Mohon tunggu...
wawanda
wawanda Mohon Tunggu... -

nowhereman in his nowhereland

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Chaos Patah Hati

1 Mei 2017   11:05 Diperbarui: 1 Mei 2017   11:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jamaludin berdiri di atas angkot memandang taman kota di depannya.., tampak di sana sepasang muda-mudi yang sedang memadu kasih.., ah tampak bahagia sekali mereka berdua..

Jamaludin merasakan sesak luar biasa membara dalam dadanya

Jamaludin adalah orang yang sedang menangis di atas kebahagiaan orang lain

Jamaludin lalu memalingkan mukanya tapi apa daya dorongan dalam dirinya membuatnya kembali harus melihat dua orang yang sedang beradu kasih itu di depannya itu

Jamaludin adalah orangnya, yang lalu berlari menjauh.., tempat yang jauh adalah tujuannya meski dia tak tahu dimanakah itu tempat yang jauh itu sebenarnya…

Jamaludin adalah orangnya, yang lalu tiba-tiba sudah berada di atas pohon jambu di dekat kandang kuda

Kandang kuda yang penuh dengan bunga mawar, disela asap rokok yang mengebul kencang dari sisa waktu yang masih kau dapati untuk bernafas…

Kandang kuda yang penuh dengan warna kelam

Kandang kuda yang terasa kecil dan terlalu sempit untuk disebut kandang kuda

Jamaludin adalah orangnya, yang sesaat kemudian berjalan di atas kolam ikan

Kolam ikan yang penuh dengan rongsokan mobil dan rambu-rambu lalu lintas yang bergelimpangan tanpa beraturan

Kolam ikan yang begitu luas, terlalu luas untuk bisa disebut sebagai kolam ikan

Jamaludin lah orangnya, yang menatap kosong apa saja yang dilihatnya.., tatapan kosong yang teramat kosong dan terlalu kosong untuk bahkan bisa menyadari hal aneh yang ada disekitarnya

Pada saat mana gerusan dalam hatimu itu terasa begitu perih tak terperi yang lalu menyita setiap energi yang kau punya, menyedot semua waktu dan pikiran maka bisingnya kebisingan yang paling bising adalah hal yang tak lagi bisa kau dengar.., maka keramaian stadion yang penuh dengan bonek dan holigan lalu hanya jadi suara hampa yang bahkan tak menarik perhatianmu

Sebagaimana Jamaludin yang lalu menyandarkan tubuhnya pada batu karang disamping gerobak sapi

Gerobak sapi yang terpekur diam dalam alunan senja hari

Dan jaket kulit yang tergantung di dinding beton tak bergerak oleh angin yang tidak berhembus

Dan obat nyamuk elektrik yang terparkir rapi di atas monitor komputer, melamun beku dalam posisinya sebagai benda mati

Lalu terang bulan yang terangnya seperti siang, lalu mengingatkan kita untuk jangan tidur sore-sore

Dan Jamaludin adalah orangnya yang lalu diajak bermain di luar

8 Juni 2011

21.09

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun