Kenapa Saya Jarang Posting di Medsos?
Dalam era digital saat ini, media sosial memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang aktif membagikan foto-foto selfie, berdoa sambil memohon kepada Tuhan, serta mengekspresikan emosi mereka di hari itu---baik kesedihan, kemarahan terhadap seseorang, maupun ungkapan terima kasih kepada pasangan atas kasih sayang dan perhatian yang diberikan. Namun, saya pribadi memilih untuk jarang melakukan hal tersebut. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai alasan di balik pilihan saya.
Analogi dengan Kehidupan Konvensional
Jika diibaratkan dalam kehidupan nyata, memposting sesuatu di media sosial mirip dengan mengetuk pintu rumah orang lain dengan maksud tertentu. Apa yang kita tunjukkan adalah apa yang ingin kita sampaikan kepada orang-orang di sekitar kita. Bayangkan jika kita tiba-tiba mengetuk rumah teman-teman dan berkata, "Terima kasih sayang untuk hadiahnya, aku suka sekali," "Ini wajah saya pagi, siang, sore, malam," atau "Saya sangat marah hari ini." Tentu, hal-hal ini bisa terasa berlebihan dan mungkin tidak relevan bagi mereka.
Saya percaya bahwa foto-foto selfie, berdoa sambil memohon kepada Tuhan, serta mengekspresikan emosi di hari itu adalah hal yang sangat pribadi. Ini mirip dengan menyimpan foto memori keluarga di album foto kesayangan, yang hanya kita buka dan lihat pada saat-saat tertentu. Begitu pun, komunikasi dengan pasangan bisa dilakukan langsung tanpa media sosial; atau jika berjauhan, ada alat lain yang bisa digunakan, seperti aplikasi pesan WhatsApp atau lainnya. Mengapa harus membagikan momen-momen tersebut secara publik jika kita bisa menikmati dan merenungkannya sendiri? Menurut saya, momen-momen tersebut lebih berharga saat dinikmati secara pribadi dan tidak perlu dijadikan bahan konsumsi publik.
Pertimbangan Makna dan Tujuan
Salah satu alasan utama saya jarang memposting foto keseharian adalah pertanyaan mendasar yang selalu muncul di pikiran: "Apa maksud dan tujuan saya membagikan foto ini?" Pertanyaan ini berfungsi sebagai filter sebelum saya memutuskan untuk mengunggah sesuatu.
Saya percaya bahwa media sosial sebaiknya digunakan secara bijaksana. Melalui platform ini, kita memiliki kesempatan untuk menyampaikan pesan, berbagi pengetahuan, atau memberikan inspirasi kepada orang lain. Bagi saya, membagikan foto bukan sekadar aktivitas untuk memperlihatkan kehidupan yang dijalani, tetapi lebih kepada memberikan nilai dan manfaat.
Muncul pertanyaan lain dalam benak saya: "Kenapa saya ingin orang lain melihat ini? Kenapa orang harus tahu? Atau apakah saya sedang mencari validasi dari orang lain?" Pertanyaan-pertanyaan ini membawa saya pada sebuah refleksi tentang motivasi di balik setiap unggahan. Meminta perhatian atau validasi bisa menjadi dorongan yang tidak terhindarkan dalam era di mana "likes" dan komentar dapat memberikan perasaan diterima atau diakui. Namun, saya berusaha menjauh dari ketergantungan tersebut.
Menjadi Pengguna Media Sosial yang Inspiratif
Saya juga adalah pengguna media sosial dan seringkali mendapatkan inspirasi dari teman-teman. Ketika seseorang memposting mengenai keindahan photography hasil jepretannya, atau bagaimana ia bisa sukses dalam pendidikan, beralih karier, memulai bisnis, atau berbagi informasi seputar hal-hal yang berguna---seperti ilmu pengetahuan bahkan agama---saya merasa hal-hal tersebut sangat berharga. Terkadang, informasi yang dibagikan dapat membuka wawasan baru dan memotivasi saya serta orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Konten yang bersifat edukatif dan inspiratif ini tidak hanya membantu kita berkembang secara pribadi, tetapi juga membangun jaringan sosial yang saling mendukung. Dalam hal ini, saya menghargai keberadaan media sosial sebagai platform untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Dengan cara ini, saya dapat memastikan bahwa setiap unggahan bukan sekadar "noise" dalam dunia media sosial yang ramai, tetapi sebuah kontribusi positif yang dapat memperkaya pengalaman orang lain.
Media Sosial sebagai Cerminan Diri
Sering kali saya mendengar orang mengucapkan, "Ini media sosial saya, apa yang saya lakukan terserah saya." Memang benar, setiap individu berhak atas konten yang mereka bagikan. Namun, pada dasarnya, menurut saya, media sosial seseorang adalah cerminan dari pribadi dan nilai-nilai yang mereka anut. Apa yang diposting dapat memengaruhi cara orang lain melihat dan mengenal kita.
Oleh karena itu, setiap unggahan seharusnya dipikirkan dengan matang untuk memastikan bahwa itu mencerminkan diri kita yang sebenarnya. Apakah itu menunjukkan keaslian kita? Apakah itu memberikan dampak positif bagi orang lain? Dengan sikap ini, kita tidak hanya menggunakan media sosial untuk berbagi, tetapi juga sebagai alat untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam yang dapat membangun komunitas yang lebih baik.
Hanya Pendapat Pribadi
Dalam memilih untuk tidak terlalu sering memposting foto keseharian, saya menghargai makna dan nilai dari setiap interaksi yang terjadi di dunia maya. Saya percaya bahwa tidak semua hal dalam hidup kita perlu dibagikan secara terbuka. Justru, momen-momen yang kita nikmati secara pribadi sering kali lebih berharga dan memberikan makna yang lebih dalam.
Ini hanyalah pendapat pribadi saya tanpa mendiskreditkan orang lain yang memiliki cara dan pandangan berbeda. Saya berharap dapat mengoptimalkan pengalaman menggunakan media sosial dalam cara yang lebih positif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H