus pada asas "tri-pusat pendidikan" yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai ekosistem yang saling mendukung.

Pendidikan berbasis nilai moral dan budaya juga didukung oleh pandangan pakar pendidikan internasional. Paulo Freire, misalnya, mengemukakan bahwa pendidikan harus bersifat pembebasan, yaitu membantu individu memahami dan mengatasi ketidakadilan sosial melalui pendekatan yang dialogis dan kontekstual. Perspektif ini sejalan dengan gagasan bahwa pendidikan di Indonesia harus relevan dengan realitas sosial masyarakat dan memperkuat solidaritas nasional.

John Dewey, seorang filsuf pendidikan progresif, menekankan pentingnya pendidikan yang berpusat pada pengalaman nyata siswa. Pendekatan ini dapat diadaptasi dalam konteks Indonesia melalui pengintegrasian kebudayaan lokal sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar secara kognitif tetapi juga memahami nilai-nilai budaya dan moral yang diwariskan oleh leluhur bangsa.

Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa adalah upaya strategis untuk mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, dan bermoral. Dengan berlandaskan teori dari Prof. Dr. Soedijarto, MA, Ki Hadjar Dewantara, dan pandangan pakar internasional seperti Paulo Freire dan John Dewey, pendidikan ini menjadi instrumen untuk membangun masyarakat Indonesia yang tangguh di tengah perubahan zaman. Sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai lokal, pendidikan berbasis Pancasila adalah tonggak utama untuk menjaga keutuhan dan identitas nasional dalam era global.

 Konsep Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa

Pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah gagasan yang merumuskan pendidikan sebagai alat strategis untuk membangun bangsa yang mandiri, bermartabat, dan berkepribadian. Dalam pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, pendidikan harus menjadi wahana transformasi sosial yang berakar pada nilai-nilai Pancasila, sekaligus memperkuat jati diri bangsa melalui pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional. Konsep ini didasarkan pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, dari awal kemerdekaan hingga era globalisasi saat ini, yang menuntut sistem pendidikan untuk mampu menjawab tantangan lokal dan global.

Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, adalah fondasi utama dalam membangun sistem pendidikan nasional. Pancasila memberikan kerangka nilai yang universal dan kontekstual, mencakup nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Menurut Prof. Soedijarto, pendidikan yang berlandaskan Pancasila tidak hanya mencetak individu yang cerdas secara intelektual tetapi juga berbudi pekerti luhur, toleran, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa.

Ki Hadjar Dewantara, tokoh utama pendidikan Indonesia, juga menegaskan bahwa pendidikan harus membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Pendidikan yang memerdekakan ini sejalan dengan sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses pendidikan.

Sejak awal kemerdekaan, kebudayaan telah menjadi elemen penting dalam pembangunan pendidikan. Kebudayaan mencerminkan identitas bangsa dan menjadi alat untuk mempertahankan keutuhan negara. Dalam konteks ini, pendidikan berbasis kebudayaan bangsa bertujuan melestarikan nilai-nilai lokal yang beragam, seperti gotong royong, toleransi, dan kearifan lokal.

Prof. Soedijarto menekankan bahwa pendidikan harus mencerminkan budaya lokal dan menjadi media untuk melestarikan tradisi. Sebagai contoh, kurikulum dapat diisi dengan materi yang mengangkat sejarah perjuangan bangsa, seni tradisional, dan bahasa daerah. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya mengenal kebudayaan bangsa mereka tetapi juga merasa bangga dan bertanggung jawab untuk melestarikannya.

Pada masa awal kemerdekaan, pendidikan nasional dirancang untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan. Namun, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia menjadi tantangan besar. Kebijakan pendidikan pada masa itu berfokus pada pemerataan akses dan penguatan identitas nasional melalui mata pelajaran seperti sejarah perjuangan bangsa dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

Pada era Orde Baru, pendidikan mendapat perhatian lebih besar, dengan Pancasila menjadi bagian integral dari kurikulum. Namun, pendekatan sentralistik sering kali mengabaikan keberagaman budaya lokal. Baru pada era Reformasi, pendidikan nasional mulai memberikan ruang lebih besar untuk pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal, sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah.

Saat ini, konsep pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa mendapat perhatian kembali melalui kebijakan Merdeka Belajar. Kebijakan ini mendorong pengembangan kurikulum yang fleksibel, relevan, dan berbasis konteks lokal. Dengan memanfaatkan teknologi, nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa dapat diajarkan dengan cara yang lebih menarik dan inovatif.

Perspektif pendidikan berbasis budaya dan nilai moral juga mendapatkan dukungan dari pemikiran para pakar internasional.

  • Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan harus kontekstual dan dialogis, memungkinkan peserta didik untuk memahami realitas sosial mereka. Dalam konteks Indonesia, pendidikan berbasis Pancasila dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesadaran kritis terhadap tantangan nasional seperti ketimpangan sosial dan globalisasi.
  • John Dewey menekankan pentingnya pengalaman dalam pendidikan. Gagasannya tentang learning by doing dapat diterapkan dalam pendidikan berbasis kebudayaan bangsa, di mana siswa belajar melalui keterlibatan langsung dalam kegiatan yang mengangkat budaya lokal.

Konsep pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang holistik, berorientasi pada nilai-nilai moral, sosial, dan budaya lokal, serta relevan dengan tantangan zaman. Dengan berlandaskan teori Prof. Dr. Soedijarto, MA, Ki Hadjar Dewantara, dan pandangan pakar internasional seperti Paulo Freire dan John Dewey, pendidikan ini mampu mencetak generasi yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi juga memiliki karakter kebangsaan yang kuat. Pendidikan ini menjadi tonggak utama untuk membangun Indonesia yang tangguh, beradab, dan bermartabat di tengah percaturan global.

Tujuan Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa

Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa bertujuan untuk mencetak manusia Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter, bermoral, dan memiliki identitas kebangsaan yang kokoh. Konsep ini bertumpu pada pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, yang menekankan bahwa pendidikan adalah alat strategis untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban, sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan pendidikan ini dirancang untuk menjawab tantangan lokal dan global, dengan tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.

Dalam perspektif Pancasila, pendidikan memiliki misi membangun manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, memperkuat persatuan bangsa, menghormati prinsip musyawarah, serta mewujudkan keadilan sosial. Menurut Prof. Soedijarto, pendidikan berbasis Pancasila bertujuan untuk:

  • Membentuk Karakter dan Moral Bangsa: Pendidikan harus menjadi sarana untuk membangun manusia yang berbudi pekerti luhur, toleran, dan menghormati keberagaman.
  • Menciptakan Manusia yang Berdaya Saing Global: Pendidikan juga harus membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan adaptif, sehingga mampu menghadapi tantangan dunia modern tanpa kehilangan jati diri kebangsaan.

Sejak awal kemerdekaan, kebudayaan telah menjadi komponen penting dalam tujuan pendidikan. Kebudayaan adalah cerminan identitas nasional yang harus dilestarikan melalui pendidikan. Tujuan pendidikan berbasis kebudayaan bangsa mencakup:

  • Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Lokal: Pendidikan harus memastikan generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya bangsa, seperti seni, tradisi, dan adat istiadat.
  • Penguatan Identitas Nasional: Pendidikan menjadi sarana untuk menanamkan rasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia, melalui pembelajaran tentang sejarah perjuangan, nilai-nilai lokal, dan simbol-simbol kebangsaan.

Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan yang memerdekakan harus menghasilkan manusia yang tidak hanya mampu hidup di dunia global, tetapi juga mampu berkontribusi pada pengembangan kebudayaan bangsanya. Dalam kerangka ini, pendidikan menjadi alat untuk memperkuat hubungan antara generasi muda dengan akar budaya mereka.

Tujuan pendidikan berbasis nilai moral dan budaya juga mendapatkan dukungan dari pandangan pakar pendidikan internasional.

  • Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan harus membangun kesadaran kritis peserta didik agar mereka dapat memahami dan mengubah realitas sosial mereka. Dalam konteks Indonesia, pendidikan berbasis Pancasila dapat menjadi alat untuk menciptakan generasi yang mampu mengatasi ketimpangan sosial dan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan.
  • John Dewey mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyiapkan individu untuk hidup dalam masyarakat dengan membangun keterampilan intelektual dan sosial melalui pengalaman nyata. Gagasannya relevan dengan pendekatan pendidikan berbasis kebudayaan bangsa yang menekankan pembelajaran berbasis praktik dan konteks lokal.

Konteks Tujuan Pendidikan dari Masa ke Masa

  • Era Awal Kemerdekaan: Pendidikan dirancang untuk menciptakan rasa persatuan dan nasionalisme, sekaligus memperluas akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada masa ini, pendidikan bertujuan menghapus warisan kolonial yang diskriminatif dan menciptakan sistem pendidikan yang inklusif.
  • Era Orde Baru: Pendidikan menjadi alat untuk membangun stabilitas politik dan ekonomi, dengan Pancasila sebagai dasar utama dalam kurikulum nasional. Namun, sentralisasi kebijakan sering kali mengabaikan keberagaman budaya lokal.
  • Era Reformasi: Tujuan pendidikan bergeser menuju penguatan demokrasi, desentralisasi, dan penghormatan terhadap keberagaman. Pendidikan berbasis budaya lokal mulai mendapatkan perhatian lebih besar, sejalan dengan otonomi daerah.
  • Era Globalisasi: Pendidikan bertujuan mencetak individu yang mampu bersaing di tingkat global dengan tetap berakar pada nilai-nilai kebangsaan. Teknologi dan inovasi menjadi alat penting untuk mencapai tujuan ini.

Saat ini, tujuan pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa dihadapkan pada tantangan besar, seperti globalisasi, modernisasi, dan pengaruh budaya asing. Namun, era digital juga membuka peluang untuk memperkuat tujuan pendidikan ini. Teknologi dapat digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa kepada generasi muda melalui media yang lebih menarik dan interaktif.

Tujuan Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa adalah mencetak manusia Indonesia yang:

  • Berkarakter dan bermoral, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
  • Mampu melestarikan dan mengembangkan kebudayaan bangsa.
  • Memiliki daya saing global tanpa kehilangan identitas nasional.

Dengan berlandaskan pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, Ki Hadjar Dewantara, dan pandangan pakar internasional seperti Paulo Freire dan John Dewey, pendidikan ini menjadi sarana strategis untuk menciptakan masyarakat yang maju, mandiri, dan bermartabat di tengah perubahan zaman.

Fokus Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa

Fokus pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah mewujudkan sistem pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral, sosial, dan budaya lokal sebagai inti dari proses pembelajaran. Konsep ini, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Soedijarto, MA, bertujuan untuk mengintegrasikan pendidikan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan kebudayaan bangsa sebagai fondasi untuk mencetak manusia Indonesia yang berkarakter, beradab, dan mampu bersaing secara global. Fokus pendidikan ini mencakup tiga aspek utama: integrasi nilai Pancasila, pelestarian kebudayaan bangsa, dan adaptasi terhadap dinamika perkembangan nasional dan global.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan pedoman utama dalam merancang dan melaksanakan pendidikan. Nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi untuk membangun karakter bangsa yang religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan berkeadilan sosial. Fokus utama dalam aspek ini adalah:

  • Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila: Pendidikan harus menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada peserta didik, seperti kejujuran, kerja keras, toleransi, dan cinta tanah air. Prof. Soedijarto menegaskan bahwa pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai Pancasila akan mencetak manusia yang memiliki integritas dan tanggung jawab sosial.
  • Penguatan Ideologi Nasional: Melalui pembelajaran sejarah, kewarganegaraan, dan pendidikan Pancasila, peserta didik diajarkan untuk memahami dan menghargai nilai-nilai luhur yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ki Hadjar Dewantara, sebagai tokoh pendidikan nasional, juga menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun karakter manusia Indonesia yang "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani," yang sejalan dengan semangat Pancasila.

Kebudayaan adalah cerminan identitas dan kearifan lokal yang harus dilestarikan melalui pendidikan. Dalam hal ini, fokus pendidikan adalah:

  • Integrasi Kebudayaan Lokal dalam Kurikulum: Pendidikan harus mengakomodasi keberagaman budaya Indonesia, baik melalui pengajaran bahasa daerah, seni tradisional, maupun adat istiadat. Pendekatan ini memastikan bahwa generasi muda tidak hanya mengenal kebudayaan bangsa mereka tetapi juga berkomitmen untuk melestarikannya.
  • Pengembangan Kreativitas Berbasis Budaya: Pendidikan juga harus mendorong inovasi yang berakar pada nilai-nilai budaya lokal, seperti menciptakan produk seni atau teknologi yang terinspirasi dari tradisi lokal.

Konsep ini sejalan dengan pandangan UNESCO bahwa pendidikan harus melestarikan keberagaman budaya sebagai warisan dunia. Pakar pendidikan internasional seperti John Dewey juga mendukung pendekatan pendidikan berbasis pengalaman yang dapat mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam pembelajaran.

Fokus pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa juga mencakup kemampuan untuk beradaptasi dengan tantangan zaman. Era globalisasi dan revolusi digital menuntut sistem pendidikan yang fleksibel dan relevan tanpa kehilangan akar budaya bangsa. Fokus utama dalam aspek ini meliputi:

  • Pemanfaatan Teknologi untuk Pendidikan Berbasis Nilai: Teknologi dapat digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa kepada generasi muda melalui media yang interaktif dan inovatif.
  • Pengembangan Kompetensi Global: Pendidikan harus membekali peserta didik dengan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, komunikasi, dan kolaborasi, sehingga mereka dapat bersaing di tingkat internasional tanpa kehilangan identitas nasional.

Perjalanan Fokus Pendidikan dalam Perkembangan NKRI

  • Awal Kemerdekaan (1945-1960): Fokus pendidikan diarahkan pada pembentukan semangat nasionalisme dan persatuan. Mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila dan sejarah perjuangan bangsa menjadi bagian penting dari kurikulum.
  • Era Orde Baru (1966-1998): Pendidikan difokuskan pada stabilitas nasional dan penguatan ideologi negara. Namun, pendekatan sentralistik sering kali mengabaikan keberagaman budaya lokal.
  • Era Reformasi (1998-sekarang): Fokus pendidikan mulai bergeser ke desentralisasi dan penghargaan terhadap keberagaman. Kurikulum nasional memberikan ruang lebih besar untuk memasukkan muatan lokal yang mencerminkan kebudayaan daerah.
  • Era Globalisasi dan Digitalisasi: Fokus pendidikan pada era ini adalah menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan global, dengan tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa.

Fokus Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa adalah menciptakan sistem pendidikan yang mengintegrasikan:

  • Nilai-nilai moral dan sosial Pancasila untuk membangun karakter bangsa yang kokoh.
  • Pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal sebagai identitas bangsa.
  • Kesiapan menghadapi tantangan global tanpa kehilangan akar budaya dan nilai nasional.

Dengan berlandaskan teori Prof. Dr. Soedijarto, MA, Ki Hadjar Dewantara, dan pemikiran pakar internasional seperti John Dewey, pendidikan ini menjadi instrumen strategis untuk membangun bangsa yang cerdas, bermartabat, dan berkepribadian di tengah perubahan zaman.

Kesimpulan

Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa adalah konsep yang menempatkan pendidikan sebagai wahana strategis untuk mencetak generasi Indonesia yang berkarakter, cerdas, dan bermoral, serta memiliki jati diri kebangsaan yang kuat. Gagasan ini berakar pada pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, yang melihat pendidikan sebagai alat utama untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban.

Sejak awal kemerdekaan, pendidikan di Indonesia telah diarahkan untuk membangun rasa persatuan dan kesadaran nasional melalui integrasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum. Pendidikan juga menjadi sarana untuk melestarikan kebudayaan bangsa sebagai identitas dan kekuatan utama dalam menghadapi dinamika global. Dalam perkembangannya, fokus pendidikan bergeser dari penguatan nasionalisme di era awal kemerdekaan hingga penguatan daya saing global di era modern, namun tetap berakar pada nilai-nilai lokal dan budaya bangsa.

Dalam perspektif global, gagasan pendidikan ini sejalan dengan pandangan pakar pendidikan internasional seperti Paulo Freire, yang menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun kesadaran kritis dan transformasi sosial, serta John Dewey, yang menggarisbawahi pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman. Pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa menawarkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan aspek moral, sosial, budaya, dan keterampilan abad ke-21, menjadikannya relevan dalam menghadapi tantangan zaman.

Di era globalisasi dan digitalisasi, pendidikan ini menghadapi tantangan besar, seperti penetrasi budaya asing, ketimpangan sosial, dan percepatan teknologi. Namun, nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa memberikan landasan kuat untuk menciptakan generasi muda yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi juga memiliki komitmen terhadap pelestarian budaya lokal dan pembangunan nasional.

Kesimpulannya, Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa adalah pendekatan yang relevan, adaptif, dan strategis untuk mencetak manusia Indonesia yang mampu hidup di tengah perubahan dunia tanpa kehilangan akar kebangsaan. Dengan berlandaskan teori Prof. Dr. Soedijarto, MA, serta pemikiran tokoh-tokoh pendidikan lainnya seperti Ki Hadjar Dewantara, pendidikan ini menjadi kunci untuk membangun Indonesia yang bermartabat, mandiri, dan berkepribadian di masa depan.

Daftar Pusataka

Hall, G. S. (1904). Adolescence: Its Psychology and Its Relation to Physiology, Anthropology, Sociology, Sex, Crime, Religion, and Education. New York: D. Appleton & Company.

Dewey, J. (1916). Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Macmillan.

Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.

UNESCO. (2005). Towards Knowledge Societies. Paris: UNESCO Publishing.

Dewantara, K. H. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Taman Siswa.

Tilaar, H. A. R. (2002). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soedijarto. (2008). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: Grasindo.

Soedijarto. (2009). Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.

Suyanto, S. (2010). Masalah Pendidikan di Indonesia: Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.

Sumardiono, H. (2018). Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013. Bandung: Alfabeta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun