Mohon tunggu...
Wayudin
Wayudin Mohon Tunggu... Guru - Pengabdian tiada henti

Seorang guru SMP swasta di kota Medan,tertarik dengan fenomena kehidupan masyarakat dan tak ragu untuk menyuarakan pendapatnya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menanti Realisasi Kenaikan Iuran BPJS Jilid II

4 Juni 2020   19:12 Diperbarui: 4 Juni 2020   19:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
via republika.co.id

Di satu sisi rumah sakit seharusnya bersifat sosial dalam arti harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat namun di sisi lain kita juga harus mafhum bahwa rumah sakit juga harus memikirkan keberlangsungan operasionalnya. Jika terus mengalami “rugi bandar” dan tetap dipaksa melayani pengguna BPJSK, bukan tidak mungkin akan banyak rumah sakit yang tumbang dan akhirnya pelayanan kesehatan masyarakat menjadi taruhannya. 

Prinsip dasar kepesertaan BPJSK sebenarnya sangat mencerminkan natur masyarakat Indoensia, yakni gotong royong. Peserta yang mampu akan mensubsidi peserta yang kurang mampu melalui selisih iuran yang dibayarkan. Pemerintah pun menunjukkan kehadirannya dengan membayarkan iuran bagi masyarakat yang terdata sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni fakir miskin dan golongan masyarakat yang tidak mampu lainnya. 

Namun dengan tingginya tingkat ketidaksiplinan sebagian masyarakat dalam membayarkan iuran BPJSK tentunya mengakibatkan praktik pelaksanaan gotong rotong tersebut menjadi pincang. Biaya layanan kesehatan juga semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga memang sudah sewajarnya jika besaran iuran BPJSK disesuaikan dengan tingkat inflasi yang ada. Jika UMR saja disesuaikan dengan tingkat inflasi setiap tahunnya, mengapa iuran BPJSK tidak?   

Naiknya iuran kepesertaan sepertinya menjadi langkah yang memang harus ditempuh saat ini untuk memberikan sedikit napas bagi BPJSK. Sementara untuk jangka panjang, strategi pengelolaan dana yang lebih mumpuni adalah suatu keharusan agar BPJSK dapat berjalan mandiri sebagaimana halnya dengan BPJS Ketenagakerjaan. Efisiensi juga harus menjadi kata kunci dalam pengelolaan sehingga defisit tidak menjadi alasan klise untuk terus mengajukan suntikan dana dari pemerintah ataupun menaikkan iuran peserta. 

Yang menjadi sorotan utama adalah kenaikan iuran yang mencapai hampir dua kali dari besaran iuran semula dan dilakukan di saat pandemi ini tentu akan memberikan efek kejut terhadap masyarakat, terutama kelompok peserta mandiri. Namun jika iuran tidak dinaikkan dan APBN tidak sanggup mengucurkan dana talangan, tak pelak nasib BPJSK bak buah simalakama, dipertahankan tak ada modal, dihapuskan malah mencederai tujuan negara dalam melindungi (hak kesehatan) segenap warga negaranya.

Solusi bagi masyarakat yang merasa terdampak dengan kenaikan iuran adalah dengan turun “kasta” mengingat tidak ada perbedaan layanan yang signifikan bagi masyarakat yang tercatat sebagai peserta kelas I, II, ataupun III selain dari jenis ruang perawatan saat menginap di rumah sakit. Menunggak pembayaran iuran justru akan semakin memperburuk kondisi BPJSK. 

Selain masyarakat mengalami hambatan ketika hendak memanfaatkan layanan BPJSK, bisa jadi BPJSK akan mengurangi jumlah layanan yang dapat dinikmati masyarakat termasuk jenis obat yang masuk dalam tanggungan BPJSK. Hal tersebut tentu bertujuan untuk menekan tingginya biaya klaim rumah sakit dan menekan defisit yang mendera BPJSK. Semakin berkurangnya jenis layanan BPJSK ujung-ujungnya akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri, terutama masyarakat bawah yang sangat bergantung pada BPJSK untuk urusan kesehatan.  

Mengingat BPJSK menganut prinsip gotong-royong, selain menaikkan iuran, tingkat kepesertaan harus dijaga agar tetap tinggi yang diimbangi dengan rendahnya tunggakan iuran dari para pesertanya. Tanpa kesadaran dari masyarakat untuk ikut menjadi peserta serta kerelaan untuk membayar iuran secara rutin dan tepat waktu, defisit akan terus menghantui kinerja BPJSK sampai kapanpun. 

Menyelamatkan BPJSK bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab kita bersama. Hak sehat adalah hak dasar dari setiap warga negara dan kelancaran pembayaran klaim BPJSK ke fasilitas kesehatan akan menjamin kelancaran pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, mari kita bergotong-royong dengan rutin membayar iuran BPJSK sembari menjaga kesehatan diri kita, karena dengan gotong royong, semua tertolong. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun