Mohon tunggu...
Wawan Pkb
Wawan Pkb Mohon Tunggu... Administrasi - Staf karyawan

https://www.kompasiana.com/wawanpkb7432

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Balik Ketenangan Jum'at

28 Juni 2024   10:57 Diperbarui: 28 Juni 2024   12:01 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar pedesaan (istockphoto.com/Simon_photos)

Hari Jumat, di kota kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau, adalah hari yang selalu ditunggu-tunggu oleh penduduknya. Suasana kota terasa lebih tenang dan damai ketika matahari mulai tenggelam di ufuk barat, menyisakan warna jingga dan merah yang menghiasi langit senja. Di balik keramaian pasar yang berlangsung sepanjang hari, kota ini menghadirkan kedamaian tersendiri saat menjelang magrib.

Di sudut jalan kecil yang mengarah ke taman kota, terdapat sebuah kedai kecil yang selalu ramai di hari Jumat. Kedai itu milik Pak Darto, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah dan rambut putih yang sudah memutih sejak lama. Dia dikenal sebagai tuan rumah yang baik hati dan pengusaha yang bijak di kota kecil ini. Kedai Pak Darto bukan hanya tempat untuk menikmati kopi dan cemilan, tetapi juga menjadi tempat berkumpulnya warga setempat yang saling berbagi cerita dan kehidupan mereka.

Pada suatu Jumat yang cerah, langit terlihat begitu biru dengan awan-awan putih yang terpencar di atasnya. Penduduk kota mulai berdatangan ke kedai Pak Darto sejak sore hari. Mereka duduk di meja kayu yang sederhana sambil menikmati secangkir kopi hangat atau teh dengan aroma rempah yang khas. Suasana di dalam kedai begitu hangat dan penuh tawa, seakan-akan semua masalah sehari-hari mereka tertinggal di luar pintu.

Namun, di balik kegembiraan dan ketenangan yang terlihat di permukaan, terdapat kisah-kisah pribadi yang menyimpan berbagai rahasia. Salah satu pengunjung tetap kedai itu adalah Ibu Ana, seorang perempuan paruh baya yang selalu memakai jilbab merah muda. Ia dikenal sebagai seorang penjahit handal yang mampu menciptakan busana-busana cantik dari kain-kain lokal. Meskipun sering tersenyum dan tampak ceria di depan orang lain, Ibu Ana sebenarnya menyimpan beban berat dalam hatinya.

Di suatu Jumat sore, ketika matahari hampir tenggelam dan keadaan mulai hening, Ibu Ana duduk di sudut kedai dengan tatapan yang khusyuk pada jarum dan benang di tangannya. Pak Darto yang peka segera menyadari ekspresi yang berbeda dari biasanya pada Ibu Ana. Tanpa mengganggu, dia mendekati Ibu Ana dengan secangkir teh hangat.

"Panas, Bu Ana?" tanya Pak Darto sambil menaruh teh di meja di depannya.

Ibu Ana mengangguk lembut, "Terima kasih, Pak Darto."

Pak Darto duduk di depan Ibu Ana dengan penuh perhatian. Dia tahu bahwa Ibu Ana adalah sosok yang memiliki banyak cerita, meskipun tidak pernah terlalu banyak bicara tentang dirinya sendiri.

"Apa yang membuat Bu Ana terlihat sedikit terpaku hari ini?" tanya Pak Darto lembut.

Ibu Ana menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ini tentang anak saya, Pak. Dia... dia punya masalah besar di sekolah."

Pak Darto mengangguk paham, memberi isyarat pada Ibu Ana untuk menceritakan lebih lanjut.

"Anak saya, Rani, dia terlibat dalam masalah penganiayaan di sekolah. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Dia adalah segalanya bagiku, Pak," ucap Ibu Ana dengan suara yang penuh emosi.

Pak Darto mendengarkan dengan penuh perhatian. Dia mengerti betapa beratnya beban yang dipikul oleh Ibu Ana. Tanpa sepatah kata pun, dia meraih tangan Ibu Ana dengan lembut sebagai tanda dukungan.

"Bu Ana, kadang-kadang, di balik ketenangan yang kita rasakan di hari Jumat, hidup menyajikan tantangan-tantangan yang tidak terduga. Namun, kita tidak sendirian. Kota kecil ini adalah tempat di mana kita bisa saling menguatkan," kata Pak Darto dengan penuh keyakinan.

Ibu Ana menatap Pak Darto dengan tatapan yang dipenuhi rasa terima kasih. Kata-kata Pak Darto memberinya sedikit ketenangan dan harapan.

Malam pun tiba dengan langit yang gelap dan bintang-bintang yang bersinar terang di atasnya. Penduduk kota mulai meninggalkan kedai Pak Darto satu per satu, membawa rasa hangat dari pertemuan mereka hari ini. Ibu Ana pulang dengan hati yang sedikit lebih ringan dari sebelumnya, berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap kuat menghadapi masalah yang dihadapi Rani.

Di balik kedai yang sepi, Pak Darto duduk di atas bangku kayu, menatap langit malam yang indah. Dia merenung tentang makna dari kehidupan dan kekuatan dalam kebersamaan. Meskipun terkadang hidup memberikan cobaan yang sulit, namun ada kekuatan yang lebih besar di balik setiap tantangan, kekuatan yang bisa ditemukan dalam kebaikan dan dukungan sesama.

Dengan senyuman kecil di bibirnya, Pak Darto merasa bersyukur memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di kota kecil ini. Di balik ketenangan Jumat yang selalu dinikmati setiap minggunya, ada kisah-kisah manusia yang penuh dengan perjuangan, harapan, dan kebaikan yang terus mengalir di setiap sudut kehidupan mereka.

Akhirnya, dengan langkah pelan, Pak Darto pun meninggalkan kedai menuju rumahnya di bawah cahaya bulan yang bersinar terang, membawa dengan hatinya kisah-kisah dan pengalaman yang tidak akan pernah pudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun