Mohon tunggu...
BLASIUS I WAYAN SALVARIANTHA
BLASIUS I WAYAN SALVARIANTHA Mohon Tunggu... Mahasiswa - POSTULAT

MANTAP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Itu Sakramen Menurut Pernikahan Gereja

14 Mei 2023   14:03 Diperbarui: 14 Mei 2023   14:12 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa Itu Sakramen Perkawinan?

Sakramen Pekawainan Yaitu Perjanjian Dalam Perkawinan Antara Pria Dan Wanita Yang Membentuk Kebersamaan Seluruh Hidup Berdasarkan Kesejahteraan Istri Pada Kelahiran Dan Pendidikan Anak.

Perkawinan Dalam Rencana Allah

Kitab Suci Menceritakan Penciptaan Pria Dan Wanita Menurut Citra Allah Dan Berakhir Pada Perjamuan Anak Domba

Perkawinan Dalam Tata Ciptaan

Persatuan hidup dan kasih suami isteri yang mesra yang di adakan oleh sang pencipta dan dikukuhkan oleh hukumnya.allah sendiri pencipta perkawinan Tuhan yang  menciptakan manusia karena cinta,  memanggil dia untuk

mencinta, satu panggilan dan mendasar setiap manusia. Manusia

diciptakan menurut citra Allah.  pria dan wanita diciptakan satu untuk yang lain: "Tidak

baik, kalau manusia itu seorang diri saja" (Kej 2:18). Wanita adalah "daging dari

dagingnya"  artinya: ia  partner sederajat dan sangat dekat. Ia

diberikan oleh Allah kepadanya  penolong  dan demikian

mewakili Allah, kita beroleh pertolongan. Karena itu seorang

laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya serta bersatu bersama isterinya, sehingga

keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24). Hal ini artinya kesatuan hidup mereka

berdua yang tidak diceraikan, ditegaskan oleh Yesus , karena Ia

mengingatkan bahwa sejak awal adalah rencana Allah yang mengatalan mereka bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:6).

Perkawinan Di Bawah Kekuasaan Dosa

manusia mengalami kejahatan dalam lingkungannya dan dirinya sendiri.

Pengalaman ini terlihat dalam hubungan antara pria dan wanita. Persatuan

mereka diancam oleh perselisihan, nafsu berkuasa, ketidaksetiaan,

kecemburuan, dan konflik, sehingga dapat mengakibatkan kebencian dan perceraian.

Keadaan  tidak teratur dapat tampak  lebih kuat atau kurang kuat dapat diatasi dalam kebudayaan, zaman, dan pribadi tertentu,  ia merupakan gejala umum.

Menurut iman , keadaan tidak teratur , yang kita saksikan dengan

sedih hati, bukan berasal dari kodrat pria dan wanita

melainkan  dosa. Setelah merusakkan hubungan dengan

Allah, akibat pertama, dosa asal merusak hubungan asli pria dan

wanita. Hubungan mereka diganggu oleh kecondongan timbal balik yang diberi Pencipta secara khusus, berubah menjadi nafsu berkuasa dan nafsu seks. panggilan yang indah pria dan wanita supaya  subur, beranak cucu, dan menaklukkan bumi

dibebani rasa sakit melahirkan dan keringat untuk mencari nafkah.

Tetapi tata ciptaan tetap bertahan, walaupun sudah terguncang. Untuk

menyembuhkan luka-luka  diakibatkan dosa, pria dan wanita membutuhkan

pertolongan rahmat, Allah selalu berikan dalam kerahiman yang tidak

terbatas. Tanpa bantuan ini pria dan wanita tidak pernah berhasil

menciptakan kesatuan hidup

Perkawinan dalam Tuhan

perkawinan antara Allah dan umat Israel. demi mempersiapkan

perjanjian baru dan abadi. Dalam Perjanjian  Putera Allah dalam penjelmaan-

menjadi manusia dan penyerahan hidup boleh dikatakan

mempersatukan diri dengan seluruh manusia yang diselamatkan.

awal hidup di muka umum Yesus melakukan atas permohonan maria

mukjizat yang pertama pada suatu pesta perkawinan.. Gereja

menganggap kehadiran Yesus pada pesta perkawinan di Kana itu hal penting. Ia

melihat di dalam suatu penegasan bahwa Perkawinan sesuatu yang baik,

dan pernyataan mulai sekarang Perkawinan adalah  tanda tentang

kehadiran Kristus yang berdaya guna. Dalam pewartaan, Yesus mengajarkan dengan jelas arti asli dari persatuan pria

dan wanita, seperti dikehendaki Pencipta sejak permulaan; izin  diberikan

oleh Musa untuk menceraikan isteri adalah penyesuaian terhadap ketegaran hati kesatuan perkawinan pria dan wanita tidak tercerai. Allah sendiri

telah mempersatukan mereka Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh

diceraikan manusia (Mat 19:6). Penegasan bahwa tali Perkawinan tidak dapat diputuskan, menimbulkan

kebingungan dan dianggap satu tuntutan tidak dapat dipenuhi. Tetapi Yesus

tidak meletakkan kepada suami isteri beban tidak terpikulkan lebih berat lagi daripada peraturan Musa. Dengan memperbaiki tata ciptaan awal diguncangkan oleh dosa, Ia memberi kekuatan dan rahmat, untuk menghidupkan Perkawinan dalam sikap baru Kerajaan Allah. Kalau suami isteri mengikuti Kristus, menyangkali diri  dan memikul salib. Mereka akan mengerti arti asli dari Perkawinan. dan dapat hidup

menurut pertolongan Kristus. Rahmat Perkawinan Kristen adalah buah

salib Kristus, sumber penghayatan Kristen. Santo Paulus berkata: Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk, menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan

air dan firman (Ef 5:25-26). Ia menambahkan: Sebab itu laki-laki akan

meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya

itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan

Kristus dan jemaat (Ef 5:31-32). kehidupan Kristen diwarnai cinta mempelai Kristus dan Gereja.Pembaptisan, langkah masuk ke dalam Umat Allah, merupakan satu misteri

mempelai; ia boleh dikatakan permandian perkawinan,. yang mendahului

perjamuan perkawinan, Ekaristi. Perkawinan Kristen menjadi tanda perjanjian antara Kristus dan Gereja. Karena menandakan dan

membagikan rahmat, maka Perkawinan antara mereka yang dibaptis adalah Sakramen Perjanjian Baru

Keperawanan demi Kerajaan Surga

Kristus adalah pusat kehidupan Kristen. Hubungan bersama Dia lebih utama

dari ikatan lain dalam keluarga dan masyarakat. Sejak

permulaan Gereja terdapat kelompok pria dan wanita yang meninggalkan Perkawinan,

supaya mengikuti Anak Domba ke mana pun Ia pergi untuk

memperhatikan kepentingan Allah, mencari jalan agar berkenan . dan untuk menyongsong mempelai akan datang.. Kristus telah mengundang orang tertentu supaya mengikuti Dia dalam cara hidup sendiri telah jalankan:

"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari

rahim ibunya, dan ada orang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada

orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena

Kerajaan surga. Siapa yang dapat mengerti, hendaklah ia mengerti" (Mat

19:12).Keperawanan demi Kerajaan surga adalah perkembangan rahmat pembaptisan, satu tanda unggul dari prioritas hubungan dengan Kristus, kerinduan yang tabah akan

kedatangan kembali, satu tanda yang juga mengingatkan bahwa Perkawinan

termasuk dalam tatanan dunia yang akan berlalu. Kedua Sakramen Perkawinan dan keperawanan demi Kerajaan Allah, berasal

dari Tuhan. Ia memberi  suatu arti dan menganugerahkan rahmat

mutlak perlu, supaya sesuai dengan kehendak-Nya. Penghargaan tinggi terhadap keperawanan demi Kerajaan surga dan arti Perkawinan Kristen tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain mereka saling mendukung. Barang siapa meremehkan Perkawinan, sekaligus merongrong keluhuran

keperawanan. Barang siapa memuji Perkawinan juga meningkatkan

penghormatan terhadap keperawanan. Apa kelihatannya baik hanya

karena dengan sesuatu yang buruk, sebenarnya tidak

baik, tetapi apa yang lebih baik daripada kebaikan yang tidak diragukan,

adalah hal yang luar biasa" (Yohanes Krisostomus, virg. 10,1)

Perayaan Perkawinan

ritus Latin, perayaan Perkawinan antara dua orang beriman Katolik  dilakukan dalam misa kudus, berhubungan semua Sakramen dengan misteri Paska Kristus. Dalam Ekaristi terjadilah peringatan Perjanjian Baru,  Kristus mempersatukan diri untuk selama-lamanya dengan Gereja, mempelai kekasih, untuk menyerahkan diri. pantaslah bahwa kedua mempelai memeteraikan  sebagai penyerahan diri

secara timbal balik, mempersatukan diri dan penyerahan Kristus kepada

Gereja, yang dihadirkan dalam kurban Ekaristi dan menerima Ekaristi, mereka membentuk satu tubuh di dalam Kristus melalui persatuan bersama

tubuh dan darah Kristus.

Sebagai pengudusan sakramental, perayaan Perkawinan liturgi

Yang harus sah, layak, dan berdaya guna. dianjurkan  kedua

mempelai mempersiapkan diri untuk Perkawinan dengan menerima Sakramen

Pengakuan. pada umumnya orang berpendapat para mempelai sendiri sebagai pengantara rahmat Kristus saling memberikan Sakramen Perkawinan,

dengan menyatakan kehendaknya mengadakan Perkawinan di hadapan Gereja.

Liturgi Timur , yang dinamakan pemahkotaan, diberi

melalui imam atau Uskup. Ia menerima kesepakatan  kedua mempelai,

memahkotai mempelai pria dan wanita sebagai tanda perjanjian Perkawinan

Semua liturgi sungguh kaya doa pemberkatan dan epiklese, memohon

Rahmat Alllah dan berkat untuk pasangan Perkawinan baru, terutama

mempelai Wanita. Dalam epiklese Sakramen kedua mempelai menerima Roh

Kudus sebagai persatuan cinta antara Kristus dan Gereja.. Dialah meterai

perjanjian mereka, sumber mengalir bagi cinta mereka, kekuatan untuk

membaharui kesetiaan mereka.

Kesepakatan Perkawinan

Perjanjian Perkawinan diikat  seorang pria dan seorang wanita telah dibaptis

dan bebas mengadakan Perkawinan dan menyampaikan kesepakatan

secara sukarela. Bebas berarti tidak dipaksa;

tidak dihalangi  hukum kodrat atau Gereja.

Perkawinan itu terjadi melalui penyampaian

kesepakatan. Jika kesepakatan tidak ada, Perkawinan tidak

jadi. Kesepakatan itu  tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan menerima antara suami dan isteri Saya menerima

engkau sebagai isteri saya; saya menerima engkau sebagai suami saya"

Kesepakatan yang mengikat para mempelai satu sama lain diwujudkan demikian,

Bahwa keduanya menjadi satu daging. Kesepakatan merupakan kegiatan kehendak setiap pihak yang mengadakan perjanjian dan bebas paksaan atau rasa takut  hebat, yang berasal dari luar. Tidak ada  kekuasaan manusiawi dapat menggantikan kesepakatan.kebebasan ini tidak ada, maka Perkawinan tidak sah. Gereja berwewenang, dapat menyatakan Perkawinan  tidak sah, artinya

menjelaskan Perkawinan tidak pernah ada. kedua pihak bebas

untuk kawin; mereka hanya harus menepati kewajiban kodrati,

muncul dari hubungan terdahulu Imam atau diaken bertugas dalam upacara Perkawinan, menerima kesepakatan kedua mempelai atas nama Gereja dan memberi berkat Gereja. Kehadiran pejabat Gereja dan saksi-saksi Perkawinan menyatakan dengan jelas bahwa Perkawinan adalah satu bentuk kehidupan Gereja. Karena alasan ini Gereja biasanya menuntut dari umat berimannya, bahwa mereka

mengikat Perkawinan dalam bentuk Gereja. Untuk

ketentuan ini terdapat beberapa alasan:

Perkawinan sakramental adalah kegiatan liturgi.

Perkawinan mengantar masuk ke dalam status Gereja; ia menciptakan hak

dan kewajiban suami isteri dan terhadap anak-anak di Gereja.

Karena Perkawinan adalah status hidup di dalam Gereja, harus ada kepastian

peresmian Perkawinan

kehadiran para saksi sungguh mutlak.

Sifat publik dari kesepakatan melindungi perkataan Ya pernah diberikan dan

membantu  setia kepadanya

Supaya perkataan Ya dari kedua mempelai merupakan tindakan  bebas dan

bertanggung jawab, dan  perjanjian Perkawinan mempunyai dasar kuat

dan langgeng secara manusiawi dan Kristen, maka persiapan menjelang Perkawinan

sangat penting.Contoh pendidikan orang-tua dan keluarga merupakan persiapan terbaik.

Perkawinan Campur dan Perkawinan Beda Agama

Perkawinan campur antara orang Katolik dengan orang dibaptis bukan Katolik,

sering terjadi di banyak negara, membutuhkan perhatian khusus, baik dari pihak

kedua mempelai maupun para pastor.perbedaan agama (antara orang

Katolik dan orang yang tidak dibaptis) dibutuhkan sikap waspada lebih besar

. Kenyataan jika kedua mempelai bukan anggota Gereja yang sama, bukan

halangan Perkawinan yang tidak dapat diatasi, mereka berhasil

menggabungkan apa saja yang setiap pihak sudah terima dalam persekutuan

Gereja, dan belajar satu dari yang lain, bagaimana setiap mereka menghayati

kesetiaan kepada Kristus. Tetapi masalah berkaitan Perkawinan

campur, jangan anggap remeh. Mereka timbul dari kenyataan perpecahan

umat Kristen belum diatasi. Untuk suami isteri bahaya, mereka merasakan

nasib sial dari ketidaksatuan umat Kristen dalam pangkuan keluarganya. Perbedaan

agama malahan dapat memperberat masalah ini. Pandangan yang berbeda-beda

mengenai iman dan juga mengenai Perkawinan, tetapi juga sikap semangat religius

yang berbeda-beda, dapat menimbulkan ketegangan dalam Perkawinan, terutama

dalam hubungan dengan pendidikan anak-anak. Lalu dapat timbul bahaya untuk

menjadi acuh tak acuh terhadap agama. Sesuai dengan hukum yang berlaku dalam Gereja Latin, maka Perkawinan campur

membutuhkan izin eksplisit dari otoritas Gereja, supaya diizinkan..

Dalam hal perbedaan agama dibutuhkan dispensasi eksplisit dari halangan ini demi

keabsahannya. Izin dan dispensasi ini mengandaikan bahwa kedua

mempelai mengetahui dan tidak menolak tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan,

demikian pula kewajiban yang dipikul pihak Katolik menyangkut pembaptisan dan

pendidikan anak-anak dalam Gereja Katolik..

Berkat dialog ekumenis, maka di banyak wilayah jemaat-jemaat Kristen yang

bersangkutan dapat mengorganisasi satu pastoral Perkawinan campur secara bersamasama.

Pastoral ini ingin mengajak pasangan-pasangan itu, supaya menghidupi

keadaan khususnya dalam terang iman. Sementara itu ia juga mau membantu mereka

untuk mengatasi ketegangan antara kewajiban suami isteri satu terhadap yang lain dan

terhadap persekutuan gerejani masing-masing. Pastoral ini harus mengembangkan apa

yang sama dalam iman kedua mempelai, dan menghormati apa berbeda.

Dalam perbedaan agama, pihak Katolik mempunyai tugas khusus karena suami

tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri tidak beriman itu

dikuduskan oleh suaminya" (1 Kor 7:14). Untuk pihak Katolik dan untuk Gereja

adalah kegembiraan besar, apabila pengudusan  dapat mengantar menuju

pertobatan secara sukarela dari pihak lain ke iman Kristen. Cinta perkawinan  tulus, pelaksanaan kebajikan keluarga yang sederhana dan sabar serta doa yang tekun dapat mempersiapkan pihak  bukan Kristen untuk menerima rahmat pentobatan.

Buah-buah Sakramen Perkawinan

Perkawinan sah timbul ada ikatan antara suami isteri, yang kodratnya bersifat

tetap dan eksklusif, suami isteri diperkuat dengan Sakramen khusus untuk tugas serta martabat status dan seakan ditahbiskan

Ikatan Perkawinan

Janji oleh kedua mempelai saling memberi dan saling menerima, dimeterai

oleh Allah.perjanjian mereka timbullah satu lembaga, berdasarkan peraturan ilahi, kokoh, depan masyarakat. Perjanjian

suami isteri digabungkan dalam perjanjian Allah dengan manusia Cinta kasih suami

isteri sejati diangkat ke dalam cinta kasih ilahi".

Perkawinan diikat oleh Allah sendiri, sehingga Perkawinan

antara orang dibaptis sudah diresmikan dan dilaksanakan, tidak

dapat diceraikan. Ikatan timbul dari keputusan bebas suami isteri dan

pelaksanaan Perkawinan, kenyataan tidak dapat ditarik

kembali dan membentuk satu perjanjian yang dijamin oleh kesetiaan Allah. Gereja

tidak berkuasa untuk mengubah penetapan kebijaksanaan ilahi.

Rahmat Sakramen Perkawinan

Dalam status hidup dan kedudukannya suami isteri mempunyai karunia yang khas di

tengah umat Allah". Rahmat khusus Sakramen Perkawinan itu dimaksudkan

untuk menyempurnakan cinta suami isteri dan untuk memperkuat kesatuan mereka

yang tidak dapat diceraikan. Berkat rahmat ini "para suami isteri dalam hidup

berkeluarga maupun dalam menerima serta mendidik anak saling membantu untuk

menjadi suci" .

Kristus adalah sumber rahmat ini. Seperti "dulu Allah menghampiri bangsa-Nya

dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu pula sekarang Penyelamat umat

manusia dan Mempelai Gereja, melalui Sakramen Perkawinan menyambut suami

isteri kristiani. Ia tinggal bersama mereka dan memberi mereka kekuatan

untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya, bangun lagi setelah jatuh, untuk

saling mengampuni, menanggung beban orang lain, merendahkan diri seorang kepada yang lain "di dalam takut akan Kristus" (Ef 5:21), dan saling

mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan adikodrati. Dalam kegembiraan

cintanya dan kehidupan keluarganya mereka sudah diberi-Nya prarasa dari perjamuan

perkawinan Anak Domba.

"Bagaimana saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang

dipersatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dan dimeteraikan

oleh berkat, diwartakan oleh para malaikat, dan disahkan oleh Bapa ?... Betapa

mengagumkan pasangan itu; dua orang beriman, dengan satu harapan, satu

keinginan, satu cara hidup, satu pengabdian ! Anak-anak dari satu Bapa. abdi

dari satu Tuhan ! Tidak ada pemisahan antara mereka dalam jiwa maupun

dalam raga, tetapi sungguh dua dalam satu daging. Bila dagingnya itu satu,

satu pulalah roh mereka" (Tertulianus, ux. 2,9)

"Cinta kasih suami isteri mencakup suatu keseluruhan. Di situ termasuk semua unsur

pribadi: tubuh beserta naluri-nalurinya, daya kekuatan perasaan dan afektivitas,

aspirasi roh maupun kehendak. Yang menjadi tujuan yakni: kesatuan yang bersifat

pribadi sekali; kesatuan yang melampaui persatuan badani dan mengantar menuju

pembentukan satu hati dan satu jiwa; kesatuan itu memerlukan sifat tidak terceraikan

dan kesetiaan dalam penyerahan diri secara timbal balik yang definitif, dan kesatuan

itu terbuka bagi kesuburan. Pendek kata: itulah ciri-ciri normal setiap cinta kasih

kodrati antara suami dan isteri, tetapi dengan makna baru, yang tidak hanya

menjernihkan serta meneguhkan, tetapi juga mengangkat cinta itu, sehingga menjadi

pengungkapan nilai-nilai yang khas Kristen".

Perkawinan Itu Satu dan Tidak Terceraikan

Cinta suami isteri dari kodratnya menuntut kesatuan dan sifat yang tidak terceraikan

dari persekutan pribadi mereka, yang mencakup seluruh hidup mereka: "mereka

bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:6) "Mereka dipanggil untuk tetap

bertumbuh dalam kesatuan mereka melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji

Perkawinannya untuk saling menyerahkan diri seutuhnya". Persatuan

manusia ini diteguhkan, dijernihkan, dan disempurnakan oleh persatuan dalam Yesus

Kristus yang diberikan dalam Sakramen Perkawinan. Ia memperdalam diri dengan

hidup iman bersama dan oleh Ekaristi yang diterima bersama.

Karena kesamaan martabat pribadi antara suami dan isteri, yang harus tampil dalam

kasih sayang timbal balik dan penuh-purna, jelas sekali nampaklah kesatuan

Perkawinan yang dikukuhkan oleh Tuhan" . Poligami melawan martabat

yang sama suami isteri dan cinta dalam keluarga, yang unik dan eksklusif.

Kesetiaan dalam Cinta Suami Isteri

Dari kodratnya cinta Perkawinan menuntut kesetiaan yang tidak boleh diganggu gugat

oleh suami isteri. Itu merupakan akibat dari penyerahan diri dalamnya suami isteri

saling memberi diri. Cinta itu sifatnya definitif. Ia tidak bisa berlaku hanya "untuk

sementara". "Sebagaimana saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula

kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami isteri yang sepenuhnya, dan

menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu.Alasan terdalam ditemukan dalam kesetiaan Allah dalam perjanjian-Nya dan dalam

kesetiaan Kristus kepada Gereja-Nya. Oleh Sakramen Perkawinan suami isteri

disanggupkan untuk menghidupi kesetiaan ini dan untuk memberi kesaksian

tentangnya. Oleh Sakramen, maka Perkawinan yang tak terceraikan itu mendapat satu

arti baru yang lebih dalam. Mengikat diri untuk seumur hidup kepada seorang manusia, dapat kelihatan berat,

malahan tidak mungkin. Maka lebih penting lagi untuk mewartakan kabar gembira,

bahwa Allah mencintai kita dengan cinta yang definitif dan tak terbatalkan, bahwa

suami isteri mengambil bagian dalam cinta ini, bahwa cinta ini menopang dan

membantu mereka dan bahwa mereka dapat menjadi saksi-saksi cinta Allah yang setia

melalui kesetiaan mereka. Suami isteri, yang dengan bantuan Allah memberi

kesaksian ini dalam keadaan yang sering kali sangat sulit, berhak atas terima kasih

dan bantuan dari persekutuan gerejani

Tetapi ada situasi, di mana hidup bersama dalam keluarga, karena alasan-alasan yang

sangat bervariasi, praktis tidak mungkin lagi. Dalam keadaan semacam ini Gereja

mengizinkan, bahwa suami isteri secara badani berpisah dan tidak perlu lagi tinggal

bersama. Tetapi Perkawinan dari suami isteri yang berpisah ini tetap sah di hadirat

Allah; mereka tidak bebas untuk mengadakan Perkawinan baru. Dalam situasi yang

berat ini perdamaian merupakan penyelesaian yang terbaik, jika mungkin. Jemaat

Kristen harus membantu orang-orang ini, agar dapat menanggulangi situasi hidup

mereka ini secara Kristen dan dalam kesetiaan kepada ikatan Perkawinannya yang tak

terpisahkan.Dalam banyak negara, dewasa ini terdapat banyak orang Katolik yang meminta

perceraian menurut hukum sipil dan mengadakan Perkawinan baru secara sipil. Gereja

merasa diri terikat kepada perkataan Yesus Kristus: "Barang siapa menceraikan

isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap

isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain,

ia berbuat zina" (Mrk 10:11-12). Karena itu, Gereja memegang teguh bahwa ia tidak

dapat mengakui sah ikatan yang baru, kalau Perkawinan pertama itu sah. Kalau

mereka yang bercerai itu kawin lagi secara sipil, mereka berada dalam satu situasi

yang secara obyektif bertentangan dengan hukum Allah. Karena itu, mereka tidak

boleh menerima komuni selama situasi ini masih berlanjut. Dengan alasan yang sama

mereka juga tidak boleh melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam Gereja. Pemulihan

melalui Sakramen Pengakuan hanya dapat diberikan kepada mereka yang menyesal,

bahwa mereka telah mencemari tanda perjanjian dan kesetiaan kepada Kristus, dan

mewajibkan diri supaya hidup dalam pantang yang benar.

1651 Kepada orang-orang Kristen yang hidup dalam situasi ini dan yang sering kali

mempertahankan imannya dan ingin mendidik anak-anaknya secara Kristen, para

imam dan seluruh jemaat harus memberi perhatian yang wajar, supaya mereka tidak

menganggap diri seakan-akan terpisah dari Gereja, karena mereka sebagai orang yang

dibaptis dapat dan harus mengambil bagian dalam kehidupannya.

"Hendaklah mereka didorong untuk mendengarkan Sabda Allah, menghadiri

kurban Ekaristi, tabah dalam doa, menyumbang kepada karya-karya cinta

kasih dan kepada usaha-usaha jemaat demi keadilan, membina anak-anak

mereka dalam iman Kristen, mengembangkan semangat serta praktik ulah

tapa, dan dengan demikian dari hari ke hari memohon rahmat Allah"

Kesediaan untuk Kesuburan

 "Menurut sifat kodratinya lembaga Perkawinan sendiri dan cinta kasih suami isteri

tertujukan kepada lahirnya keturunan serta pendidikannya, dan sebagai puncaknya

bagaikan dimahkotai olehnya"

"Memang anak-anak merupakan karunia Perkawinan yang paling luhur, dan

besar sekali artinya bagi kesejahteraan orang-tua sendiri. Allah sendiri

bersabda: 'Tidak baiklah manusia hidup seorang diri' (Kej 2:18); lagi: 'Dia...

yang sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan' (Mat 19:4), Ia

bermaksud mengizinkan manusia, untuk secara khusus ikut serta dalam karya

penciptaan-Nya sendiri, dan memberkati pria maupun wanita sambil

berfirman: 'Beranak-cucu dan bertambah banyaklah' (Kej 1:28). Oleh karena

itu pengembangan kasih suami isteri yang sejati, begitu pula seluruh tata hidup

berkeluarga yang bertumpu padanya, tanpa memandang kalah penting tujuantujuan

Perkawinan lainnya, bertujuan supaya suami isteri bersedia untuk penuh

keberanian bekerja sama dengan cinta kasih Sang Pencipta dan Penyelamat,

yang melalui mereka makin memperluas dan memperkaya keluarga-Nya

Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral,

rohani, dan adikodrati, yang orang-tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui

pendidikan. Orang-tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting.. Dalam

arti ini, maka tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian

kehidupan.

 Suami isteri yang tidak dikarunia Tuhan dengan anak-anak, masih dapat menjalankan

kehidupan berkeluarga yang berarti secara manusiawi dan Kristen: Perkawinan

mereka dapat menghasilkan dan memancarkan cinta kasih, kerelaan untuk membantu,

dan semangat berkurban.

Gereja-Rumah Tangga

Kristus memilih supaya dilahirkan dan berkembang dalam pangkuan keluarga Yosef

dan Maria. Gereja itu tidak lain dari "keluarga Allah". Sejak awal, pokok Gereja

sering kali dibentuk dari mereka yang menjadi percaya "dengan seluruh keluarganya".

Ketika mereka bertobat, mereka juga menginginkan, agar "seisi rumah

mereka" menerima keselamatan.. Keluarga-keluarga yang menjadi

percaya ini adalah pulau-pulau kehidupan Kristen di dalam dunia yang tidak percaya.

Dewasa ini, di suatu dunia yang sering kali berada jauh dari iman atau malahan

bermusuhan, keluarga-keluarga Kristen itu sangat penting sebagai pusat suatu iman

yang hidup dan meyakinkan. Karena itu Konsili Vatikan II menamakan keluarga

menurut sebuah ungkapan tua "Ecclesia domestica" [Gereja-rumah tangga]

.Dalam pangkuan keluarga "hendaknya orang-tua dengan perkataan maupun

teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang-tua wajib

memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani"

Disini dilaksanakan imamat yang diterima melalui Pembaptisan, yaitu imamat bapa

keluarga, ibu, anak-anak, semua anggota keluarga atas cara yang paling indah "dalam

menyambut Sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberi

kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif".

Dengan demikian keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan

"suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan". Di sini orang belajar

ketabahan dan kegembiraan dalam pekerjaan, cinta saudara sekandung, pengampunan

dengan jiwa besar, malahan berkali-kali dan terutama pengabdian kepada Allah dalam

doa dan dalam penyerahan hidup. 1658 Kita harus memperhatikan lagi satu kategori umat, yang akibat situasi nyata

kehidupannya - yang sering tidak mereka pilih secara sukarela - begitu dekat dengan

hati Yesus dan karena itu patut mendapat penghargaan dan perhatian istimewa dari

pihak Gereja, terutama dari para pastor: jumlah besar kelompok orang yang tidak

kawin. Banyak dari mereka hidup tanpa keluarga manusiawi, karena mereka miskin.

Beberapa orang menanggulangi situasi kehidupan mereka dalam jiwa sabda bahagia,

di mana mereka dengan sangat baik mengabdi kepada Allah dan sesama. Bagi mereka

semua, harus dibuka pintu-pintu keluarga, "Gereja-rumah tangga" dan pintu keluarga

besar, Gereja. "Tidak ada seorang pun di dunia tanpa keluarga. Gereja adalah rumah

tangga dan keluarga bagi siapa pun juga, khususnya bagi mereka yang 'letih lesu dan

berbeban berat' (Mat 11:28)"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun