Apa Itu Sakramen Perkawinan?
Sakramen Pekawainan Yaitu Perjanjian Dalam Perkawinan Antara Pria Dan Wanita Yang Membentuk Kebersamaan Seluruh Hidup Berdasarkan Kesejahteraan Istri Pada Kelahiran Dan Pendidikan Anak.
Perkawinan Dalam Rencana Allah
Kitab Suci Menceritakan Penciptaan Pria Dan Wanita Menurut Citra Allah Dan Berakhir Pada Perjamuan Anak Domba
Perkawinan Dalam Tata Ciptaan
Persatuan hidup dan kasih suami isteri yang mesra yang di adakan oleh sang pencipta dan dikukuhkan oleh hukumnya.allah sendiri pencipta perkawinan Tuhan yang  menciptakan manusia karena cinta,  memanggil dia untuk
mencinta, satu panggilan dan mendasar setiap manusia. Manusia
diciptakan menurut citra Allah. Â pria dan wanita diciptakan satu untuk yang lain: "Tidak
baik, kalau manusia itu seorang diri saja" (Kej 2:18). Wanita adalah "daging dari
dagingnya"  artinya: ia  partner sederajat dan sangat dekat. Ia
diberikan oleh Allah kepadanya  penolong  dan demikian
mewakili Allah, kita beroleh pertolongan. Karena itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya serta bersatu bersama isterinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24). Hal ini artinya kesatuan hidup mereka
berdua yang tidak diceraikan, ditegaskan oleh Yesus , karena Ia
mengingatkan bahwa sejak awal adalah rencana Allah yang mengatalan mereka bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:6).
Perkawinan Di Bawah Kekuasaan Dosa
manusia mengalami kejahatan dalam lingkungannya dan dirinya sendiri.
Pengalaman ini terlihat dalam hubungan antara pria dan wanita. Persatuan
mereka diancam oleh perselisihan, nafsu berkuasa, ketidaksetiaan,
kecemburuan, dan konflik, sehingga dapat mengakibatkan kebencian dan perceraian.
Keadaan  tidak teratur dapat tampak  lebih kuat atau kurang kuat dapat diatasi dalam kebudayaan, zaman, dan pribadi tertentu,  ia merupakan gejala umum.
Menurut iman , keadaan tidak teratur , yang kita saksikan dengan
sedih hati, bukan berasal dari kodrat pria dan wanita
melainkan  dosa. Setelah merusakkan hubungan dengan
Allah, akibat pertama, dosa asal merusak hubungan asli pria dan
wanita. Hubungan mereka diganggu oleh kecondongan timbal balik yang diberi Pencipta secara khusus, berubah menjadi nafsu berkuasa dan nafsu seks. panggilan yang indah pria dan wanita supaya  subur, beranak cucu, dan menaklukkan bumi
dibebani rasa sakit melahirkan dan keringat untuk mencari nafkah.
Tetapi tata ciptaan tetap bertahan, walaupun sudah terguncang. Untuk
menyembuhkan luka-luka  diakibatkan dosa, pria dan wanita membutuhkan
pertolongan rahmat, Allah selalu berikan dalam kerahiman yang tidak
terbatas. Tanpa bantuan ini pria dan wanita tidak pernah berhasil
menciptakan kesatuan hidup
Perkawinan dalam Tuhan
perkawinan antara Allah dan umat Israel. demi mempersiapkan
perjanjian baru dan abadi. Dalam Perjanjian  Putera Allah dalam penjelmaan-
menjadi manusia dan penyerahan hidup boleh dikatakan
mempersatukan diri dengan seluruh manusia yang diselamatkan.
awal hidup di muka umum Yesus melakukan atas permohonan maria
mukjizat yang pertama pada suatu pesta perkawinan.. Gereja
menganggap kehadiran Yesus pada pesta perkawinan di Kana itu hal penting. Ia
melihat di dalam suatu penegasan bahwa Perkawinan sesuatu yang baik,
dan pernyataan mulai sekarang Perkawinan adalah  tanda tentang
kehadiran Kristus yang berdaya guna. Dalam pewartaan, Yesus mengajarkan dengan jelas arti asli dari persatuan pria
dan wanita, seperti dikehendaki Pencipta sejak permulaan; izin  diberikan
oleh Musa untuk menceraikan isteri adalah penyesuaian terhadap ketegaran hati kesatuan perkawinan pria dan wanita tidak tercerai. Allah sendiri
telah mempersatukan mereka Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan manusia (Mat 19:6). Penegasan bahwa tali Perkawinan tidak dapat diputuskan, menimbulkan
kebingungan dan dianggap satu tuntutan tidak dapat dipenuhi. Tetapi Yesus
tidak meletakkan kepada suami isteri beban tidak terpikulkan lebih berat lagi daripada peraturan Musa. Dengan memperbaiki tata ciptaan awal diguncangkan oleh dosa, Ia memberi kekuatan dan rahmat, untuk menghidupkan Perkawinan dalam sikap baru Kerajaan Allah. Kalau suami isteri mengikuti Kristus, menyangkali diri  dan memikul salib. Mereka akan mengerti arti asli dari Perkawinan. dan dapat hidup
menurut pertolongan Kristus. Rahmat Perkawinan Kristen adalah buah
salib Kristus, sumber penghayatan Kristen. Santo Paulus berkata: Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk, menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan
air dan firman (Ef 5:25-26). Ia menambahkan: Sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan
Kristus dan jemaat (Ef 5:31-32). kehidupan Kristen diwarnai cinta mempelai Kristus dan Gereja.Pembaptisan, langkah masuk ke dalam Umat Allah, merupakan satu misteri
mempelai; ia boleh dikatakan permandian perkawinan,. yang mendahului
perjamuan perkawinan, Ekaristi. Perkawinan Kristen menjadi tanda perjanjian antara Kristus dan Gereja. Karena menandakan dan
membagikan rahmat, maka Perkawinan antara mereka yang dibaptis adalah Sakramen Perjanjian Baru
Keperawanan demi Kerajaan Surga
Kristus adalah pusat kehidupan Kristen. Hubungan bersama Dia lebih utama
dari ikatan lain dalam keluarga dan masyarakat. Sejak
permulaan Gereja terdapat kelompok pria dan wanita yang meninggalkan Perkawinan,
supaya mengikuti Anak Domba ke mana pun Ia pergi untuk
memperhatikan kepentingan Allah, mencari jalan agar berkenan . dan untuk menyongsong mempelai akan datang.. Kristus telah mengundang orang tertentu supaya mengikuti Dia dalam cara hidup sendiri telah jalankan:
"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari
rahim ibunya, dan ada orang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada
orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena
Kerajaan surga. Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti" (Mat
19:12).Keperawanan demi Kerajaan surga adalah perkembangan rahmat pembaptisan, satu tanda unggul dari prioritas hubungan dengan Kristus, kerinduan yang tabah akan
kedatangan kembali, satu tanda yang juga mengingatkan bahwa Perkawinan
termasuk dalam tatanan dunia yang akan berlalu. Kedua Sakramen Perkawinan dan keperawanan demi Kerajaan Allah, berasal
dari Tuhan. Ia memberi  suatu arti dan menganugerahkan rahmat
mutlak perlu, supaya sesuai dengan kehendak-Nya. Penghargaan tinggi terhadap keperawanan demi Kerajaan surga dan arti Perkawinan Kristen tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain mereka saling mendukung. Barang siapa meremehkan Perkawinan, sekaligus merongrong keluhuran
keperawanan. Barang siapa memuji Perkawinan juga meningkatkan
penghormatan terhadap keperawanan. Apa kelihatannya baik hanya
karena dengan sesuatu yang buruk, sebenarnya tidak
baik, tetapi apa yang lebih baik daripada kebaikan yang tidak diragukan,
adalah hal yang luar biasa" (Yohanes Krisostomus, virg. 10,1)
Perayaan Perkawinan
ritus Latin, perayaan Perkawinan antara dua orang beriman Katolik  dilakukan dalam misa kudus, berhubungan semua Sakramen dengan misteri Paska Kristus. Dalam Ekaristi terjadilah peringatan Perjanjian Baru,  Kristus mempersatukan diri untuk selama-lamanya dengan Gereja, mempelai kekasih, untuk menyerahkan diri. pantaslah bahwa kedua mempelai memeteraikan  sebagai penyerahan diri
secara timbal balik, mempersatukan diri dan penyerahan Kristus kepada
Gereja, yang dihadirkan dalam kurban Ekaristi dan menerima Ekaristi, mereka membentuk satu tubuh di dalam Kristus melalui persatuan bersama
tubuh dan darah Kristus.
Sebagai pengudusan sakramental, perayaan Perkawinan liturgi
Yang harus sah, layak, dan berdaya guna. dianjurkan  kedua
mempelai mempersiapkan diri untuk Perkawinan dengan menerima Sakramen
Pengakuan. pada umumnya orang berpendapat para mempelai sendiri sebagai pengantara rahmat Kristus saling memberikan Sakramen Perkawinan,
dengan menyatakan kehendaknya mengadakan Perkawinan di hadapan Gereja.
Liturgi Timur , yang dinamakan pemahkotaan, diberi
melalui imam atau Uskup. Ia menerima kesepakatan  kedua mempelai,
memahkotai mempelai pria dan wanita sebagai tanda perjanjian Perkawinan
Semua liturgi sungguh kaya doa pemberkatan dan epiklese, memohon
Rahmat Alllah dan berkat untuk pasangan Perkawinan baru, terutama
mempelai Wanita. Dalam epiklese Sakramen kedua mempelai menerima Roh
Kudus sebagai persatuan cinta antara Kristus dan Gereja.. Dialah meterai
perjanjian mereka, sumber mengalir bagi cinta mereka, kekuatan untuk
membaharui kesetiaan mereka.
Kesepakatan Perkawinan
Perjanjian Perkawinan diikat  seorang pria dan seorang wanita telah dibaptis
dan bebas mengadakan Perkawinan dan menyampaikan kesepakatan
secara sukarela. Bebas berarti tidak dipaksa;
tidak dihalangi  hukum kodrat atau Gereja.
Perkawinan itu terjadi melalui penyampaian
kesepakatan. Jika kesepakatan tidak ada, Perkawinan tidak
jadi. Kesepakatan itu  tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan menerima antara suami dan isteri Saya menerima
engkau sebagai isteri saya; saya menerima engkau sebagai suami saya"
Kesepakatan yang mengikat para mempelai satu sama lain diwujudkan demikian,
Bahwa keduanya menjadi satu daging. Kesepakatan merupakan kegiatan kehendak setiap pihak yang mengadakan perjanjian dan bebas paksaan atau rasa takut  hebat, yang berasal dari luar. Tidak ada  kekuasaan manusiawi dapat menggantikan kesepakatan.kebebasan ini tidak ada, maka Perkawinan tidak sah. Gereja berwewenang, dapat menyatakan Perkawinan  tidak sah, artinya
menjelaskan Perkawinan tidak pernah ada. kedua pihak bebas
untuk kawin; mereka hanya harus menepati kewajiban kodrati,
muncul dari hubungan terdahulu Imam atau diaken bertugas dalam upacara Perkawinan, menerima kesepakatan kedua mempelai atas nama Gereja dan memberi berkat Gereja. Kehadiran pejabat Gereja dan saksi-saksi Perkawinan menyatakan dengan jelas bahwa Perkawinan adalah satu bentuk kehidupan Gereja. Karena alasan ini Gereja biasanya menuntut dari umat berimannya, bahwa mereka
mengikat Perkawinan dalam bentuk Gereja. Untuk
ketentuan ini terdapat beberapa alasan:
Perkawinan sakramental adalah kegiatan liturgi.
Perkawinan mengantar masuk ke dalam status Gereja; ia menciptakan hak
dan kewajiban suami isteri dan terhadap anak-anak di Gereja.
Karena Perkawinan adalah status hidup di dalam Gereja, harus ada kepastian
peresmian Perkawinan
kehadiran para saksi sungguh mutlak.
Sifat publik dari kesepakatan melindungi perkataan Ya pernah diberikan dan
membantu  setia kepadanya
Supaya perkataan Ya dari kedua mempelai merupakan tindakan  bebas dan
bertanggung jawab, dan  perjanjian Perkawinan mempunyai dasar kuat
dan langgeng secara manusiawi dan Kristen, maka persiapan menjelang Perkawinan
sangat penting.Contoh pendidikan orang-tua dan keluarga merupakan persiapan terbaik.
Perkawinan Campur dan Perkawinan Beda Agama
Perkawinan campur antara orang Katolik dengan orang dibaptis bukan Katolik,
sering terjadi di banyak negara, membutuhkan perhatian khusus, baik dari pihak
kedua mempelai maupun para pastor.perbedaan agama (antara orang
Katolik dan orang yang tidak dibaptis) dibutuhkan sikap waspada lebih besar
. Kenyataan jika kedua mempelai bukan anggota Gereja yang sama, bukan
halangan Perkawinan yang tidak dapat diatasi, mereka berhasil
menggabungkan apa saja yang setiap pihak sudah terima dalam persekutuan
Gereja, dan belajar satu dari yang lain, bagaimana setiap mereka menghayati
kesetiaan kepada Kristus. Tetapi masalah berkaitan Perkawinan
campur, jangan anggap remeh. Mereka timbul dari kenyataan perpecahan
umat Kristen belum diatasi. Untuk suami isteri bahaya, mereka merasakan
nasib sial dari ketidaksatuan umat Kristen dalam pangkuan keluarganya. Perbedaan
agama malahan dapat memperberat masalah ini. Pandangan yang berbeda-beda
mengenai iman dan juga mengenai Perkawinan, tetapi juga sikap semangat religius
yang berbeda-beda, dapat menimbulkan ketegangan dalam Perkawinan, terutama
dalam hubungan dengan pendidikan anak-anak. Lalu dapat timbul bahaya untuk
menjadi acuh tak acuh terhadap agama. Sesuai dengan hukum yang berlaku dalam Gereja Latin, maka Perkawinan campur
membutuhkan izin eksplisit dari otoritas Gereja, supaya diizinkan..
Dalam hal perbedaan agama dibutuhkan dispensasi eksplisit dari halangan ini demi
keabsahannya. Izin dan dispensasi ini mengandaikan bahwa kedua
mempelai mengetahui dan tidak menolak tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan,
demikian pula kewajiban yang dipikul pihak Katolik menyangkut pembaptisan dan
pendidikan anak-anak dalam Gereja Katolik..
Berkat dialog ekumenis, maka di banyak wilayah jemaat-jemaat Kristen yang
bersangkutan dapat mengorganisasi satu pastoral Perkawinan campur secara bersamasama.
Pastoral ini ingin mengajak pasangan-pasangan itu, supaya menghidupi
keadaan khususnya dalam terang iman. Sementara itu ia juga mau membantu mereka
untuk mengatasi ketegangan antara kewajiban suami isteri satu terhadap yang lain dan
terhadap persekutuan gerejani masing-masing. Pastoral ini harus mengembangkan apa
yang sama dalam iman kedua mempelai, dan menghormati apa berbeda.
Dalam perbedaan agama, pihak Katolik mempunyai tugas khusus karena suami
tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri tidak beriman itu
dikuduskan oleh suaminya" (1 Kor 7:14). Untuk pihak Katolik dan untuk Gereja
adalah kegembiraan besar, apabila pengudusan  dapat mengantar menuju
pertobatan secara sukarela dari pihak lain ke iman Kristen. Cinta perkawinan  tulus, pelaksanaan kebajikan keluarga yang sederhana dan sabar serta doa yang tekun dapat mempersiapkan pihak  bukan Kristen untuk menerima rahmat pentobatan.
Buah-buah Sakramen Perkawinan
Perkawinan sah timbul ada ikatan antara suami isteri, yang kodratnya bersifat
tetap dan eksklusif, suami isteri diperkuat dengan Sakramen khusus untuk tugas serta martabat status dan seakan ditahbiskan
Ikatan Perkawinan
Janji oleh kedua mempelai saling memberi dan saling menerima, dimeterai
oleh Allah.perjanjian mereka timbullah satu lembaga, berdasarkan peraturan ilahi, kokoh, depan masyarakat. Perjanjian
suami isteri digabungkan dalam perjanjian Allah dengan manusia Cinta kasih suami
isteri sejati diangkat ke dalam cinta kasih ilahi".
Perkawinan diikat oleh Allah sendiri, sehingga Perkawinan
antara orang dibaptis sudah diresmikan dan dilaksanakan, tidak
dapat diceraikan. Ikatan timbul dari keputusan bebas suami isteri dan
pelaksanaan Perkawinan, kenyataan tidak dapat ditarik
kembali dan membentuk satu perjanjian yang dijamin oleh kesetiaan Allah. Gereja
tidak berkuasa untuk mengubah penetapan kebijaksanaan ilahi.
Rahmat Sakramen Perkawinan
Dalam status hidup dan kedudukannya suami isteri mempunyai karunia yang khas di
tengah umat Allah". Rahmat khusus Sakramen Perkawinan itu dimaksudkan
untuk menyempurnakan cinta suami isteri dan untuk memperkuat kesatuan mereka
yang tidak dapat diceraikan. Berkat rahmat ini "para suami isteri dalam hidup
berkeluarga maupun dalam menerima serta mendidik anak saling membantu untuk
menjadi suci" .
Kristus adalah sumber rahmat ini. Seperti "dulu Allah menghampiri bangsa-Nya
dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu pula sekarang Penyelamat umat
manusia dan Mempelai Gereja, melalui Sakramen Perkawinan menyambut suami
isteri kristiani. Ia tinggal bersama mereka dan memberi mereka kekuatan
untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya, bangun lagi setelah jatuh, untuk
saling mengampuni, menanggung beban orang lain, merendahkan diri seorang kepada yang lain "di dalam takut akan Kristus" (Ef 5:21), dan saling
mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan adikodrati. Dalam kegembiraan
cintanya dan kehidupan keluarganya mereka sudah diberi-Nya prarasa dari perjamuan
perkawinan Anak Domba.
"Bagaimana saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang
dipersatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dan dimeteraikan
oleh berkat, diwartakan oleh para malaikat, dan disahkan oleh Bapa ?... Betapa
mengagumkan pasangan itu; dua orang beriman, dengan satu harapan, satu
keinginan, satu cara hidup, satu pengabdian ! Anak-anak dari satu Bapa. abdi
dari satu Tuhan ! Tidak ada pemisahan antara mereka dalam jiwa maupun
dalam raga, tetapi sungguh dua dalam satu daging. Bila dagingnya itu satu,
satu pulalah roh mereka" (Tertulianus, ux. 2,9)
"Cinta kasih suami isteri mencakup suatu keseluruhan. Di situ termasuk semua unsur
pribadi: tubuh beserta naluri-nalurinya, daya kekuatan perasaan dan afektivitas,
aspirasi roh maupun kehendak. Yang menjadi tujuan yakni: kesatuan yang bersifat
pribadi sekali; kesatuan yang melampaui persatuan badani dan mengantar menuju
pembentukan satu hati dan satu jiwa; kesatuan itu memerlukan sifat tidak terceraikan
dan kesetiaan dalam penyerahan diri secara timbal balik yang definitif, dan kesatuan
itu terbuka bagi kesuburan. Pendek kata: itulah ciri-ciri normal setiap cinta kasih
kodrati antara suami dan isteri, tetapi dengan makna baru, yang tidak hanya
menjernihkan serta meneguhkan, tetapi juga mengangkat cinta itu, sehingga menjadi
pengungkapan nilai-nilai yang khas Kristen".
Perkawinan Itu Satu dan Tidak Terceraikan
Cinta suami isteri dari kodratnya menuntut kesatuan dan sifat yang tidak terceraikan
dari persekutan pribadi mereka, yang mencakup seluruh hidup mereka: "mereka
bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:6) "Mereka dipanggil untuk tetap
bertumbuh dalam kesatuan mereka melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji
Perkawinannya untuk saling menyerahkan diri seutuhnya". Persatuan
manusia ini diteguhkan, dijernihkan, dan disempurnakan oleh persatuan dalam Yesus
Kristus yang diberikan dalam Sakramen Perkawinan. Ia memperdalam diri dengan
hidup iman bersama dan oleh Ekaristi yang diterima bersama.
Karena kesamaan martabat pribadi antara suami dan isteri, yang harus tampil dalam
kasih sayang timbal balik dan penuh-purna, jelas sekali nampaklah kesatuan
Perkawinan yang dikukuhkan oleh Tuhan" . Poligami melawan martabat
yang sama suami isteri dan cinta dalam keluarga, yang unik dan eksklusif.
Kesetiaan dalam Cinta Suami Isteri
Dari kodratnya cinta Perkawinan menuntut kesetiaan yang tidak boleh diganggu gugat
oleh suami isteri. Itu merupakan akibat dari penyerahan diri dalamnya suami isteri
saling memberi diri. Cinta itu sifatnya definitif. Ia tidak bisa berlaku hanya "untuk
sementara". "Sebagaimana saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula
kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami isteri yang sepenuhnya, dan
menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu.Alasan terdalam ditemukan dalam kesetiaan Allah dalam perjanjian-Nya dan dalam
kesetiaan Kristus kepada Gereja-Nya. Oleh Sakramen Perkawinan suami isteri
disanggupkan untuk menghidupi kesetiaan ini dan untuk memberi kesaksian
tentangnya. Oleh Sakramen, maka Perkawinan yang tak terceraikan itu mendapat satu
arti baru yang lebih dalam. Mengikat diri untuk seumur hidup kepada seorang manusia, dapat kelihatan berat,
malahan tidak mungkin. Maka lebih penting lagi untuk mewartakan kabar gembira,
bahwa Allah mencintai kita dengan cinta yang definitif dan tak terbatalkan, bahwa
suami isteri mengambil bagian dalam cinta ini, bahwa cinta ini menopang dan
membantu mereka dan bahwa mereka dapat menjadi saksi-saksi cinta Allah yang setia
melalui kesetiaan mereka. Suami isteri, yang dengan bantuan Allah memberi
kesaksian ini dalam keadaan yang sering kali sangat sulit, berhak atas terima kasih
dan bantuan dari persekutuan gerejani
Tetapi ada situasi, di mana hidup bersama dalam keluarga, karena alasan-alasan yang
sangat bervariasi, praktis tidak mungkin lagi. Dalam keadaan semacam ini Gereja
mengizinkan, bahwa suami isteri secara badani berpisah dan tidak perlu lagi tinggal
bersama. Tetapi Perkawinan dari suami isteri yang berpisah ini tetap sah di hadirat
Allah; mereka tidak bebas untuk mengadakan Perkawinan baru. Dalam situasi yang
berat ini perdamaian merupakan penyelesaian yang terbaik, jika mungkin. Jemaat
Kristen harus membantu orang-orang ini, agar dapat menanggulangi situasi hidup
mereka ini secara Kristen dan dalam kesetiaan kepada ikatan Perkawinannya yang tak
terpisahkan.Dalam banyak negara, dewasa ini terdapat banyak orang Katolik yang meminta
perceraian menurut hukum sipil dan mengadakan Perkawinan baru secara sipil. Gereja
merasa diri terikat kepada perkataan Yesus Kristus: "Barang siapa menceraikan
isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap
isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain,
ia berbuat zina" (Mrk 10:11-12). Karena itu, Gereja memegang teguh bahwa ia tidak
dapat mengakui sah ikatan yang baru, kalau Perkawinan pertama itu sah. Kalau
mereka yang bercerai itu kawin lagi secara sipil, mereka berada dalam satu situasi
yang secara obyektif bertentangan dengan hukum Allah. Karena itu, mereka tidak
boleh menerima komuni selama situasi ini masih berlanjut. Dengan alasan yang sama
mereka juga tidak boleh melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam Gereja. Pemulihan
melalui Sakramen Pengakuan hanya dapat diberikan kepada mereka yang menyesal,
bahwa mereka telah mencemari tanda perjanjian dan kesetiaan kepada Kristus, dan
mewajibkan diri supaya hidup dalam pantang yang benar.
1651 Kepada orang-orang Kristen yang hidup dalam situasi ini dan yang sering kali
mempertahankan imannya dan ingin mendidik anak-anaknya secara Kristen, para
imam dan seluruh jemaat harus memberi perhatian yang wajar, supaya mereka tidak
menganggap diri seakan-akan terpisah dari Gereja, karena mereka sebagai orang yang
dibaptis dapat dan harus mengambil bagian dalam kehidupannya.
"Hendaklah mereka didorong untuk mendengarkan Sabda Allah, menghadiri
kurban Ekaristi, tabah dalam doa, menyumbang kepada karya-karya cinta
kasih dan kepada usaha-usaha jemaat demi keadilan, membina anak-anak
mereka dalam iman Kristen, mengembangkan semangat serta praktik ulah
tapa, dan dengan demikian dari hari ke hari memohon rahmat Allah"
Kesediaan untuk Kesuburan
 "Menurut sifat kodratinya lembaga Perkawinan sendiri dan cinta kasih suami isteri
tertujukan kepada lahirnya keturunan serta pendidikannya, dan sebagai puncaknya
bagaikan dimahkotai olehnya"
"Memang anak-anak merupakan karunia Perkawinan yang paling luhur, dan
besar sekali artinya bagi kesejahteraan orang-tua sendiri. Allah sendiri
bersabda: 'Tidak baiklah manusia hidup seorang diri' (Kej 2:18); lagi: 'Dia...
yang sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan' (Mat 19:4), Ia
bermaksud mengizinkan manusia, untuk secara khusus ikut serta dalam karya
penciptaan-Nya sendiri, dan memberkati pria maupun wanita sambil
berfirman: 'Beranak-cucu dan bertambah banyaklah' (Kej 1:28). Oleh karena
itu pengembangan kasih suami isteri yang sejati, begitu pula seluruh tata hidup
berkeluarga yang bertumpu padanya, tanpa memandang kalah penting tujuantujuan
Perkawinan lainnya, bertujuan supaya suami isteri bersedia untuk penuh
keberanian bekerja sama dengan cinta kasih Sang Pencipta dan Penyelamat,
yang melalui mereka makin memperluas dan memperkaya keluarga-Nya
Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral,
rohani, dan adikodrati, yang orang-tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui
pendidikan. Orang-tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting.. Dalam
arti ini, maka tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian
kehidupan.
 Suami isteri yang tidak dikarunia Tuhan dengan anak-anak, masih dapat menjalankan
kehidupan berkeluarga yang berarti secara manusiawi dan Kristen: Perkawinan
mereka dapat menghasilkan dan memancarkan cinta kasih, kerelaan untuk membantu,
dan semangat berkurban.
Gereja-Rumah Tangga
Kristus memilih supaya dilahirkan dan berkembang dalam pangkuan keluarga Yosef
dan Maria. Gereja itu tidak lain dari "keluarga Allah". Sejak awal, pokok Gereja
sering kali dibentuk dari mereka yang menjadi percaya "dengan seluruh keluarganya".
Ketika mereka bertobat, mereka juga menginginkan, agar "seisi rumah
mereka" menerima keselamatan.. Keluarga-keluarga yang menjadi
percaya ini adalah pulau-pulau kehidupan Kristen di dalam dunia yang tidak percaya.
Dewasa ini, di suatu dunia yang sering kali berada jauh dari iman atau malahan
bermusuhan, keluarga-keluarga Kristen itu sangat penting sebagai pusat suatu iman
yang hidup dan meyakinkan. Karena itu Konsili Vatikan II menamakan keluarga
menurut sebuah ungkapan tua "Ecclesia domestica" [Gereja-rumah tangga]
.Dalam pangkuan keluarga "hendaknya orang-tua dengan perkataan maupun
teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang-tua wajib
memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani"
Disini dilaksanakan imamat yang diterima melalui Pembaptisan, yaitu imamat bapa
keluarga, ibu, anak-anak, semua anggota keluarga atas cara yang paling indah "dalam
menyambut Sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi
kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif".
Dengan demikian keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan
"suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan". Di sini orang belajar
ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara sekandung, pengampunan
dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan terutama pengabdian kepada Allah dalam
doa dan dalam penyerahan hidup. 1658 Kita harus memperhatikan lagi satu kategori umat, yang akibat situasi nyata
kehidupannya - yang sering tidak mereka pilih secara sukarela - begitu dekat dengan
hati Yesus dan karena itu patut mendapat penghargaan dan perhatian istimewa dari
pihak Gereja, terutama dari para pastor: jumlah besar kelompok orang yang tidak
kawin. Banyak dari mereka hidup tanpa keluarga manusiawi, karena mereka miskin.
Beberapa orang menanggulangi situasi kehidupan mereka dalam jiwa sabda bahagia,
di mana mereka dengan sangat baik mengabdi kepada Allah dan sesama. Bagi mereka
semua, harus dibuka pintu-pintu keluarga, "Gereja-rumah tangga" dan pintu keluarga
besar, Gereja. "Tidak ada seorang pun di dunia tanpa keluarga. Gereja adalah rumah
tangga dan keluarga bagi siapa pun juga, khususnya bagi mereka yang 'letih lesu dan
berbeban berat' (Mat 11:28)"