Pemikiran universal juga memungkinkan kita untuk mengatasi egoisme dan memahami bahwa kita adalah bagian dari keseluruhan. Dikatakan  Sudarsono, Pemikiran yang universal memungkinkan kita untuk melihat bahwa penderitaan orang lain juga merupakan penderitaan kita sendiri. Kita dapat mengembangkan rasa solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain, serta berkontribusi pada kebaikan masyarakat.
Ukuran mannusia ketika berpikir harus sesuai dengan kenyataan, normal tidak normalnya seseorang dari kenyataan yang ia bicarakan.
Pemikiran kita tidak terjebak dalam asumsi atau prasangka yang tidak berdasar. Menurut Arief Rachman, pemikiran yang sehat haruslah berdasarkan pada fakta dan kenyataan, bukan pada asumsi atau prasangka, mengembangkan pemikiran yang kritis dan objektif.Â
Sudarsono berpendapat bahwa seseorang yang berpikir normal akan memiliki pemikiran yang sejalan dengan kenyataan dan fakta, sedangkan seseorang yang berpikir tidak normal akan memiliki pemikiran yang tidak sejalan dengan kenyataan dan fakta, apakah seseorang memiliki pemikiran yang sehat atau tidak
Setengah dari 100, kecacatan dalam berpikir
Bahwa pemikiran kita tidaklah sempurna, ada yang kurang atau cacat dalam proses berpikir kita. Kita harus selalu mempertanyakan dan memperbaiki pemikiran kita, agar dapat mencapai pemikiran yang lebih sempurna dan akurat.
Lingkaran besar dipaksa masuk kedalam lingkaran yang kecil
Tidak memaksakan kedaulatan negara yang lebih besar untuk terjebak kedalam kepentingan korporasi sebagai kepentingan sebagian pihak. Keadilan negara berorientasi pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, sedangkan korporasi hanya bertujuan pada profit semata. Negara akan memperlakukan warganya untuk disejahterakan namun korporasi akan cenderung menjadikan seseorang sebagai obyek.
Lingkaran besar dipaksa masuk kedalam lingkaran yang kecil merupakan metafora yang menarik untuk menggambarkan konflik antara dua entitas yang berbeda. Menurut Arief Rachman, metafora ini menggambarkan bagaimana sesuatu yang besar dan luas dapat dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan sesuatu yang lebih kecil dan terbatas. Hal ini dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks, seperti konflik antara individu dan masyarakat, atau antara negara dan organisasi internasional.
Dalam konteks yang lebih luas, metafora ini juga dapat diartikan sebagai perjuangan antara kebebasan dan keterbatasan. Sudarsono menjelaskan bahwa lingkaran besar yang dipaksa masuk ke dalam lingkaran yang kecil dapat diartikan sebagai perjuangan antara keinginan untuk bebas dan keterbatasan yang diimposkan oleh lingkungan. Hal ini dapat membantu kita memahami dinamika konflik dan bagaimana kita dapat menemukan keseimbangan antara kebebasan dan keterbatasan.
Memahami perbedaan pandangan negara dan masyarakat