Dari fakta-fakta tersebut, diperlukan pengamatan yang tajam untuk mengidentifikasi masalah di balik gelar pasukan. Pertama, apakah BIN berwenang membentuk pasukan atau satuan khusus yang memenuhi syarat sebagai kombatan? Kedua, apa yang membenarkan pembentukan pasukan? Akhirnya, solusi seperti apa yang tersedia?
Pasal 30 UU No.17/2011 tentang BIN menyebutkan, lembaga tersebut menjalankan serangkaian kewenangan, salah satunya kewenangan membentuk satuan tugas. Hal ini diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana, yaitu Peraturan Presiden Nomor 90/2012, Pasal 4 Huruf e yang menyebutkan bahwa BIN berwenang membentuk satgas. Kedua peraturan tersebut memberikan pemahaman bahwa satgas yang dibentuk memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas BIN.
Setiap badan intelijen yang baik idealnya harus mematuhi prinsip-prinsip dan yang paling sakral ke dalam mottonya:  Velox et Exactus  (tepat waktu dan akurat). Prinsip ini harus menjadi landasan bagi badan intelijen mana pun dan pengguna akhir produk intelijen adalah kepala negara, dan ia hanya dilayani dengan baik jika mereka mendapatkan informasi yang tepat waktu dan akurat.Â
Baca: 'Operasi Intelijen Hitam' dalam Muktamar ke-34 NU
Sementara tantangan Indonesia saat ini sedang meningkat menjelang tahun-tahun politik ke depan. Sejak jatuhnya Orde Baru pada 1998, kegiatan kontra terorisme BIN pernah mencapai masa kejayaan pada era kepemimpinan AM Hendropriyono yang banyak bersandar kepada agen-agen planted yang sungguh berada digaris terdepan kontra terorisme Indonesia. Pada saat itu hanya BIN yang tahu persis gerak gerik kelompok teror baik JI maupun yang lainnya. BIN berulangkali menyampaikan keinginan untuk dapat menangkap pelaku teror karena polisi lambat bergerak dan dibatasi oleh hukum perlunya barang bukti dan informasi intelijen tidak cukup dibawa ke ranah penegakkan hukum. Saat itu, tidak ada sedikitpun rekayasa proyek terorisme radikalisme dalam BIN. Tradisi tersebut berlanjut dibawah kepemimpinan Syamsir Siregar, Sutanto, dan Marciano Norman, agak sedikit melemah dibawah Sutiyoso dan kemudian publik menilai dan memahami langsung bagaimana respon intelijen yang selalu tergagap-gagap dengan berbagai dinamika sosial politik yang sesungguhnya mudah saja diatasi bila BIN sungguh melaksanakan operasi yang profesional.
Belakangan ini, publik bisa menyaksikan kampanye politik di seluruh dunia memicu tribalisme sayap kanan. Sayangnya, Indonesia belum kebal terhadap kecenderungan ini. Selain itu, sebagai salah satu negara paling religius di dunia, tidak mengherankan jika agama menjadi isu kampanye utama --- digunakan oleh beberapa kelompok dan kandidat sebagai alat yang ampuh dalam konflik langsung dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang kita hargai.
Saat ini, bila kita ingin tahu tentang terorisme, maka bertanyalah kepada BNPT serta Densus 88 Â dan apakah karena BIN tidak tahu apa-apa? Silahkan dibuktikan sendiri. Bukti nyata terakhir adalah klaim BIN Menyusup ke Taliban yang disampaikan secara gamblang oleh Deputi VII BIN yang kemudian diralat bahwa BIN berkomunikasi dengan Taliban. Jadi apakah menyusup yang diartikan berkomunikasi ataukah memang salah bicara?Â
Apakah Pimpinan BIN tahu bahwa ada beberapa anggota BIN yang memiliki akses di Afghanistan? Dimanakah mereka semua? Mengapa pernyataan Pejabat Utama BIN kepada publik sama sekali tidak mencerminkan fakta kehebatan operasi intelijen BIN di Afghanistan?Â
Hubungan baik yang dibangun agen BIN dengan Pemerintah Afghanistan dan Taliban tersebut tidak terjadi dalam waktu semalam, tetapi bertahun-tahun. Hal inilah yang menjadi dasar dari langkah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu untuk mengambil inisiatif menggagas perdamaian di Afghanistan dengan dialog serta mengajak sejumlah elemen Taliban faksi politik untuk melihat bagaimana Islam di Indonesia. Seluruh kegiatan tersebut berlangsung senyap dan bahkan pimpinan BIN saat inipun sampai lupa.
Kemudian terkait dengan kisah sukses pemulangan WNI dari Afghanistan paska penguasaan Ibukota Kabul oleh Taliban. Dalam seluruh berita media massa, peranan BIN juga tidak tampak. Mereka yang tampil dalam media massa dan mendapatkan pujian adalah Kementerian Luar Negeri dan TNI serta bahkan secara resmi tampak dalam Konferensi Pers Menlu Retno Marsudi dalam bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu 21 Agustus 2021. Bagaimana agen BIN berupaya mengamankan jalur evakuasi menuju bandara yang kacau balau tersebut tidak banyak diketahui masyarakat Indonesia. Siapa yang dapat membantu evakuasi dalam situasi genting saat itu?
Kemudian soal isu Papua, Â baku tembak antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua di Distrik Gome, Kabupaten Puncak kembali menimbulkan korban jiwa. Total, sebanyak tiga personel TNI tewas dalam kontak senjata itu hingga Kamis 27 Januari 2022. Peristiwa yang melibatkan KKB Papua dengan aparat TNI atau Polri tak kunjung reda--termasuk yang menewaskan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Papua, Brigjen Gusti Putu Danny, kemudian pemerintah mengumumkan kelompok pemberontak bersenjata di wilayah itu sebuah organisasi teroris.