Mohon tunggu...
wawan s
wawan s Mohon Tunggu... Buruh - Belajar menulis

Belajar menulis. Menulis sambil belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Orang Senang Difoto?

12 November 2021   18:28 Diperbarui: 12 November 2021   18:29 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada masa lalu, sebelum tahun 2010-an, orang masih enggan untuk mengikuti sesi foto bersama. Orang lebih suka duduk duduk dan berkata: yang lainnya sajalah .... Namun sekarang, orang dengan senang hati akan nimbrung berfoto bareng "kelompok lain."

Untuk menjawab pertanyaan pada judul, saya memulai dari definisi konsumerisme. Kata dasar konsumerisme adalah konsumsi, dan orangnya disebut konsumen. Konsumerisme adalah gagasan mengenai perluasan konsumsi.

Ketika kata konsumsi muncul, apa yang terpikirkan? Pada masa lalu, yaitu era modernitas yang solid, konsumsi adalah hal terkait kebutuhan harian yang masuk ke tubuh. Yang masuk ke tubuh adalah makanan dan minuman. Hal ini sejalan dengan konsep hirarki kebutuhan Abraham Maslow. Bahwa yang dibutuhkan pertama adalah physiological need, kebutuhan badani.

Setelah kebutuhan badan, secara berurutan adalah safety need (kebutuhan rasa aman), love and belonging need (kebutuhan akan cinta dan penerimaan), esteem need (kebutuhan akan harga diri) dan self actualization (kebutuhan aktualisasi diri). Pada jamannya Abraham Maslow mengamati dan menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan ini tak mungkin melompat, harus berurutan.

Namun jaman sudah berubah. Sekarang orang tidak mau lagi dikekang dengan aturan kaku. Saat ini adalah era modernitas yang cair. Orang merasa tak butuh pola dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Seorang anak dari keluarga miskin, seandainya diberi pilihan: dibelikan sepeda atau HP, mana yang akan ia pilih? Lebih kecil kemungkinan minta  sepeda. Keadaan ini sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19.

Hal ini terjadi karena ada perluasan makna konsumsi. Konsumsi bukan lagi bermakna apa yang masuk ke perut, namun apa yang dibutuhkan oleh tubuh. Tubuh juga mengalami perluasan, dari tubuh fisik, menjadi tubuh sosial dan tubuh virtual.

Anda tidak percaya? Lihatlah sekarang bagaimana orang merasa begitu penting dengan identitas virtualnya. Berapa banyak orang yang bunuh diri karena dibuli, identitas virtualnya dijatuhkan. 

Berapa banyak orang yang mati demi pose foto atau video, yang akan di unggah ke media sosial. Ini menjadi tanda bahwa bagi sebagian orang, identitas virtual itu perlu diperjuangkan, bahkan sampai pada hal-hal yang membahayakan nyawa.

Kembali ke soal orang senang di foto. Ketika sekelompok orang difoto, maka foto tersebut akan memiliki judul. Judul ini bukanlah sesuatu yang harus formal. Judul foto juga bisa dalam bentuk klaim sepihak. Dan bisa jadi, satu foto memiliki banyak judul, yaitu sebanyak orang yang membuat klaim judul.

Jika kita kembalikan kasus foto bersama ini pada hirarki kebutuhan Abraham Maslow, yang jelas tidak akan masuk pada kategori kebutuhan dasar, kebutuhan fisiologis. Juga tidak masuk dalam kebutuhan akan rasa aman. Yang paling mungkin akan masuk dalam kebutuhan akan cinta dan penerimaan dan kebutuhan akan harga diri.

Memang, bagi orang yang tidak begitu dipusingkan dengan interaksi virtual, keberadaan foto tersebut takkan bermakna. Namun, bagi orang yang merasa penting dengan interaksi virtual, maka mempublikasikan foto bersama adalah penting. Apalagi jika berfoto bersama orang yang status sosialnya (dalam kehidupan nyata) lebih tinggi.

Jika seorang warga biasa, tanpa jabatan sosial politik, tak memiliki jabatan struktural di tempat kerja, bahkan menjadi pengurus RT pun tidak, berfoto dengan Pak Camat, dan kemudian mempublikasikan ke media sosialnya, adalah jalan untuk mendongkrak status harga dirinya. Melalui foto tersebut, yang bersangkutan mengirim pesan tak tertulis: ini lho aku, berkegiatan bersama Pak Camat.

Apalagi jika diberi klaim berupa judul: panitia kegiatan X. Perkara yang mengklaim judul itu memiliki posisi penting dalam kepanitiaan, atau hanya pelaksana tingkat terendah, itu adalah fakta dalam dunia nyata. Dan dunia virtual memiliki dunianya sendiri, yang mungkin terlepas dari dunia nyata.

Jadi, mengapa orang sengang berfoto bareng? Salah satu alasannya adalah untuk mengangkat status sosial dirinya di dunia virtual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun