Mohon tunggu...
Wawan Kurn
Wawan Kurn Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar Menulis, Senang Membaca, Hobi Memancing. Dapat dikunjungi di www.wawankurn.com

Belajar Menulis, Senang Membaca, Hobi Memancing. Dapat dikunjungi di www.wawankurn.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Tonggak Pendidikan dalam Keluarga

5 Juli 2018   08:42 Diperbarui: 5 Juli 2018   09:41 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Refleksi Hari Keluarga, 29 Juni. Tulisan ini pernah dimuat di Opini koran Harian Fajar pada tanggal 29 Juni 2018.

"Kamu adalah busur, darinya anak-anakmu sebagai anak panah dilepas keluar."

Seperti itulah yang diungkapkan Khalil Gibran. Ungkapan yang bisa memperlihatkan peran sebuah keluarga untuk anak. Di kepala saya, ada sebuah rekam ingatan pada masa sekolah yang masih tetap terjaga. Seorang guru yang seringkali mengatakan itu kepada kami, bahwa keluargalah sekolah pertama bagi seorang anak. Saya percaya dengan pesan itu. 

Celakanya, tidak semua orang percaya atau bahkan paham dengan pesan itu. Sekiranya keluarga menjadi ruang yang menyenangkan bagi anak akan tapi kenyataan tak selalu demikian. Berbagai peristiwa kekerasan di lingkup keluarga kerap menimpa anak-anak. Bisa saja, keluarga menjelma sebagai sarang kekerasan pada anak.

Dalam dokumen Convention on the Rights of the Child (1989), dijelaskan hal yang mencakup kekerasan pada anak merupakan seluruh bentuk kekerasan baik berupa fisik maupun psikis. Bentuk pengabaian, pelecehan, eksploitasi, dan juga pelecehan seksual juga menjadi bagian dari bentuk kekerasan pada anak. Sepanjang tahun 2011 hingga 2016, Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mencatat sebanyak 4.294 kasus kekerasan pada anak dilakukan oleh keluarga dan pengasuh.

Jika kekerasan demi kekerasan tetap ada, lalu apa yang terjadi pada anak di masa depan? Bagaimana pula keluarga mampu memberikan kontribusi positif dalam membangun karakter seorang anak?

Kesiapan Berkeluarga

Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat kita saat ini adalah rendahnya kesiapan mental berkeluarga. Hal ini dapat terlihat dari semakin meningkatnya kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga. Terlebih lagi dengan munculnya slogan untuk "menikah muda", yang jika tidak dibarengi dengan persiapan yang matang malah akan menghasilkan malapetaka. Mulai dari pola asuh yang lemah hingga kemungkinan untuk bercerai.

Dalam jurnal penelitian Fitri Sari dan Euis Sunarti yang berjudul "Kesiapan Menikah Pada Dewasa Muda Dan Pengaruhnya Terhadap Usia Menikah" diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling menjelaskan hal tersebut. Penelitian itu menjelaskan bahwa kesiapan pernikahan akan memberikan kemungkinan untuk memperpanjang usia pernikahan. 

Semakin buruk kesiapan menikah kemungkinan pernikahan itu tak akan berlangsung lama. Selain itu, dijelaskan pula bahwa faktor-faktor kesiapan menikah yang penting adalah kesiapan emosi (mengontrol emosi dan kemampuan empati), sosial (keterampilan sosial, kognisi sosial, dan toleransi), peran, kemampuan komunikasi, usia, finansial, dan seksual.

Seluruh kesiapan menikah tersebut dapat dipelajari dengan berbagai cara. Saat ini tersedia beberapa ruang belajar seperti mengikuti kelas parenting, membaca buku psikologi populer persiapan menikah, berdiskusi dengan pengalaman keluarga sendiri dan masih banyak cara lain yang dapat ditempuh. Sekiranya masa persiapan menikah jauh lebih penting dibanding dengan hari pernikahan itu sendiri. 

Sayangnya, kesadaran untuk hal tersebut masih sering diabaikan begitu saja. Bilamana kesiapan menikah benar-benar diperhatikan, maka untuk menghasilkan situasi atau atmosfer yang harmonis dalam keluarga bukanlah hal mustahil. Kondisi ini pula yang akan berperan penting dalam tumbuh kembang anak di masa depan.

Mempersiapkan keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak bukanlah hal yang mudah. Akan tetapi, keluarga yang tak memberikan prioritas utama pada anak tak layak untuk dapat disebut keluarga.  

Keluarga "Captain Fantastic"

"Captain Fantastic" merupakan film yang memberikan gambaran sebuah utopia keluarga dalam membangun pendidikan dengan mandiri. Captain Fantstic berfokus pada sebuah keluarga yang melawan kondisi saat ini dengan cara yang terkesan tidak biasa. Akan tetapi, hal yang dapat kita pelajari dan mungkin saja bisa diterapkan dalam keluarga adalah peran besar  dari orang tua terhadap anak. 

Di film ini, saya benar-benar percaya jika keluarga mampu menjadi sekolah pertama yang luar biasa. Sosok Ben (Viggo Mortensen) sebagai ayah dalam film ini, berhasil menjadikan mereka para pembaca dan pembelajar yang baik.  Walhasil, setiap keunikan anak pun tampak dan terus dikembangkan. Mereka percaya pada kekuatan individu yang unik dan tidak menekankan pada keseragaman. 

Seringkali kita menggunakan istilah "bodoh" untuk anak yang tak pandai matematika dan "pintar" untuk yang pandai. Padahal, setiap anak memiliki keahliannya masing-masing.  

Belajar dari Captain Fantastic, keluarga berperan penting dalam menghargai keunikan anak. Hal itu pula akan menjadi tonggak pendidikan karakter yang penting. Sedini mungkin, anak perlu melihat keluarga sebagai ruang belajar yang kemudian menjadi modal utama sebelum menghadapi dunia di luar keluarga. Bukan tidak mungkin, banyaknya masalah yang ada di bangsa kita adalah hasil dari kondisi keluarga yang kurang diperhatikan. 

Maka, membangun  Indonesia dimulai dari keluarga, adalah pilihan yang mesti dijalankan. George Bernard Shaw, seorang penulis asal Irlandia pernah mengatakan, keluarga yang bahagia adalah surga yang hadir lebih cepat. Selamat Hari Keluarga, 29 Juni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun