Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jihad Selfie: Peran Orang Tua untuk Mencegah Perekrutan Teroris

29 Juni 2017   01:50 Diperbarui: 8 Juli 2017   02:25 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsumsi saat Ngoplah Komik -Gula Jawa- (dokpri).

Jihad selfie merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang peran media sosial bagi para teroris khususnya ISIS. Facebook, salah satu media sosial yang digunakan para teroris untuk memberikan update kegiatan mereka, juga sebagai sarana perekrutan. Hal itulah yang coba direkam oleh Noor Huda Ismail dalam film dokumenter 'Jihad Selfie'.

Salah satu potongan cerita Jihad Selfie adalah tentang seorang anak Indonesia yang sedang belajar di Turki.

Ia adalah Akbar salah satu pelajar Indonesia di Turki yang hampir terekrut oleh ISIS. Ia diajak oleh Yazid melalui facebook. Ia pun tertarik karena kagum dengan foto-foto Yazid yang gagah memegang senjata untuk 'berjihad'. Selain itu keinginannya untuk mengunjungi Damaskus, salah satu kota terbaik di masa kekhalifahan Islam juga menjadi motivasinya. Hingga suatu waktu Ia pernah menyatakan siap untuk pergi ke Suriah kepada Yazid.

Sebelum Ia benar-benar pergi, ada kegelisahan di hatinya. Ia teringat keluarganya di Indonesia. Sebelum berjihad, Ia teringat pesan orang tuanya. Hingga akhirnya, Ia tidak jadi berangkat.

Saat diwawancara oleh Noor, Akbar menceritakan tentang Yazid. Yazid adalah temannya. Yazid adalah anak yang asosial. Kehidupannya sehari-hari sebagian besar di dua tempat, kalau bukan di asrama ya di warnet. Saat pergi ke Suriah, ternyata Yazid tidak meminta izin kepada orangtuanya.

Peran Orang Tua

Anak muda memang menjadi sasaran empuk bagi para "tim HRD" penggiat terorisme. Anak muda memiliki jiwa yang berani, energik, belum memiliki pehamaman agama yang kuat, dan mudah dicuci otak.

Salah satu mantan napiter yang hadir di Ngoplah KOMIK, menjelaskan bahwa anak muda lebih mudah untuk "dimotivasi" melakukan terorisme. Apalagi jaringan teroris ISIS yang suka menyuruh para teroris pemula. Jika sudah bisa meledakkan bom walaupun hanya dalam skala kecil, maka langsung diperintahkan untuk meledakkan bom.  

Mba Dina Mars ketika memoderatori Ngoplah Komik (17/6) (dokpri).
Mba Dina Mars ketika memoderatori Ngoplah Komik (17/6) (dokpri).
Di film tersebut menggambarkan, Akbar sebagai anak muda yang menjadi salah satu sasaran perekrutan ISIS, merasakan kebingungan. Apakah Ia harus pergi ke Suriah atau tidak? Pikirannya saling beradu, antara keinginannya dan pesan orang tua saat sebelum meninggalkan Indonesia untuk belajar di Turki.

Orang tuanya berpesan agar Akbar menjadi anak yang sholeh, belajar yang baik, selesaikan pendidikan dengan baik dan lain-lainnya. Dan pesan itu beradu dengan pesan dari Yazid tentang bahagianya hidup di Suriah.

Kata Yazid hidup di Suriah itu enak. Tidak usah memikirkan tempat tinggal, makanan, pakaian dan lain-lain, semua sudah terjamin. Tiap hari makan nasi dan daging. Bisa pegang senjata dengan gagah. Bisa mengunjungi kota Suriah, salah satu destinasi yang diimpi-impikan untuk dikunjungi Akbar.

Namun karena Akbar merasakan cinta orang tua yang lebih besar, maka pesan-pesan dari orang tuanya lah yang lebih didahulukan. Ia tidak jadi pergi ke Suriah dan kemudian pulang ke Indonesia. Keputusan itu memang keputusan terbaik yang diambil oleh Akbar.

Akbar saat kembali bertemu dengan orang tuanya (sumber: jihadselfie.com)
Akbar saat kembali bertemu dengan orang tuanya (sumber: jihadselfie.com)
Terkait dengan hal itu, saya pernah membaca sebuah kisah tentang seorang sahabat, Zaid bin Tsabit yang saat itu masih berumur tigas belas tahun, meminta izin kepada Rasulullah untuk pergi berjihad di perang Badar. Namun Rasulullah melarang, kamu masih terlalu dini untuk pergi berjihad. Rasulullah khawatir tentang diri Zaid.

Kemudian sahabat tersebut pulang dan menangis di pangukan ibunya. Ia pun mengadu kepada Ibunya bahwa Ia dilarang oleh Rasulullah untuk pergi berperang. Ibunya pun menenangkan, "Kamu harus tekun belajar membaca dan menulis -sebuah kegiatan yang jarang dilakukan pada masa itu- serta menghafal surat-surat Al-Qur'an dengan baik! Setelah itu, mari kita berangkat menghadap Rasulullah saw untuk mengetahui, bagaimana cara menggunakan potensi dan kemampuan yang kita miliki untuk berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin."

Pesan sang Ibu selain menenangkan, juga memotivasi Zaid untuk bisa melakukan kebaikan-kebaikan yang lain, sesuai potensinya. Dengan cepat Ia memiliki kemampuan menulis, bahkan saat perang badar usai, Ia telah mampu menghafal 17 surat dalam Al-Quran.

Saat kembali menemui Rasulullah, Ia pun diberikan tugas penting, seperti mempelajari bahasa Ibrani, Suryani dan berbagai bahasa lainnya. Sehingga dengan kemampuan bahasanya yang tinggi, Ia ditugaskan untuk melakukan diplomasi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan Ia ditugaskan untuk memimpin penulisan dan pengumpulan ayat-ayat Al-Quran hingga menjadi sebuah kitab.

Konsumsi saat Ngoplah Komik -Gula Jawa- (dokpri).
Konsumsi saat Ngoplah Komik -Gula Jawa- (dokpri).
Dari potongan cerita di film Jihad Selfie dan kisah Sahabat Rasulullah, Zaid Bin Tsabit,  saya mencoba mengambil pelajaran bahwa orang tua memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup anaknya. Akbar tak jadi kembali ke Suriah karena ingat pesan orang tuanya. Zaid bin Tsabit tak bersedih ketika dilarang berperang dan malah rajin belajar, juga karena pesan orang tuanya.

Oleh karena itu, orang tua harus menjadi orang yang dicintai oleh anaknya. Ketika orang tua memberikan pesan kepada anaknya -walaupun mereka saling terpisah jauh- maka pesan orang tua yang akan diingat oleh sang anak dan menjadi penunjuk jalan mereka. Nak belajarlah yang rajin dan jangan jadi teroris!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun