pekan dengan musik dan tawa.
Matahari Sabtu sore bersinar lembut di atas langit, suara angin yang berhembus lembut membelai dedaunan pohon, menciptakan irama yang harmonis. Di tengah suasana kampung yang tenang itu, sekelompok anak muda berkumpul di sebuah lapangan luas, siap untuk menghidupkan suasana akhir"Siapa yang bawa gitar?" tanya Budi, seorang pemuda dengan rambut ikal yang selalu tampil ceria.
"Aku!" jawab Sinta, mengangkat gitarnya tinggi-tinggi. "Kita mau main lagu apa?"
"Bagaimana kalau kita mulai dengan lagu favorit desa? 'Nyanyian di Akhir Pekan'?" usul Dani, sosok tenang yang menjadi pengarah musik dadakan mereka.
Semua setuju. Sinta mulai memainkan gitar, mengalunkan  nada melodi yang akrab di telinga. Suara anak-anak muda itu mengalun merdu, berpadu dengan alam sekitar. Nyanyian mereka menggema, menyebarkan semangat dan kebahagiaan.
Di ujung lapangan, tampak Nisa, yang duduk sendirian. Dia tersenyum kecil, tetapi ada kesedihan di matanya. Sadar akan hal itu, Sinta berhenti sejenak dan menghampiri.
"Nisa, ayo bergabung! Suaramu pasti bisa menambah harmoni," ajak Sinta sambil menarik tangan Nisa dengan lembut.
Nisa menggelengkan kepala. "Aku lebih suka mendengarkan. Hari ini, aku hanya ingin menikmati saja."
Budi yang mendengar percakapan itu, menimpali, "Tidak lengkap rasanya tanpa kamu. Suaramu selalu jadi favorit kami."
Nisa tersenyum, meski keraguan masih tersirat. "Baiklah, tapi hanya satu lagu, ya?"
Semua bersorak senang. Nisa bergabung, dan suara merdunya segera memenuhi lapangan, mengubah suasana menjadi lebih magis. Nyanyian di Akhir Pekan menjadi lebih dari sekadar lagu; ia menjadi simbol kebersamaan, mengikat hati mereka dalam harmoni.
Setelah beberapa lagu berlalu, Dani berbisik kepada Budi, "Kamu lihat? Nisa tampak berbeda hari ini."
Budi mengangguk, "Mungkin ada sesuatu yang mengganggunya. Aku akan coba bicara dengannya nanti."
Setelah nyanyian usai, Budi mendekati Nisa yang tengah mengemasi barang-barangnya. "Kamu baik-baik saja Nis? Kelihatan ada yang mengganggu pikiranmu."
Nisa menghela napas, "Aku hanya merasa sedikit tertekan akhir-akhir ini. Banyak hal yang harus kupikirkan."
"Kamu tahu, kita selalu ada untukmu. Kalau kamu butuh teman bicara, aku atau Sinta pasti siap mendengarkan," ucap Budi dengan tulus.
Nisa tersenyum lembut, "Terima kasih, Budi. Itu sangat berarti bagiku."
Mereka berdua duduk di bangku kayu dekat lapangan, sementara matahari mulai tenggelam, menyisakan semburat oranye di langit. "Kadang, aku merasa sulit menemukan arah," Nisa melanjutkan, "Tapi saat bernyanyi bersama kalian, semua beban terasa lebih ringan."
Budi menepuk pundak Nisa, "Itulah kekuatan musik dan kebersamaan. Selalu ada cara untuk melepas penat, meski hanya sejenak."
Hari semakin malam, suara jangkrik menggantikan kicauan burung. Anak-anak muda itu pulang satu per satu, menyisakan kenangan indah di hati mereka. Bagi Nisa, Nyanyian di Akhir Pekan bukan hanya tentang melodi, tetapi tentang menemukan kembali dirinya di tengah sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya.
Minggu depan, di tempat yang sama, mereka akan kembali berkumpul, membawa cerita dan nyanyian baru, merangkai akhir pekan yang penuh makna.
---
Begitulah akhir pekan di kampung itu selalu menjadi momen istimewa, di mana nyanyian dan persahabatan menjadi obat bagi setiap hati yang lelah. Nisa, bersama teman-temannya, terus menemukan kekuatan dalam melodi yang mengisi sore mereka, mengubah akhir pekan menjadi waktu yang penuh kebahagiaan dan harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H