Mohon tunggu...
Wati Anggraeni
Wati Anggraeni Mohon Tunggu... Akuntan - wat_watiaa

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unissula Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Break Even Point (BEP) pada Industri Pengelola Tebu di Pabrik Gula (PG) Mojo Kabupaten Sragen

22 Januari 2021   19:57 Diperbarui: 31 Januari 2021   18:08 1866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Berdasarkan grafik-grafik di atas dapat diketahui bahwa titik BEP adalah titik pertemuan antara garis biaya total dengan garis total penerimaan, dari grafik tersebut dapat diketahui pula bahwa saat terjadi BEP maka profit atau keuntungan yang didapat sama dengan Rp. 0.

Jika dibandingkan antara jumlah produksi gula dan penerimaan gula pada tahun 2004, 2006, 2007 dan 2008 tersebut denag besanya nilai BEP gula baik dalam unit maupun dalam Rupiah, dapat diketahui bahwa pada tahun tersebut PG Mojo telah mampu menutup semua biaya yang dikeluarkan dan memperoleh keuntungan. Sedangkan pada tahun 2005 PG Mojo belum mampu menutup semua biaya yang dikeluarkan atau tidak mencapai BEP. Pada tahun 2005 PG Mojo belum mencapai BEP karena pada tahun tersebut nilai penerimaan gula yaitu Rp. 18.841.342.000 lebih rendah dibandingkan niilai BEP gula dalam Rupiah yaitu Rp. 11.432.578.950,58. Kurangnya nilai penerimaan gula dari BEP gula dalam Rupiah disebabkan produksi gula pada tahun 2005 yaitu 43.805,24 Kw lebih kecil dari perhitungan BEP Kw gula tahun 2005 yaitu 49.528,91 Kw.

Rendahnya nilai produksi dan penerimaan gula pada tahun 2005 karena besarnya nilai rendemen dan produktivitas lahan berturut -- turut yaitu 5,91% dan 639 Kw/ Ha masih di bawah nilai rata -- rata yaitu 6,57% dan 648 Kw/ Ha. Hal tersebut tidak terlepas dari masalah teknis dan keadaan iklim di lapang.

 

Saran

PG Mojo pada tahun 2005 tidak mencapai BEP disebabkan adanya penurunan produktivitas tanaman akibat penggantian varietas tanaman. Oleh karena itu sebaiknya pihak PG Mojo lebih meningkatkan pendampingannya kepada para petani tebu mitra, dengan cara menambah jumlah tenaga penyuluh. Sehingga diharapkan petani akan dapat menambah pengetahuannya tentang teknik budidaya tebu dan informasi tentang varietas-varietas tebu unggul yang telah teruji/telah dilakukan percobaan di daerah sragen. Karena setiap varietas memiliki karakteristik yang berbeda-beda, belum tentu suatu varietas mempunyai produksi tinggi di suatu daerah tertentu dapat berproduksi tinggi pula di daerah lain.

PG Mojo hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas kemitraan dengan petani tebu dengan cara meningkatkan fasilitas-fasilitas yang diberikan kepada petani mitra seperti bibit unggul, pupuk dengan harga murah, penyuluhan yang intensif serta kredit dengan bunga yang lebih rendah. Sehingga dengan demikian akan lebih banyak petani tebu yang akan bergabung. Dengan bertambahnya petani mitra, maka luas lahan atau jumlah tebu yang disetor ke PG akan semakin meningkat dan nantinya PG akan dapat meningkatkan jumlah produksi gula, sehingga keuntungan yang diperoleh juga akan meningkat.

Referensi :

https://www.harmony.co.id/blog/kapan-terjadinya-titik-impas-atau-break-even-point-dalam-bisnis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun