hutang tercatat dengan baik, calon jamaah yang berhutang menyiapkan jaminan, bersegera membayar hutangbertaqwa kepada Allah (dalam hal hutang-piutang: meninggalkan riba, dhalim, kekerasan, spekulasi, dan penipuan)
Tidak ada mahram
Pendapat mayoritas ulama mazhab Imam Abu Hanif, Imam Malik dan Imam Ahmad, seorang wanita tidak diperkenankan melaksanakan ibadah haji, umroh wajib, kecuali dengan mahram-nya. Mahram di sini dalam arti bapaknya, anaknya, keponakannya, pamannya, atau saudaranya.
Kemudian pria yang sudah menjadi suami, misalnya, tentu saja halal pergi berdua. Adapun dalam mazhab Imam Syafi'i, hukumnya boleh bagi perempuan melaksanakan haji, umroh yang pertama atau yang wajib, meski tidak dibarengi mahram.
Kebolehan tersebut apalagi jika bersama rombongan Nisa (perempuan) yang bisa dipercaya, rombongan baik. Imam Malik juga ada pendapat ini. Jadi asalkan umroh yang wajib, umroh pertama, maka Anda boleh pergi.
Hal ini dikarenakan rombongan perempuan bisa dipercaya, maka bisa menjaga dari hal-hal yang kurang diinginkan. Kendati lebih utama lagi, dalam rombongan tersebut ada mahram atau semisal suami atau saudara dari salah satu jamaah perempuan.
Kehadiran seorang wanita berumroh haji bersama mahram tentu saja mempermudah menyelesaikan masalah yang membutuhkan peran laki-laki. Contohnya, ketika ada jamaah perempuan yang mengalami sakit, laki-laki tersebut bisa meminta tolong kepada jamaah perempuan lain atau yang merupakan mahram-nya untuk memegang bagian tubuh yang sakit. Kaum laki-laki yang memang mahram sifatnya mempermudah dalam menyelesaikan persoalan dalam perjalanan.
Perlu diperhatikan oleh jamaah perempuan, hendaknya dipastikan mengikuti rombongan yang jelas dan dipercaya. Sebab ada saja sekelompok orang fasik yang melakukan umroh. Pastikan terlebih dulu rombongan ataupun pihak travel yang hendak dipilih. Apakah travel tersebut berlandaskan syariat atau tidak? Biarpun tidak dibarengi mahram, tapi bila ada rombongan perempuan yang bisa dipercaya, maka hukumnya boleh dan tidak berdosa.
Belum punya rumah
Sekedar memiliki rumah adalah amal shalih yang dicintai Allah, karena rumah adalah tempat bernaung, menjaga aurat, mencurahkan kasih sayang & berbagi ilmu diantara anggota keluarga. Â Urgensi kepemilikan rumah dari setiap keluarga bisa juga berbeda- sesuai kebutuhan masing-masing.
Di sisi lain melaksanakan umrah yang merupakan salah satu amal shalih yang jelas dicintai dan diperintahkan oleh Allah Ta'ala. Namun jika anda seorang yang berkeluarga, dan kehidupan rumah tangga Anda tidak akan harmonis jika andatetap tinggal serumah dengan orang tua, maka barulah kondisi ini dapat menjadi pertimbangan. Sebab menempatkan istri dalam tempat tinggal khusus merupakan hak istri atas suaminya ( QS Ath Thalaq: 6), yang berarti itu merupakan kewajiban suami. Bila si istri menuntut rumah tinggal pribadi yang terpisah dari mertuanya, maka itu menjadi kewajiban suami; sedangkan menunaikan umrah hukumnya sunnah, sehingga dalam kondisi ini seseorang hendaknya mendahulukan yang wajib. Akan tetapi, tidak berarti seseorang harus menempatkan istrinya dalam rumah milik suami, namun hal ini bisa dicapai dengan mengontrakkan rumah yang layak bagi istrinya.