Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kapan Kekerasan terhadap Perempuan akan Berakhir?

28 Januari 2022   09:53 Diperbarui: 30 Januari 2022   17:33 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (sumber: KOMPAS/TOTO SIHONO)

Pertama, kita perlu menjaga agar layanan esensial dan terpadu bagi para penyintas kekerasan tetap berjalan dan tersedia di tengah pandemi yang sedang berlangsung. Ini termasuk rangkaian layanan kesehatan, polisi, tempat penampungan, saluran bantuan, psikologis, sosial, dan peradilan. 

Memastikan bahwa staf, dana, dan sumber daya lainnya tetap memadai untuk mendukung penyintas kekerasan berbasis gender, bahkan ketika protokol diperkuat untuk mencegah penyebaran virus harus menjadi prioritas tertinggi saat ini. 

Kedua, kita harus menyediakan kerangka hukum yang lebih komprehensif untuk memastikan penyintas kekerasan dapat mencari keadilan, seperti RUU anti kekerasan seksual yang diusulkan. 

RUU tersebut secara garis besar mengatur tindak kekerasan seksual dan mengakui bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang tidak diatur dalam UU KDRT dan KUHP. 

Hal ini memungkinkan berbagai jenis kasus kekerasan, seperti kekerasan berbasis gender di dunia maya dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, untuk dituntut. 

RUU tersebut juga menekankan pentingnya pencegahan, perlindungan dan pemulihan, yang merupakan aspek penting dari pendekatan berbasis hak untuk menangani kekerasan berbasis gender.

Terakhir, kita harus memprioritaskan penyintas kekerasan sebagai bagian mendasar dari rencana perlindungan sosial dan investasi untuk pemulihan jangka menengah dan panjang dari krisis pandemi covid-19. 

Ini adalah waktu yang kritis bagi perempuan dan anak perempuan, dan tindakan mendesak diperlukan karena kita dengan cepat mendekati tanggal kedaluwarsa untuk mencapai kesetaraan gender pada tahun 2030 sebagai bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. 

Untuk mengubah retorika menjadi kenyataan, untuk benar-benar mengubah kehidupan perempuan dan anak perempuan, untuk mengakhiri GBV dan KTP untuk selamanya.

Kita perlu bertanya pada diri sendiri apa yang dapat kita lakukan sebagai manusia untuk berbicara dan mengambil langkah untuk membendung krisis ini, sebagai serta memetakan visi kolektif seperti apa Indonesia---dan dunia---yang kita inginkan.

Selama beberapa dekade perempuan Indonesia, seperti kebanyakan perempuan di seluruh dunia, telah memperjuangkan hak-hak mereka atas keadilan sosial, kesetaraan gender, dan perlindungan dari kekerasan. Mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun