teknologi dan keterbukaan saat ini, sebagian besar orang termasuk di Indonesia sudah memiliki gadget dengan berbagai fitur termasuk berkomunikasi dengan banyak orang melalui media sosial. Banyak flatform media sosial yang memberikan fasilitas dan kemudahan kepada masyarakat untuk bergabung melalui sebuah akun, bahkan tak jarang satu orang dimungkingkan untuk memiliki lebih dari satu akun. Hadirnya media sosial ini memunculkan banyak istilah-istilah sseperti, teman, follower, anggota, fans dan lain sebaginya. Akun media ini bisa dimiliki secara personal maupun komunitas tertentu, seperti klub sepakbola dan akun komunitas lainnya yang berpotensi menarik banyak penggemar, follower, fans untuk ikut berinteraksi didalamnya. Mereka dapat berkomunikasi baik dengan memposting sebuah konten tertentu. Pengguna akun sosial media yang lain bisa menanggapi dengan tombol suka tidak suka, berkomentar, meneruskan dan bahkan bisa berkomunikasi interaktif secara langsung.Â
DieraKomunikasi-komunikasi ini tentu saja akan menjadi sarana interaktif dan memunculkan pendapat beragam, pro kontra, berdebat keras pada pendapatnya masing-masing bahkan tidak jarang pula sampai menjurus pada tawuran secara virtual melalui, kata, gambar, caption dan lainnya. Melalui akun yang dimilikinya orang menjadi semakin bebas dalam mengekspresikan apa yang ada dibenaknya terkait pendapatnya tanpa melihat siapa lawannya, berapa umurnya, pendidikan dan seterusnya tanpa memperhatikan etika tatakrama dalam selayaknya berkomunikasi.
Dampak yang Terjadi
Media sosial telah merevolusi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi, namun juga membawa sejumlah konsekuensi. Di satu sisi, media sosial memfasilitasi konektivitas secara global, memungkinkan kita terhubung dengan orang-orang dari seluruh dunia dan berbagi informasi secara instan dimanapun kapanpun. Platform ini juga menjadi alat ampuh untuk meningkatkan kesadaran sosial, mengorganisir gerakan, dan mendukung bisnis kecil. Di sisi lain, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi, menyebarkan informasi palsu, serta memicu perundungan online.Â
Ketergantungan pada media sosial dapat pula  menghambat interaksi sosial tatap muka dan mengurangi produktivitas. Media sosial adalah alat yang kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Kuncinya adalah menggunakannya secara bijak dan bertanggung jawab. McQuaill menegaskan bahwa kritik dalam penggunaan media akan timbul, seiring menurunnya penggunaan dan eksistensi media tradisional yang berimbas kepada manajemen dan ekonomi media itu sendiri. Penyebaran akan penggunaan sosial media merambah dalam berbagai aspek kehidupan, politik, olahraga, hiburan dan semua aspek kehidupan manusia.
Perkelahian Virtual
Media sosial sebagai salah satu unsur besar komunikasi teknologi saat ini, turut mewujudkan melebarnya tawuran keranah baru. Perkelahian umum yang terjadi melaui kontak fisik ataupun berhadapan langsung di dunia nyata. Saat ini media sosial dengan dasar aspek internet yang bersifat tidak mengenal ruang dan waktu, ikut melahirkan pertengkaran baru yang terjadi dimasyarakat, media mengalihkan sebagian perkelahian fisik menjadi perkelahian atau tawuran virtual.
Titik awal perkelahian dalam dunia maya seringkali bersumber dari hal sepele ataupun informasi yang tidak valid belum tentu kebenarannya, memunculkan perdebatan keras  menjurus kasar, perselisihan lewat kata-kata yang tertuang secara virtual dan digital. perang kata-kata hingga gambar antar individu atau komunitas tertentu dalam dunia maya, hujatan, nyiyiran seolah menjadi kewajaran, sebuah keadaan yang cukup mengganngu norma-norma komunikasi masyarakat kita.
Beberapa contoh yang bisa kita lihat diantaranya dalam bidang olahraga terutama sepakbola sebagai sebuah olahraga populer baik tim nasional maupun klub, pendapat pro dan kontra atas sebuah informasi postingan sebuah akun. Begitu pula pada informasi politik, pemilihan pemimpin, pasangan calon, figur politisi tertentu saling membela dan menyudutkan. Ditambah pula dengan berbagai informasi yang dimunculkan tidak memiliki sumber informasi yang jelas, atau mungkin pula dibuat sengaja dengan manipulasi data untuk sebuah kepentingan tertentu.
Tidak jarang pula seseorang yang merasa lebih memahami sesuatu padahal dirinya bukan pelaku, namun melempar kritikan secara konsisten dan terbuka dengan mengatas namakan kebebasan tanpa memperhatikan fakta, obyektifitas dan proporsioanl yang disertai rasa kebijaksanaan dalam berpendapat, atau mungkin pula ada kepentingan lainnya yang diinginkan.
Mengapa Terjadi ?
Komunikasi ini memunculkan reaksi beragam, pendapat pro kontra bahkan melalui kata kata yang tidak pantas menjurus kasar, nyinyir atau hujatan tanpa melihat siapa lawan bicara. Seorang followers digambarkan memiliki ikatan yang lebih dalam dengan fihak tertentu, sehingga mati-matian mendukung dan membela dengan caranya sendiri. Seorang fans memiliki ikatan emosional yang kuat, kebiasaan mengikuti karena satu pandangan, atau juga bisa lahir karena ikatan emosional yang berawal dari tingakatan seseorang masih menjadi spektator maupun supporter.
Tawuran virtual yang tidak hanya meliputi dua kubu saja. Pola yang terjadi lebih kompleks, karena meliputi admin sebagai pihak utama yang memberikan caption pembuka, bahkan masuknya orang yang bersifat netral berniat untuk melerai perang kata-kata. Cukup kompleks, karena melibatkan unsur yang berbeda, serta pola yang terjadi cukup variatif dengan saling menyerang antar kubu, bahkan adanya pola penyerangan masing-masing kubu terhadap admin sosial media ataupun terhadap akun yang melawan dan melerai.
Karakteristik seorang pengikut yang mendukung dan terlibat dalam tawuran virtual, secara umum memiliki berbagai karakter berbeda, ada yang bersifat fair, obyektif dan sportif, menghargai lawan, netral, tidak ambil bagian dalam perselisishan, menengahi, serta dua karakter yang menjadi aktor lain dalam proses tawuran yakni, karakter cepat panas serta karakter provokator atau memancing keributan.
Indiktor pemicu tawuran yang biasanya sering digunakan, ejeka, sindiran, hingga masalah seperti menyombongkan figur kebanggannya. Sehingga hal ini bisa memunculka bentuk kemarahan yang lain yang kerap terjadi dalam tawuran virtual juga mulai terlihat jelas apalagi informasi yang disampaikan tidak valid bahkan cenderung hoaks dan provokatif.
Bentuk kemarahan yang beragam, dari penggunaan kata-kata kasar, kalimat bernada ancaman, hingga penggunaan simbol tertentu merupakan bentuk kemarahan yang paling menggambarkan kemarahan fans. Dimana porsi penggunaan kata-kata kasar dan tidak pantas adalah bentuk kemarahan yang paling awam digunakan.
Persoalan kebebasan bereksprsi serta tidak adanya literasi dan penyuntingan dalam penggunaan kata-kata kasar dan tidak pantas selama proses tawuran, haruslah menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk penulisan dalam kajian kebijakan media dan kode etik media, terutama penggunaan UU ITE. Sisi lain yang juga perlu dikaji lebih dalam adalah motif terselubung dari pemilik akun sosial media yang kerap memancing terjadinya tawuran. Perlu diperhatikan bahwa ada kesempatan lain yang kerap digunakan oleh pemilik akun sebagai ladang bisnis, kaitannya dengan monetisasi yang mengolah proses tawuran menjadi keuntungan materil tersendiri.
Norma Etika Karakter Bangsa Indonesia Dalam Berkomunikasi
Norma etika dalam berkomunikasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur budaya kita. Konsep gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat menjadi landasan utama. Dalam berkomunikasi di media sosial, kita diharapkan dapat menjaga hubungan baik dengan sesama, menghormati perbedaan pendapat, dan menghindari perdebatan yang meruncing. Selain itu, nilai sopan santun, kesantunan, dan etika berbahasa yang baik juga menjadi pedoman penting dalam berinteraksi di dunia maya.
Namun, di era digital yang serba cepat, penerapan norma etika komunikasi seringkali menjadi tantangan. Anonymity dan kemudahan dalam mengekspresikan diri di media sosial dapat memicu perilaku yang tidak bertanggung jawab, seperti menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan tindakan cyberbullying. Hal ini berdampak pada disharmoni sosial, polarisasi, dan rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat. Penting bagi kita untuk selalu ingat akan nilai-nilai luhur bangsa dan menerapkannya dalam setiap interaksi di media sosial. membangun ruang digital yang positif dan bermartabat.
Apa yang Harus Dilakukan ?
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir pertarungan virtual ini adalah memperketat dan memvalidasi akun. Sebaiknya seseorang hanya memiliki satu akun dalam satu media sosial dengan validasi data pribadi yang sebenarnya sesuai dengan identitas diri kependudukan. Dalam hal ini pemerintah membuat regulasi dan perlidungan data privasi seseorang dari penyalahgunaan. Hal ini dimaksudkan agar sebuah akun tidak membuat perilaku komunikasi yang tidak bertanggungjawab dalam menyebarkan informasi, menghindari informasi yang tidak benar, respon, tanggapan yang provokatif memecah persatuan kesatuan.
Kita juga perlu menanamkan nilai-nilai etika komunikasi adalah dengan menjadi contoh teladan. Orang tua, guru, dan tokoh publik memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Ketika anak-anak melihat orang dewasa berkomunikasi dengan sopan, santun, dan penuh empati di media sosial, mereka akan cenderung meniru perilaku tersebut. Selain itu, kita juga perlu melibatkan mereka dalam diskusi tentang etika digital, menjelaskan mengapa perilaku tertentu tidak dapat diterima, dan bagaimana hal itu dapat berdampak pada orang lain.
Pendidikan formal dan non-formal juga memiliki peran yang krusial. Tidak hanya regulasi dan sosialisasi namun perlu juga edukasi lebih dini untuk generasi saat ini. Sekolah perlu memasukkan materi tentang etika digital ke dalam kurikulum, baik itu dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, maupun mata pelajaran lain yang relevan. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler seperti debat, menulis, dan jurnalistik dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, menganalisis informasi, dan mengekspresikan diri dengan baik. Di luar sekolah, berbagai platform online dan komunitas dapat menyediakan ruang bagi anak-anak untuk belajar tentang etika digital melalui permainan, kuis, dan diskusi interaktif.
Kebebasan kita dalam berkomunikasi, berpendapat satu pandangan atau berbeda dengan siapapun, dengan cara apapun, dimanapun hendaklah mampu menjaga hubungan yang baik meskipun berbeda pandangan. Perbedaan adalah rahmat, menghargai lawan dan perbedaaan sebagai teman berpikir dan memperbarui pendalaman wawasan untuk mematangkan sikap, tentunya harus dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan sesuai norma etika keadaban bangsa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H