2.Pada dasarnya anak dari hasil perkawinan siri dapat dikategorikan dalam anak yang disahkan karena ayah biologisnya menikahi ibu biologisnya secara agama sehingga seharusnya bagian warisnya pun disamakan dengan anak dari perkawinan yang sah. Pembagian warisan anak sah adalah sama rata, yaitu satu banding satu. Anak sah merupakan golongan I dan memiliki sifat menutup golongan yang lebih jauh. Kedudukan anak dari perkawinan siri ini sebagai anak yang disahkan dipatahkan dengan adanya keharusan mencatatkan pernikahan baru dia bisa diakui Negara sebagai anak sah sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974, sehingga berlakulah asas lex specialis derogate legi generalis.
3.Meskipun anak hasil perkawinan siri diakui secara sah dalam hukum Islam dan mendapat bagian yang sama dengan anak sah, tetapi hal ini tidak berlaku di Indonesia. Hukum Islam yang diberlakukan di Indonesia tetap tidak mengakui adanya perkawinan siri, sehingga anak tersebut hanya bisa mewarisi harta ibunya, bukan ayahnya. Apabila ia tetap ingin mewarisi harta ayahnya, bisa tetap dibagi berdasar acauan pembagian yang ada, tetapi apabila ada sengketa hanya bisa diselesaikan melalui jalur kekeluragaan karena anak hasil perkawinan siri juga tidak memiliki kedudukan apapun dalam hukum yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR BACAAN
Sudarsono. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta, n.d.Tim Prima Pena. Jakarta: Gitamedia Press, 2006.
Effendi Perangin. Hukum Waris. 12th ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Hartono Suryopratikno. Hukum Waris Tanpa Wasiat. Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982.