Minten belum juga tidur meskipun malam semakin beranjak. Perempuan yang usianya menginjak kepala empat itu masih terlihat cantik meskipun  sudah beranak tiga. Ia tetap kelihatan seperti gadis muda. Hanya kehidupannya yang mulai berubah semenjak Kuslan sang suami tidak bekerja lagi.  Malam semakin larut, namun matanya enggan dipejamkan. Jam  usang berwarna hitam diujung kamarnya dengan cat yang semakin memudar  sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari.
Minten telah menghabiskan sepertiga waktu tidurnya untuk menatap langit- langit kamarnya. Disampingnya terbaring Kuslan yang  tertidur lelap. Lima belas  tahun lalu Kuslan yang usianya jauh lebih tua tujuh tahun dari Minten melamarnya. Bapaknya menyetujui lamaran Kuslan. Padahal waktu itu Minten masih menginjak usia remaja. Namun, sosok Kuslan sudah menarik perhatian kedua orang tuanga. Tidak berselang lama akhirnya pernikahan Minten dan Kuslan  pun berlangsung dengan sangat  meriah. Pesta pernikahan yang dilangsungkan selama empat hari empat malam. Pesta  pernikahannya menjadi pesta pernikahan  paling meriah. Bagaimana mungkin Minten tidak bangga dengan suaminya.
Saat itu , Kuslan memiliki kehidupan yang mapan dengan penghasilan yang lumayan besar hingga mampu mencukupi kehidupan Minten dan orangtuanya. Meskipun Minten hanya sebagai ibu rumah tangga kerena setelah menikah, Kuslan melarang Minten untuk bekerja. Penghasilan Kuslan waktu itu  dikatakan sangat berkecukupan.
Namanya roda kehidupan, terkadang ada di bawah dan terkadang berada di atas. Seperti itulah gambaran kehidupan Minten. Kehidupan Minten berubah sejak suaminya berhenti bekerja karena mengalami kecelakaan kerja. Saat ini jangankan untuk hidup yang layak untuk mencukupi kehidupan sehari- hari saja Minten harus berhutang kepada keluarga atau tetangga disekitar rumahnya.
 Sudah dua hari beras dirumahnya semakin menipis. Kuslan sang suami masih belum mendapatkan pekerjaan  tetap sejak kecelakaan kerja yang dialaminya dua tahun lalu. Dua tahun lalu, Kuslan suaminya bekerja di perusahaan tambang emas mengalami kecelakaan. Padahal gaji Kuslan hampir diatas 10 juta . Namun kecelakaan tersebut  membuat tangan kiri tidak berfungsi secara normal sehingga untuk menyambung hidup sehari- hari Kuslan bekerja serabutan.
Sebagai kepala keluarga Kuslan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki kondisi ekonomi di keluarga kecilnya. Namun nyatanya nasib baik belum berpihak kepada Kuslan dan keluarganya. Kuslan tetap hidup kekurangan. Sejak peristiwa kecelakaan kerja itu, Â membuat Kuslan mau tidak mau harus mengundurkan diri dan bekerja serabutan. Â Meskipun perusahaan tempat Kuslan bekerja memberikan pesangon yang cukup , Â namun nyatanya uang pesangon itu habis untuk berobat dan menyambung kebutuhan hidup sehari -- hari . Ditambah lagi tiga anaknya yang beranjak dewasa. Anak sulungnnya yang duduk di kelas 1 SMA, disusul dengan anak keduanya yang sekarang kelas tiga SMP. Sementara anak bungsunya sekolah di TK. Hidup di kota metropolitan dengan segala keruwetann membuat Minten yang terbiasa hidup berkecukupan kini harus banting tulang membantu suaminya dengan membuka warung nasi uduk kecil- kecilan di depan rumah. Namun, semenjak harga beras melambung, Minem berhenti berjualan.
Malam semakin larut, hanya terdengar suara jangrik yang saling bersautan. Udara yang dingin membuat sepi  sepanjang malam  . Menjelang jam tiga pagi Minten masih terjaga. Pikiranya melayang entah kemana. Pandangan matanya kosong. Apalagi besok pagi Ia harus melunasi biaya sekolah anak sulungnya yang sudah menunggak selama tiga bulan. Jangankan untuk membayar biaya sekolah, untuk membeli beras besok pagi saja Ia tidak memiliki sepeser  pun uang. Tiba- tiba Kuslan terbangun.
"Belum tidur , Bu?" suara Kuslan membuyarkan lamunan Minten.
"Bapak....?" Minten menatap wajah suaminya yang sudah mulai berkerut. Lamunannnya buyar seketika. Seolah tahu apa yang dipikirkan istrinya dengan napas berat Kuslan menguatkan istinya.
" Yakin lah bu , Besok Bapak usahakan cari pijaman di Kang Darman, kebetulan kemarin Bapak dengar Kang Darman baru menjual tanah warisan!" suara Kuslan meyakinkan istrinya.