Bayangkan Anda adalah anak muda di Indonesia dan sedang berjuang untuk melakukan sesuatu yang produktif -- bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga sesuatu yang berarti bagi masyarakat. Anda yakin dapat berkontribusi dan membantu negara Anda, berperan dalam misi menyeluruh yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi untuk membuat lompatan maju dari krisis besar yang disebabkan oleh krisis pandemi covid-19.
Apalagi, Charities Aid Foundation World Giving Index 2018 menyimpulkan bangsa Indonesia punya modal sosial besar. Kesimpulan survei itu adalah Indonesia bangsa penderma. Menurut survei itu, orang Indonesia gemar membantu orang lain (46 persen), berdonasi materi (78 persen), dan melakukan kegiatan kesukarelawanan (53 persen). Peringkat Indonesia pertama di dunia.
Modal sosial ini perlu dikelola. Kekuatan masyarakat sipil perlu difasilitasi agar berkembang. Dalam situasi krisis, bangsa ini tak membutuhkan suara elite yang menebar energi negatif.
Anda mencari peluang di sekitar Anda dan hal pertama yang Anda lakukan adalah mengetikkan kata "sukarelawan" ke dalam mesin pencari internet. Yang mengejutkan, Anda akan menemukan bahwa banyak peluang sukarelawan yang tersedia untuk membenamkan diri dalam budaya baru dan mempelajari kebiasaan baru.
Bagi kaum muda, tentunya menawarkan kesempatan besar untuk membuka pikiran, mempelajari keterampilan baru dan bermitra dengan komunitas lokal. Bagi mereka, pengalaman menjadi sukarelawan memberikan kesempatan untuk tumbuh, mengasah soft skill dan mengembangkan kualitas kepemimpinan.
Jika peluang seperti itu tersedia bagi anak muda, tentu ada beberapa organisasi nirlaba yang menawarkan peluang menjadi sukarelawan, termasuk pramuka dan beberapa program yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan, tetapi mengapa tidak memiliki sesuatu yang lebih besar, lebih berani, dan mudah diakses oleh semua anak muda?
Dengan terbukanya "jendela peluang" demografis, kesukarelawanan dapat membantu kaum muda mengembangkan agensi mereka dan menumbuhkan rasa memiliki dalam masyarakat.
Tidak ada waktu yang lebih baik untuk memanfaatkan kekuatan kesukarelawanan yang dilakukan dengan perencanaan dan kecepatan penuh, ide baru yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan secara serius. Sudah saatnya kerelawanan, aset bangsa yang sepenuhnya dijiwai oleh semangat gotong royong , sudah saatnya diperjuangkan.
Ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencoba memodernisasi dan menghidupkan kembali kurikulum pendidikan nasional, memunculkan program-program baru yang nyata, relevan dan praktis bagi peserta didik, kesukarelawanan adalah platform terbaik untuk memanfaatkan keterampilan siswa dan guru.
Kita bisa membayangkan ribuan sekolah yang dikelola komunitas dalam mempromosikan kerja "pelayanan dan pembelajaran", sebuah konsep yang sebenarnya sudah tertanam di komunitas lokal tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Kesukarelawanan juga merupakan cara yang bagus untuk mengasah keterampilan dan pengetahuan guru berkat kegiatan pembelajaran yang menarik yang dapat mendekatkan siswa dengan komunitas mereka, membantu mereka mengembangkan tidak hanya pemahaman kritis tentang masalah lokal tetapi juga keterampilan pemecahan masalah yang kritis.