Pertama, kita perlu menjaga agar layanan esensial dan terpadu bagi para penyintas kekerasan tetap berjalan dan tersedia di tengah pandemi yang sedang berlangsung. Ini termasuk rangkaian layanan kesehatan, polisi, tempat penampungan, saluran bantuan, psikologis, sosial, dan peradilan.Â
Memastikan bahwa staf, dana, dan sumber daya lainnya tetap memadai untuk mendukung penyintas kekerasan berbasis gender, bahkan ketika protokol diperkuat untuk mencegah penyebaran virus harus menjadi prioritas tertinggi saat ini.Â
Kedua, kita harus menyediakan kerangka hukum yang lebih komprehensif untuk memastikan penyintas kekerasan dapat mencari keadilan, seperti RUU anti kekerasan seksual yang diusulkan.Â
RUU tersebut secara garis besar mengatur tindak kekerasan seksual dan mengakui bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang tidak diatur dalam UU KDRT dan KUHP.Â
Hal ini memungkinkan berbagai jenis kasus kekerasan, seperti kekerasan berbasis gender di dunia maya dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, untuk dituntut.Â
RUU tersebut juga menekankan pentingnya pencegahan, perlindungan dan pemulihan, yang merupakan aspek penting dari pendekatan berbasis hak untuk menangani kekerasan berbasis gender.
Terakhir, kita harus memprioritaskan penyintas kekerasan sebagai bagian mendasar dari rencana perlindungan sosial dan investasi untuk pemulihan jangka menengah dan panjang dari krisis pandemi covid-19.Â
Ini adalah waktu yang kritis bagi perempuan dan anak perempuan, dan tindakan mendesak diperlukan karena kita dengan cepat mendekati tanggal kedaluwarsa untuk mencapai kesetaraan gender pada tahun 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.Â
Untuk mengubah retorika menjadi kenyataan, untuk benar-benar mengubah kehidupan perempuan dan anak perempuan, untuk mengakhiri GBV dan KTP untuk selamanya.
Kita perlu bertanya pada diri sendiri apa yang dapat kita lakukan sebagai manusia untuk berbicara dan mengambil langkah untuk membendung krisis ini, sebagai serta memetakan visi kolektif seperti apa Indonesia---dan dunia---yang kita inginkan.
Selama beberapa dekade perempuan Indonesia, seperti kebanyakan perempuan di seluruh dunia, telah memperjuangkan hak-hak mereka atas keadilan sosial, kesetaraan gender, dan perlindungan dari kekerasan. Mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi.