bahwa dalam pendidikan agama seharusnya mampu mengantarkan peserta didik untuk memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai agama yaitu kasih sayang, kedamaian, toleransi, dan kelembutan.
Pendidikan agama tidak hanya mengandung ajaran agar seorang hamba bermuamalah dengan baik kepada sang pencipta (Tuhan) yaitu hablu minallah, akan tetapi lebih dari itu manusia adalah mahluk sosial yang juga harus mampu bermuamalah dengan sesama atau hablu minannas.
Secara kedudukan, pendidikan agama di Indonesia memiliki posisi yang strategis di dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan agama diharapkan mampu menjadikan peserta didik pribadi yang berbudi luhur, berperilaku santun dan ramah, inklusif, toleran, moderat yang tidak ektrem kanan (radikal) atau ekstrem kiri (liberal) sebagaimana pesan yang ada di dalam ajaran agama.
Masih banyak ditemukan penyimpangan moral akibat sikap dan perilaku yang mengarah kepada radikalisme yang dilakukan oleh para peserta didik baik di lingkungan sekolah dan di masyarakat.
Sikap atau perilaku intoleran dan radikal tersebut pada dasarnya sangat bertentangan sekali dengan nilainilai ajaran agama yang sangat menjunjung tinggi pluralitas. Pendidikan agama yang seharusnya dapat menjadikan peserta didik menjadi pribadi yang santun ternyata masih jauh dari harapan.
Nilai-nilai agama yang luhur seperti kasih sayang dan toleransi belum mampu dipahami, dihayati, dimaknai, dan diimplementasikan di dalam perilaku peserta didik sehari hari. Sementara dalam tataran praktis, pendidikan agama masih seringkali hanya menyasar ranah kognitif yang mengajarkan pengetahuan semata atau bersifat informatif dan cenderung mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik.
Akibatnya, peserta didik hanya unggul di dalam pemahaman materi agama, tapi mereka masih sangat lemah dalam memaknai setiap ajaran agama yang diperoleh sehingga belum mampu menerapkannya di dalam perilaku mereka sehari hari.
Realita di atas mengindikasikan bahwa masih terdapat masalah atau kelemahan di dalam praktik pendidikan agama terutama dalam menanamkan nilai-nilai agama seperti toleransi dan kasih sayang.
Akibatnya, tidak sedikit para peserta didik tidak mampu memahami dan memaknai nilai-nilai ajaran agama yang luhur tersebut sehingga seringkali mereka menjadikan agama sebagai klaim kebenaran terhadap agama lain serta alat untuk menjustifikasi kesalahan atau kesesatan kelompok tertentu. Oleh karenanya, dibutuhkan satu konsep pendidikan agama yang mampu membentuk perilaku keagamaan yang moderat dan toleran.
Di dalam hal ini, pendidikan moderasi beragama disinyalir sebagai suatu konsep pendidikan agama yang mampu membentuk karakter peserta didik untuk berperilaku keagamaan yang inklusif dan toleran serta tidak ekstrem.
Beberapa penelitian yang fokus pada implementasi dan pengembangan pendidikan moderasi beragama di lembaga pendidikan menunjukkan hasil positif bahwa konsep moderasi beragama mampu meningkatkan kesadaran peserta didik untuk bersikap dan berperilaku moderat , SMA SPI Batu adalah lembaga pendidikan formal di Indonesia yang para peserta didiknya berlatar belakang multikultural.
Sekolah tersebut adalah salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang menerapkan konsep pendidikan moderasi beragama kepada peserta didiknya agar mereka dapat menerima segala bentuk perbedaan sehingga mampu berperilaku moderat dan toleran. Penelitian ini akan membahas tentang implementasi pendidikan moderasi beragama di SMA Selamat Pagi Indonesia Batu sebagai perisai radikalisme di lembaga pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang berusaha untuk memotret fenomena yang ada dengan cara mendeskripsikan setiap hal yang menjadi fokus penelitian. Adapun jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah field research atau studi lapangan di SMA Selamat Pagi Indonesia Batu.
Sedangkan teknik pengumpulan data diperoleh melalui tiga cara yaitu: pertama, observasi dengan cara datang atau terjun langsung ke lapangan untuk mengamati realita fenomena yang terjadi; kedua, wawancara mendalam dan terbuka secara daring (online) dengan siswa SMA SPI Batu dan guru agama; ketiga, studi dokumen dengan cara menelaah beberapa dokumen sekolah seperi jurnal, majalah dan lainnya yang terkait dengan penelitian.
Selanjutnya, data dianalisa secara mendalam dengan menggunakan teknik analisa data melalui kondensasi data, display data, dan verifikasi data. Untuk mengukur kevalidan data, peneliti menggunakan triangulasi sumber data dengan cara mengkorelasikan data yang diperoleh dari beberapa sumber data sebagaimana yang dipaparkan pada teknik pemerolehan data. Secara bahasa, moderasi berasal dari bahasa Latin moderatio yang bermakna sedang-sedang saja yaitu tidak berlebihan dan tidak kekurangan, Di dalam KBBI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H