Beras mahal?dorong generasi Z menajdi petani milenial
Akhir-akhir ini ramai diberitakan berbagai media baik cetak maupun elektronik, pemberitaan itu lagi hangat bukan saja soal pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) beserta dinamikanya, tetapi juga tentang meroketnya harga beras yang terus melangit, kenaikan ini tentu membuat sebagaian rakyat semakin menjerit.
Harga beras sampai menyentuh di angka Rp.18.000/Kg dan semua jenis beras mengalami kenaikan sejak awal tahun 2024, bagaimanapun beras merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia, disamping ada beberapa makanan seperti gandum, sagu dan jagung yang menjadi makanan pokok sebagian warga.
Mereka begitu bergantung pada beras, maka ketika ada kenaikan yang sangat drastis ini membuat mereka menderita apalagi ditengah kondisi perekonomian yang carut marut, pekerjaan susah didapatkan, penghasilan tidak stabil dan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Idealnya memang pemerintah menyediakan bahan pokok bagi masyarakat dengan mudah murah dan terjangkau, tidak seperti sekarang ini beberapa bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gula dan ikan selain harganya tidak stabil juga sulit didapatkan oleh seluruh masyarakat.
Apa yang menyebabkan harga beras meroket?
Harga beras yang meroket bisa jadi dipicu oleh kelangkaan beras tersebut dan berkurangnya stok di Badan Urusan Logistik (BULOG). Selain itu, yang membuat beras mahal adalah karena berkurangnya para petani yang khusus menanam padi dan berkurangnya lahan pertanian karena beralihnya fungsi lahan.
Lahan yang semula sebagai pesawahan sebagai tempat menanam padi, namun dengan perubahan dan pertumbuhan penduduk yang serba cepat semua lahan itu berubah fungsi menjadi pemukiman warga atau dipaksakan berdiri beberapa bangunan perusahaan dan bahkan menjadi tempat pariwisata.
Factor lian dari beberapa kelangkaan beras adalah karena factor cuaca seperti banjir, gempa bumi, kebakaran karena ini bisa membuat petani gagal panen, juga karena biaya produksi menanam padi yang sangat tinggi, contoh harga pupuk tidak stabil, benih kualitas bagus sulit didapatkan, tenaga kerja yang mahal dan biaya transportasi.
Dengan kondisi seperti itu tentu akan mengurangi pendapatan padi, sementara pertumbuhan penduduk semakin bertambah namun tidak dimbangi dengan kebutuhan makanan pokoknya. Resiko yang harus diterima adalah kelangkaan dan harga yang terus meroket.
Beras tidak ada, lalu makan apa?
Kelangkaan bahan pokok ini bisa menimbulkan beberapa gejolak, mungkin warga harus pintar dalam mengatur keuangan dan beralihnya konsumsi dari beras ke makanan lain seperti jagung, singkong, sagu, gandum dan makanan lainnya sebagai penunjang makanan pokok.
Singkong mungkin menjadi salah satu alternatif yang bisa dijadikan pengganti nasi karena mempunyai kandungan yang sama, selain mudah didapatkan harganya pun masih terjangkau.
Dari kondisi itu, tentu harus dicarikan solusi untuk mengatasi kelangkaan bahan pokok tersebut khususnya (beras) kedepan dengan mengadakan pelatihan tentang pertanian modern bagi para generasi Z agar mau terjun kedunia pertanian secara langsung, jangan ada anggapan bahwa bertani itu kumuh, kotor, tidak menjanjikan dan tidak elit, maka melalui pelatihan itu, selain diberikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pertanian modern harus pula ditanamkan pada mereka "bahwa bertani itu keren". Juga harus dibuka lahan pertanian baru untuk diolah yang bisa menghasilkan atau dengan teknik yang lebih modern yaitu teknik hidroponik.
Â
Semoga bermanfaat
Salam literasiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H