Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini diperingati dengan cara yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak terdengar lagu Indonesia Raya yang berkumandang di halaman sekolah-sekolah ataupun terlihat perlombaan-perlombaan yang biasanya meramaikan peringatan hari terpenting bagi dunia pendidikan di Indonesia tersebut.Â
Masa pandemi ini bukan hanya berakibat pada pemerintah harus mengeluarkan imbauan untuk belajar-bekerja-beribadah dari rumah, namun upacara bendera pun harus dilakukan secara virtual. Tema peringatan Hardiknas tahun ini juga sederhana, singkat, namun tak kalah menarik untuk dicermati, yaitu Belajar dari Covid-19.
Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Nadiem Makariem selaku Mendikbud bahwa dua sektor terpenting yang akan berubah usai pandemi Covid-19 adalah pendidikan dan kesehatan.Â
Melalui kedua sektor ini, terlihat bahwa kita sebenarnya tidak siap untuk menghadapi suatu situasi darurat seperti halnya pandemi ini. Jika pada awalnya kita bisa berbangga hati karena belum menjumpai adanya kasus infeksi serius sementara negara-negara lain sudah sibuk berjibaku dengan si virus "bermahkota", akan tetapi pada saat ini kita harus mengakui bahwa persiapan kita untuk memerangi virus yang sama ternyata tidak lebih baik dari negara lain.
Dalam bidang pendidikan, Covid-19 mengantarkan pendidikan Indonesia menuju tingkatan yang lebih tinggi, yang mungkin sudah terbayangkan sebelumnya namun tak disangka akan diterapkan lebih cepat dari yang diharapkan, yakni pemanfaatan teknologi komunikasi dalam kegiatan pembelajaran secara masif.Â
Hal tersebut tentu didasari oleh pertimbangan untuk mencegah penularan Covid-19 yang lebih luas sehingga pemerintah akhirnya mengumumkan kegiatan belajar-mengajar akan dilakukan dari rumah alias jarak jauh secara daring.Â
Respon beragam pun ditunjukkan oleh masyarakat, termasuk juga siswa dan guru sebagai dua kelompok utama yang terdampak langsung dengan diterapkannya kebijakan tersebut.Â
Sebagian siswa merasa antusias karena ingin segera merasakan model baru dalam pembelajaran, sisanya beranggapan bahwa ini tak lebih sekadar libur sekolah yang dipercepat.
Dari golongan guru, sebagian guru mulai was-was memikirkan bagaimana model pembelajaran daring yang akan mereka gunakan untuk menjangkau peserta didik yang ada sementara sebagian lagi memang sudah terbiasa menggunakan teknologi untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tidak perlu mempersiapkan diri secara khusus untuk hal ini.
Perasaan was-was sebagian guru tersebut tersebut tentunya sangat beralasan. Tanpa pembelajaran daring, masalah pendidikan di Indonesia sudah cukup pelik dengan tidak meratanya kualitas guru dan persebaran guru yang tidak merata di setiap daerah, dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (pjj) secara daring, maka kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi komunikasi untuk mengajar juga harus turut diperhitungkan.Â