Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tanda Peringatan 'Jangkar Kapal' Cheng Ho?

1 Januari 2016   14:07 Diperbarui: 3 Januari 2022   07:07 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangkar Kapal Diduga Milik Kapal Cheng Ho di Klenteng Welas Asih Cirebon. (dokpri)


Jangkar ini berada di Kelenteng Tiao Kak Sie dan masyarakat Cirebon mengenalnya Kelenteng Dewi Welas Asih. Kepala Disporabudpar Kota Cirebon, Dana Kartiman mengungkapkan bahwa jangkar yang berada di Kelenteng Welas Asih milik kapal Laksamana Cheng Ho. Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti jangkar tersebut apakah milik kapal Laksama Cheng Ho?

Menurut, salah satu pengurus Kelenteng Tiao Kak Sie, Yan Siskarteja jangkar tersebut ditemukan saat ada penggalian sumur di wilayah selatan kota Cirebon. "Kemungkinan, zaman dahulu letak lokasi Kelenteng Tiao Kak Sie masih berada di pinggir pantai, dan para saudagar Tiongkok berlabuh di Cirebon, melakukan perdagangan dengan masyarakat setempat" ungkapnya.

Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si, artinya "Kelenteng dimana pencerahan kita akan bertambah" dengan nama Indonesia menjadi Kelenteng Dewi Welas Asih.  Ie Tiong Bie mengungkapkan pemberian nama ini salah, karena Kuan Yin adalah seorang Bodhisatta, bukannya seorang Dewi. Kelenteng tersebut juga tidak diketahui dengan tepat pada tahun berapakah kelenteng itu dibangun. Hanya bukti ada pada tiga buah papam peringatan yang masih terdapat di balairung utama yang mencatat tahun 1714, 1715, dan 1718.

Dua buah papan peringatan ini merupakan sumbangan dari seorang yang bermarga Chen. Papan ketiga oleh seorang yang bermarga Lim. Menurut Claudine Salmon dalam bukunya Chinese Epigraph Material in Indonesia bahwa kelenteng ini sudah ada di tahun 1712, sejak Tan Siang Ko, seorang syahbandar dan seorang kapitan marga Tionghoa di Cirebon bertugas antara tahun 1705-1720. Beliau ini merencanakan membuat dinding batu di sekitar kelenteng sebagai perlindungan.

Namun, VOC melarang. Beberapa catatan menyatakan bahwa kelenteng ini menjadi pusat pertemuan orang-orang Tionghoa peranakan di Cirebon. Oleh sebab, situas sosial politik saat itu menegangkan, perbaikan-perbaikan dihentikan hingga tahun 1790. Pada masa itu, kelenteng ini bernama GuanYin Ting atau kelenteng Guan Yin.

Kelenteng ini dalam keadaan rusak berat dan Kapitan Chen Rue Ying atau Tan Jiet Ing memperbaiki dan memperluasnya dengan menggunakan anggaran dari para simpatisan luar kota Cirebon, seperti tertulis pada papan batu yang didirikannya. Restorasi kedua dan ketiga dilaksanakan tahun 1823 dan 1887dan tiga buah papan batu lainnya dibuat tahun 1829 dan 1889. Nama Chao Jue Si yang baru tertulis pada catatan tahun 1829.


Salah satu papan peringatan restorasi (dokpri)
Salah satu papan peringatan restorasi (dokpri)
Salah satu papan peringatan restorasi (dokpri)
Salah satu papan peringatan restorasi (dokpri)


Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)
Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)
Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)
Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)
Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)
Kondisi dinding batu di sekitar Kelenteng Chao Jue Si (dokpri)

Yang menarik, dalam buku Claudine Salmon, disebutkan bahwa tanda peringatan Zheng He atau Sam Po diabadikan di Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si ini berupa sebuah jangkar besar yang dikatakan berasal dari salah sebuah kapalnya. Jangkar tersebut masih terawat dan dikeramatkan banyak peziarah, terlihat sejenis altar untuk menancapkan hio atau dupa yang berada tepat di jangkar tersebut. Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si sendiri berada di kawasan kota tua Cirebon, terletak di seberang gedung BAT, sebelah gedung Bank Mandiri, atau tepatnya di Jl Kantor No 2, Kota Cirebon.

Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si atau dikenal dengan sebutan Kelenteng Dewi Welas Asih, Cirebon (dokpri)
Klenteng Tiao Kak Sie atau Chao Jue Si atau dikenal dengan sebutan Kelenteng Dewi Welas Asih, Cirebon (dokpri)

Masyarakat etnis Tionghoa di Cirebon, terutama generasi mudanya , banyak yang sudah tidak mengenal tradisi leluhurnya. Demikian penuturan Ie Tiong Bie atau dikenal dengan nama Iwan Satibi. "Pelestarian dan pemeliharaan bangunan-bangunan kuno, khususnya sejarah masyarakat Tionghoa zaman dulu, tidak ada bekasnya lagi. Makam Kolonel Tan Tjin Kie dan makam Kali Tanjung misalnya, sudah tidak ada bekasnya lagi," penuturannya kepada Webe Kompasianer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun