Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa Dengan Al Qiyadah Al Islamiyah Lama dan Gafatar Baru?

24 Januari 2016   18:02 Diperbarui: 24 Januari 2016   21:15 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan"][/caption]

 

Salah satu persoalan yang mengundang syahwat pikir dan akan terus berlangsung dan terus menggelinding suatu keadaan tidak menguntungkan bagi pemerintahan Jokowi-JK, adalah polemik organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara atau disingkat GAFATAR. Ormas yang dinilai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), Amin Djamaludin adalah sebuah kelanjutan dari aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dulu sudah dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mengutip fatwa Majelis Ulama Indonesia, Nomor: 04 Tahun 2007 Tentang Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq yang antara lain mengajarkan syahadat yang berbeda dari ajaran Islam dan pengakuan adanya nabi baru sesudah Nabi Muhammad SAW. Belum mewajibkan shalat, puasa dan haji. Adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah tersebut adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar Islam, dan orang yang mengikuti ajaran tersebut adalah murtad (keluar dari Islam). Menyusul, tanggal 28 September 2007 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DI Yogyakarta mengeluarkan fatwa bernomor B-149/MUI-DIY/IX/2007 Tentang Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah bahwa Ajaran al-Qiyadah al-Islamiyah tersebut adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, dan orang yang mengikuti ajaran tersebut adalah murtad (keluar dari Islam). Dari sini, cukup kasat mata bahwa diterima dan tidak Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah sebagai bagian dari ajaran Islam yang bersifat tekstual maupun kontekstual, dan sejarah telah mencatat berkali-kali tentang apa yang disebut sebagai Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah. 

Dalam wawancara dengan Tempo edisi Kamis, 18 Oktober 2007, seperti dikutip laman BBC Indonesia  pemimpin Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Ahmad Moshaddeq menolak fatwa MUI tersebut. “Saya tidak membawa agama baru, saya hanya menggenapkan nubuat Allah dalam Al-Qur'an, seperti halnya Muhammad menggenapkan ajaran Isa dan Musa,” kata Moshaddeq, seperti dikutip Tempo. Dalam wawancara itu, bekas pensiunan pegawai negeri sipil ini mengatakan, keyakinannya itu "tidak bertentangan dengan ajaran Islam". Kepada Tempo, Moshaddeq mengaku turut membangun KW-9 Negara Islam Indonesia (NII), tetapi setelah 10 tahun bergabung dengan kelompok itu dia mengaku "tidak membuat dirinya puas" sehingga dia memilih keluar.

Apakah organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara jelmaan Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis telah mengungkapkan bahwa pola gerakan Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menyebut bahwa organisasi itu terindikasi pecahan Al-Qiyadah Al-Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq. ""Ini kami sedang mendalami dan meneliti secara komprehensif. Nanti setelah ada kesimpulan dari hasil penelitian, akan kami sampaikan dengan terbuka soal Gafatar ini," tegas Cholil. 

Sebagaimana yang dilansir media massa, organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara terbongkar setelah pihak kepolisian di Pontianak, Kalimantan Barat menemukan buku berjudul Tradisi Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan, yang ditinggalkan dokter Dyah Ayu Wulandari untuk ibunya, Eni Nurfaizal. Selama penelusuran, buku tersebut ternyata sudah lama beredar di masyarakat. Buku Tradisi Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan ini, ditulis oleh Ahmad Mesiyyakh, Penerbit: Dermaga Wacana, Cetakan: I, Maret 2008, Tebal: 192 Halaman. Siapa penulis buku bernama Ahmad Mesiyyakh? Menurut buku itu, untuk menjadi anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara, harus melakukan ritual awal, yakni Sumpah Gafatar. Sumpah Gafatar yang terdapat dalam buku tersebut adalah mendudukkan Ahmad Moshaddeq sebagai mesias atau juru selamat. Menurut Eni Nurfaizah, di dalam buku itu ada enam tahapan yang dirancang sejak pendirian Al-Qiyadah AL-Islamiyah yang merupakan tahapan menuju pembentukan Negara Islam, meski Islam menurut versi Ahmad Musadeq. Adapun tahapan atau fase dalam buku yang ditinggalkan Dyah, meliputi enam fase. Pertama, Sirrun, yaitu gerakan rahasia, berdakwah rahasia, dan merekrut anggota secara rahasia. Kedua, Jahrun, yaitu berdakwah secara terang-terangan, mengaji secara terang-terangan, merekrut anggota secara terang-terangan. Ketiga, Hijrah, yaitu representasi dari sejarah perpindahan dari Mekah ke Medinah untuk berdirinya ibu kota Negara yang mereka sebut Ummul Qura. Tahap keempat adalah Qital, yaitu perang terbuka dengan orang kafir demi kemenangan agama Islam versi mereka. Tahapan kelima, Futuh, yaitu menang dari peperangan yang melawan orang kafir. Tahap keenam, Khilafah, yaitu membentuk pemerintahan negara Islam versi mereka dengan memberlakukan hukum Islam versi mereka. 

Dari enam tahapan di dalam buku Tradisi Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan, jika dicermati nyaris mirip dengan penelitian Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). "Metode yang dikembangkan oleh Ahmad Moshaddeq berdasarkan pemahaman dia tentang ayat-ayat akwan (alam) yang diterangkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran yang kemudian menghasilkan metode dakwah dan pendanaan yang efisien selama tujuh tahun tanpa diketahui oleh pihak-pihak berwenang. Di dalam penyebarannya, aliran ini memiliki 6 fase. Yaitu (1) sirrun (rahasia), (2) jahrun (inklusif), (3) hijrah (berpindah), (4) qital (perang), (5) futuh (kemenangan) dan (6) khilafah (kepemimpinan)," demikian informasi blog Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI).

Apabila terdapat bukti, bahwa organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara adalah jelmaan Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah, mengapa dapat berkembang di Indonesia?

Perlu dipahami, mayoritas umat Islam di Indonesia tidak terdidik baik dalam soal agama. Bahkan, Kementerian Agama RI melalui (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis), Kamaruddin Amin, "Secara nasional, Dirjen Pendidikan Islam membutuhkan 40 ribu lebih tenaga guru untuk pendidikan agama Islam." Dapat dibayangkan, jika kelompok apapun dan manapun akan dengan mudah membangun dirinya mempengaruhi massa yang tidak tersentuh dengan ajaran aslinya. Seperti dilansir media, sebelum organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara mencuat, banyak orang hilang secara misterius. Saat berkunjung di web Gafatar, sudah tidak bisa diakses, menyebutkan semenjak akhir Desember 2013 telah memiliki 34 DPD. Lihat saja bagaimana organisasi terus berkembang dalam waktu yang relatif singkat. Soal keyakinan? jika memang terpengaruh dalam filsafat mesianik maka menjadi hak individual, apalagi belakangan ini, telah disibukkan dalam lingkungan liberalisme atau kebebasan individu yang memberikan ruang yang luas dalam bentuk hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Tengok saja, Wisnu Windhani kepada BBC Indonesia yang mengaku mewakili semua bekas anggota organisasi Gerakan Fajar Nusantara alias Gafatar. "Kami tidak boleh bersuara, kami tidak bisa menentukan pilihan, bahkan bertempat tinggal pun kami tidak diinginkan," ujarnya dan membenarkan bahwa organisasi masyarakat Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) merupakan penjelmaan organisasi Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq, yang diakui sebagai 'guru spiritual'. 

Kita tunggu saja hasil lidik kepolisian, Kabid humas mabes Polri, Irjen Anton Charliyan mengatakan, pihaknya masih mendalami keberadaan dan tujuan ormas Gafatar. "Tapi apapun juga alasannya, ini sangat berbahaya karena menghancurkan keyakinan yang sudah ada, yang tidak sesuai dengan syariat-syariat agama, agama manapun juga, bukan hanya Islam, Nasrani pun demikian,” kata Anton Charliyan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun