Hal tersebut terjadi salah satunya karena peserta didik yang bertempat tinggal di daerah lereng-lereng gunung sehingga konektivitas internet sangat terbatas dan pembelajaran daring sulit terlaksana.Â
Di satu sisi kita salut dengan pengorbanan sang guru, namun di sisi lain, hal tersebut membuat guru terpaksa menabrak imbauan untuk tetap di rumah bahkan berpotensi melanggar aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang telah diterapkan oleh beberapa daerah yang dianggap sebagai zona merah Covid-19.Â
Sedikit mengobati kerinduan peserta didik yang mungkin tidak dapat menikmati pembelajaran daring, pemerintah menggandeng TVRI untuk menyiarkan siaran-siaran edukatif. Acaranya cukup bervariasi dan mencakup materi pembelajaran untuk berbagai tingkat satuan pendidikan, termasuk juga untuk guru dan orang tua.Â
Kacaunya pelaksanaan pembelajaran daring tidaklah mengherankan. Selain penerapannya yang mendadak dan tanpa persiapan yang memadai, kita harus mengakui bahwa sampai saat ini Indonesia belum memiliki suatu undang-undang untuk mengakomodir pendidikan di masa darurat.Â
Tanpa Covid-19 pun, sudah seharusnya pemerintah mengambil ancang-ancang untuk merancang suatu sistem pendidikan yang dapat diberlakukan dalam situasi darurat mengingat kondisi darurat yang mengancam Indonesia tidak hanya wabah penyakit, namun juga dapat berupa bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), bahkan untuk yang lebih ekstrim yaitu peperangan, yang pastinya akan mengakibatkan lumpuhnya aktivitas pendidikan di Indonesia.
 Undang-Undang Pendidikan Darurat seyogianya memuat prasyarat yang harus terpenuhi agar UU tersebut dapat berlaku, jangka waktu pemberlakuan, kurikulum dan metode pembelajaran yang dipakai, serta hal-hal teknis lain seperti kriteria kenaikan kelas dan kelulusan untuk peserta didik yang terdampak situasi darurat.  Â
Pemerintah memang tidak dapat sepenuhnya disalahkan dalam situasi (khususnya situasi pendidikan) yang serba kacau sekarang ini. Tentunya kita maklum jika saat ini seluruh energi bangsa ini sedang dipusatkan untuk menuntaskan Covid-19 sesegera mungkin.Â
Beberapa wabah yang pernah mendunia sebelum Covid-19 seperti SARS dan MERS hanya singgah sebentar di Indonesia dan akhirnya berlalu tanpa bekas sehingga tidak memberikan pengalaman yang cukup berarti bagi kita untuk lebih siap menghadapi kondisi serupa di masa pandemi ini.Â
Namun sebagaimana tema peringatan Hardiknas 2020, Belajar dari Covid-19, tentunya hal ini menjadi suatu pembelajaran penting bagi kita bahwa peribahasa sedia payung sebelum hujan perlu diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pula bidang pendidikan.
 Sebagai bukti keberpihakan terhadap dunia pendidikan dan untuk mengantisipasi kondisi darurat di masa mendatang, pemerintah beserta wakil rakyat hendaknya segera mengajukan rancangan undang-undang pendidikan darurat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) agar dapat segera dibahas dan disahkan menjadi undang-undang.
Harus diakui pula bahwa pembelajaran daring yang kita jalankan saat ini jauh dari kata sempurna. Berkaca dari negeri jiran Singapura, konon kabarnya sebelum memutuskan untuk meliburkan aktivitas pembelajaran di sekolah-sekolah di masa pandemi ini, mereka telah terlebih dahulu mendata kemampuan siswa dalam mengakses pembelajaran daring seperti akses internet, gawai, dan faktor-faktor penunjang lainnya.Â