Pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah gagasan yang merumuskan pendidikan sebagai alat strategis untuk membangun bangsa yang mandiri, bermartabat, dan berkepribadian. Dalam pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, pendidikan harus menjadi wahana transformasi sosial yang berakar pada nilai-nilai Pancasila, sekaligus memperkuat jati diri bangsa melalui pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional. Konsep ini didasarkan pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, dari awal kemerdekaan hingga era globalisasi saat ini, yang menuntut sistem pendidikan untuk mampu menjawab tantangan lokal dan global.
Pancasila, sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, adalah fondasi utama dalam membangun sistem pendidikan nasional. Pancasila memberikan kerangka nilai yang universal dan kontekstual, mencakup nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Menurut Prof. Soedijarto, pendidikan yang berlandaskan Pancasila tidak hanya mencetak individu yang cerdas secara intelektual tetapi juga berbudi pekerti luhur, toleran, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa.
Ki Hadjar Dewantara, tokoh utama pendidikan Indonesia, juga menegaskan bahwa pendidikan harus membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan. Pendidikan yang memerdekakan ini sejalan dengan sila kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam proses pendidikan.
Sejak awal kemerdekaan, kebudayaan telah menjadi elemen penting dalam pembangunan pendidikan. Kebudayaan mencerminkan identitas bangsa dan menjadi alat untuk mempertahankan keutuhan negara. Dalam konteks ini, pendidikan berbasis kebudayaan bangsa bertujuan melestarikan nilai-nilai lokal yang beragam, seperti gotong royong, toleransi, dan kearifan lokal.
Prof. Soedijarto menekankan bahwa pendidikan harus mencerminkan budaya lokal dan menjadi media untuk melestarikan tradisi. Sebagai contoh, kurikulum dapat diisi dengan materi yang mengangkat sejarah perjuangan bangsa, seni tradisional, dan bahasa daerah. Dengan demikian, generasi muda tidak hanya mengenal kebudayaan bangsa mereka tetapi juga merasa bangga dan bertanggung jawab untuk melestarikannya.
Pada masa awal kemerdekaan, pendidikan nasional dirancang untuk membangun semangat kebangsaan dan persatuan. Namun, keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia menjadi tantangan besar. Kebijakan pendidikan pada masa itu berfokus pada pemerataan akses dan penguatan identitas nasional melalui mata pelajaran seperti sejarah perjuangan bangsa dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Pada era Orde Baru, pendidikan mendapat perhatian lebih besar, dengan Pancasila menjadi bagian integral dari kurikulum. Namun, pendekatan sentralistik sering kali mengabaikan keberagaman budaya lokal. Baru pada era Reformasi, pendidikan nasional mulai memberikan ruang lebih besar untuk pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal, sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah.
Saat ini, konsep pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa mendapat perhatian kembali melalui kebijakan Merdeka Belajar. Kebijakan ini mendorong pengembangan kurikulum yang fleksibel, relevan, dan berbasis konteks lokal. Dengan memanfaatkan teknologi, nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan bangsa dapat diajarkan dengan cara yang lebih menarik dan inovatif.
Perspektif pendidikan berbasis budaya dan nilai moral juga mendapatkan dukungan dari pemikiran para pakar internasional.
- Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan harus kontekstual dan dialogis, memungkinkan peserta didik untuk memahami realitas sosial mereka. Dalam konteks Indonesia, pendidikan berbasis Pancasila dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesadaran kritis terhadap tantangan nasional seperti ketimpangan sosial dan globalisasi.
- John Dewey menekankan pentingnya pengalaman dalam pendidikan. Gagasannya tentang learning by doing dapat diterapkan dalam pendidikan berbasis kebudayaan bangsa, di mana siswa belajar melalui keterlibatan langsung dalam kegiatan yang mengangkat budaya lokal.
Konsep pendidikan berbasis Pancasila dan kebudayaan bangsa adalah upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang holistik, berorientasi pada nilai-nilai moral, sosial, dan budaya lokal, serta relevan dengan tantangan zaman. Dengan berlandaskan teori Prof. Dr. Soedijarto, MA, Ki Hadjar Dewantara, dan pandangan pakar internasional seperti Paulo Freire dan John Dewey, pendidikan ini mampu mencetak generasi yang tidak hanya kompeten secara akademis tetapi juga memiliki karakter kebangsaan yang kuat. Pendidikan ini menjadi tonggak utama untuk membangun Indonesia yang tangguh, beradab, dan bermartabat di tengah percaturan global.
Tujuan Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa
Pendidikan Berbasis Pancasila dan Kebudayaan Bangsa bertujuan untuk mencetak manusia Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter, bermoral, dan memiliki identitas kebangsaan yang kokoh. Konsep ini bertumpu pada pandangan Prof. Dr. Soedijarto, MA, yang menekankan bahwa pendidikan adalah alat strategis untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban, sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan pendidikan ini dirancang untuk menjawab tantangan lokal dan global, dengan tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.