Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Pandemi Peluang Kesukarelawanan, Pencapaian Besar Sukarelawan

1 Februari 2022   20:26 Diperbarui: 1 Februari 2022   20:40 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixbay via republika.com

Bayangkan Anda adalah anak muda di Indonesia dan sedang berjuang untuk melakukan sesuatu yang produktif -- bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga sesuatu yang berarti bagi masyarakat. Anda yakin dapat berkontribusi dan membantu negara Anda, berperan dalam misi menyeluruh yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi untuk membuat lompatan maju dari krisis besar yang disebabkan oleh krisis pandemi covid-19.

Apalagi, Charities Aid Foundation World Giving Index 2018 menyimpulkan  bangsa  Indonesia  punya modal sosial besar. Kesimpulan survei itu adalah  Indonesia bangsa penderma. Menurut survei itu, orang Indonesia gemar membantu orang lain (46 persen),  berdonasi materi (78 persen), dan melakukan kegiatan kesukarelawanan (53 persen). Peringkat Indonesia pertama di dunia.

Modal sosial ini   perlu dikelola. Kekuatan masyarakat sipil perlu difasilitasi agar berkembang.   Dalam situasi krisis, bangsa ini tak membutuhkan suara elite yang menebar energi negatif.

Anda mencari peluang di sekitar Anda dan hal pertama yang Anda lakukan adalah mengetikkan kata "sukarelawan" ke dalam mesin pencari internet. Yang mengejutkan, Anda akan menemukan bahwa banyak peluang sukarelawan yang tersedia untuk membenamkan diri dalam budaya baru dan mempelajari kebiasaan baru.

Bagi kaum muda, tentunya menawarkan kesempatan besar untuk membuka pikiran, mempelajari keterampilan baru dan bermitra dengan komunitas lokal. Bagi mereka, pengalaman menjadi sukarelawan memberikan kesempatan untuk tumbuh, mengasah soft skill dan mengembangkan kualitas kepemimpinan.

Jika peluang seperti itu tersedia bagi anak muda,  tentu ada beberapa organisasi nirlaba yang menawarkan peluang menjadi sukarelawan, termasuk pramuka dan beberapa program yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan, tetapi mengapa tidak memiliki sesuatu yang lebih besar, lebih berani, dan mudah diakses oleh semua anak muda?

Dengan terbukanya "jendela peluang" demografis, kesukarelawanan dapat membantu kaum muda mengembangkan agensi mereka dan menumbuhkan rasa memiliki dalam masyarakat. 

Tidak ada waktu yang lebih baik untuk memanfaatkan kekuatan kesukarelawanan yang dilakukan dengan perencanaan dan kecepatan penuh, ide baru yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan  secara serius. Sudah saatnya kerelawanan, aset bangsa yang sepenuhnya dijiwai oleh semangat gotong royong , sudah saatnya diperjuangkan.

Ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencoba memodernisasi dan menghidupkan kembali kurikulum pendidikan nasional, memunculkan program-program baru yang nyata, relevan dan praktis bagi peserta didik, kesukarelawanan adalah platform terbaik untuk memanfaatkan keterampilan siswa dan guru.

Kita bisa membayangkan ribuan sekolah yang dikelola komunitas dalam mempromosikan kerja "pelayanan dan pembelajaran", sebuah konsep yang sebenarnya sudah tertanam di komunitas lokal tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh kawasan Asia-Pasifik. 

Kesukarelawanan juga merupakan cara yang bagus untuk mengasah keterampilan dan pengetahuan guru berkat kegiatan pembelajaran yang menarik yang dapat mendekatkan siswa dengan komunitas mereka, membantu mereka mengembangkan tidak hanya pemahaman kritis tentang masalah lokal tetapi juga keterampilan pemecahan masalah yang kritis.

Jangan lupa bahwa Indonesia sedang berusaha untuk melokalisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kita bisa membayangkan bagaimana mahasiswa bisa menjadi bagian dari solusi atas banyak masalah yang menimpa masyarakat setempat.

Jika kita ingin Indonesia kembali ke jalurnya dan berlari menuju masa depan yang baru, kemitraan lokal antargenerasi dengan siswa yang bekerja bersama orang tua akan sangat diperlukan. 

Di hampir semua bidang studi, siswa dapat menerapkan pembelajaran di kelas mereka. Bayangkan anak-anak kecil di tingkat dasar belajar tentang fauna dan alam lokal, berkenalan dengan risiko industrialisasi yang tidak bermoral dan cara hidup modern yang mengancam masa depan mereka. 

Mahasiswa di perguruan tinggi dapat bermitra dengan guru mereka dan otoritas lokal untuk memecahkan beberapa masalah yang disebabkan oleh urbanisasi besar-besaran.

Sementara kesukarelawanan harus dirangkul dalam proses pembelajaran dari tahap pertama pembelajaran hingga pendidikan tinggi memainkan peran yang sangat penting, ada lebih banyak ruang untuk mendukung proses pertumbuhan jutaan milenial yang sekarang frustrasi dan keluar dari pekerjaan.

Beberapa negara telah mengembangkan program sukarelawan yang dapat diakses oleh sebagian besar kaum muda, termasuk mereka yang rentan, misalnya kaum muda yang hidup dengan disabilitas.

Amerika Serikat, misalnya, memiliki badan yang diberi mandat federal, Corporation for National and Community Service, yang bekerja dengan Committees Volunteering negara bagian untuk mendukung program sukarelawan nasional dan lokal. 

Lebih dekat dengan Indonesia, Singapura telah merangkul kesukarelawanan dan semangat solidaritas yang tertanam di dalamnya untuk menciptakan bangsa yang kohesif lebih tangguh.  

Di Indonesia, organisasi yang mempromosikan kesukarelawanan harus didukung dengan hibah khusus untuk meningkatkan efektivitas pekerjaan mereka. 

Pada saat yang sama, ada kebutuhan berpikir yang besar untuk program sukarelawan nasional dengan pemangku kepentingan lokal, termasuk lembaga pemerintah daerah dan organisasi nirlaba lainnya.

Orang-orang muda yang paling diabaikan dan mengalami apa yang tampak seperti siklus kerentanan dan kekurangan yang tidak dapat dipatahkan, seharusnya yang pertama dapat mengakses program-program tersebut. 

Tidak ada cara yang lebih baik untuk mulai memproyeksikan negara ke era baru selain mengumumkan upaya nasional untuk mempromosikan kesukarelawanan.

Pencapaian Indonesia dalam 75 tahun terakhir memang luar biasa, tetapi masih banyak yang harus dilakukan. Dekade baru dapat memanfaatkan kesukarelawanan, membantu Indonesia mencapai status ekonomi baru dalam 25 tahun, membantu pemuda yang putus asa dan terpisah menemukan jalur baru pertumbuhan diri dan menciptakan kondisi bagi mereka untuk berkontribusi secara aktif. 

Seperti yang dikatakan Presiden Jokowi, pandemi adalah peluang untuk memulai kembali secara besar-besaran. Berinvestasi dalam mempromosikan kesukarelawanan adalah taruhan yang aman bagi negara untuk mencapai tujuan baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun