Namun, artikel Robert Wessing yang berjudul "A Princess from Sunda: Some Aspects of Nyai Roro Kidul," Asian Folklore Studies Vol. 56 tahun 1997, setidaknya ditemui beberapa versi sejarah.
Menurut Wessing, sebagai seorang putri Sunda, umumnya Kanjeng Ratu Kidul diceritakan sebagai puteri penguasa kerajaan Pajajaran di Jawa Barat, meskipun perihal siapa ayahnya ada beberapa nama mengemuka.
Ada yang menyebutkan Kanjeng Ratu Kidul ialah putri dari Prabu Mundingsari, lainnya menyebut nama Prabu Munding Wangi, atau juga disebut nama Prabu Siliwangi maupun Prabu Cakrabuwana.
Selain Pajajaran, cerita lain mengisahkan asal-usul Kanjeng Ratu Kidul ialah kerajaan Galuh. Prabu Sindhula dari abad ke-13 merupakan ayahnya.
Tempat asal lainnya yang disebutkan ialah kerajaan Kediri di Jawa Timur, saat diperintah oleh "Notradamus Jawa" Raja Jayabaya; atau bahkan berasal dari kerajaan yang lebih tua, Kahuripan, diperintah oleh Raja Airlangga juga berlokasi di Jawa Timur. Namun demikian dari semua kisah itu, bagaimanapun kerajaan Pajajaran merupakan asal-usul Kanjeng Ratu Kidul yang paling sering disebutkan.
Kepercayaan religius dan kegiatan religius merupakan sesuatu yang melampaui pemikiran atau ungkapan politik, ekonomi dan hubungan sosial yang 'fantastis'. Oleh sebab, hal ini dipandang sebagai kunci yang menentukan untuk dapat mengerti bagaimana orang berpikir dan merasakan hubungan-hubungan tersebut, dan tentang lingkungan alam dan sosial yang mereka selenggarakan.
Presiden Soekarno berkali-kali membuka cerita tentang Ratu atau Putri yang berstana di Pantai Selatan, Samudera Hindia.
Banyak buku dan artikel ilmiah bergenre sejarah yang mencoba membahas hubungan Bung Karno dan Penguasa Laut Selatan itu.
“Ratu Loro Kidul, ratu dari Lautan Selatan, ratu dari samudera yang dulu bernama Samudera Hindia, tetapi kemudian kita robah dengan nama Samudera Indonesia, saudara-saudara,” kata Bung Karno, di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Juli 1959, saat melantik R.E. Martadinata menjadi Kepala Staf Angkatan Laut.
Bung Karno kembali membuka sambutan dengan menceritakan sosok Nyi Roro Kidul ketika Musyarawah Nasional Maritim, 23 September 1963. Katanya kala itu, terserah mau percaya atau tidak. Itu bukan soal. Akan tetapi ,nyata bahwa ini berisi satu simbol.