Mohon tunggu...
Fattoni Nugraha
Fattoni Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Faster, harder, and louder

Hallo, nama saya Tonny. Saya lulusan dari jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Dari Kebudayaan Maritim dalam Bidang Ekonomi di Nusantara

21 Juni 2021   18:52 Diperbarui: 22 Juni 2021   12:57 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebudayaan maritim di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, tepatnya sudah ada sejak zaman prasejarah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya kebudayaan maritim di Indonesia, yaitu karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiap-tiap pulaunya dipisahkan oleh lautan yang luas, selain itu wilayah Indonesia terletak pada titik persilangan jalur perdagangan dunia yang membuat Indonesia sering disinggahi oleh bangsa-bangsa Asing.

Sebagai bangsa bahari, Indonesia tidak hanya menguasai satu lautan saja, tetapi Indonesia menguasai tiga lautan yang mengelilingi Indonesia, hal ini disebut sea system. Lautan yang termasuk dalam sea system Indonesia yaitu Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut Banda.

Dari penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia pada awal abad masehi telah aktif dalam dunia perlayaran, tidak hanya dalam bidang perlayaran bangsa Indonesia juga telah aktif dalam bidang perdagangan yang berpusat di Malaka. Tetapi pada saat itu, orang-orang Indonesia belum begitu berperan dalam perdagangan di Malaka, orang-orang Indonesia hanya menjual beras dan beberapa rempah kepada pedagang-pedagang di Malaka.

Bukti-bukti lain yang dapat menguatkan bahwa kebudayaan maritim sangat berkembang di Indonesia adalah, munculnya kerajaan Sriwijaya yang terkenal dengan angkatan laut yang kuat dan juga Majapahit yang memiliki daerah jajahan hingga seluruh wilayah di Indonesia dan Asia Tenggara.

Kebudayaan maritim di Indonesia telah ada sejak zaman prasejarah. Keadaan alam Indonesia lah yang memicu kebudayaan ini berkembang sangat pesat di Indonesia pada masa itu, para ahli geologi membuat empat pembagian zaman di Indonesia yaitu;

1. Zaman Arckaeikum : zaman tertua yang telah berlangsung sekitar 25000 tahun yang lalu, yang pada masa itu suhu kulit bumi masih sangat tinggi. Pada akhir zaman Arckaeikum lah diperkirakan mulai adanya kehidupan.
2. Zaman Paleozoikum : zaman kehidupan tertua yang berlangsung sekitar 340 juta tahun yang lalu. Pada masa ini, binatang-binatang kecil yang tidak bertulang belakang dan juga ikan lah yang menempati bumi, zaman ini juga disebut sebagai zaman primer.
3. Zaman Mesozoikum : zaman secundair atau zaman kehidupan pertengehan yang berlangsung sekitar 140 juta tahun yang lalu. Pada zaman ini telah banyak ditemukan mahluk hidup yang mendiami bumi seperti reptile, burung-burung, dan juga mamalia (walaupun jumlahnya masih sangat sedikit. Perkembangan ukuran mahluk hidup di zaman ini sangat pesat, dinosaurus merupakan salah satu mahluk hidup yang dapat tumbuh hingga tinggi 12 meter pada zaman itu dan juga menjadi puncak rantai makanan di bumi.
4. Zaman Neozoikum : zaman Neozoikum atau Kainozoikum ini merupakan zaman baru yang telah berlangsung sejak 60 juta tahun hingga saat ini. Zaman ini dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu, zaman Tertier dan Quarter. Zaman Tertier merupakan zaman dimana kehidupan mamalia sudah berkembang dengan sempurna dan juga reptile-reptil raksasa sudah mengalami kepunahan, selain itu pada zaman ini juga gunung-gunung di seluruh dunia mulai bermunculan karena adanya gerakan pengangkatan yang terjadi saat Eosin dan Miosin, serta curah hujan yang tinggi pada saat itu. Pada pertengahan zaman ini, diyakini bahwa kepulauan di Indonesia mulai terbentuk. Sedangkan zaman Quarter adalah zaman dimana bangsa manusia mulai muncul sebagai mahluk hidup tertinggi di bumi. Zaman ini telah berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu.

Dari keempat pembagian zaman di Indonesia diatas menegaskan bahwa, kebudayaan maritim tercipta dikarenakan pulau-pulau di Indonesia terpisah oleh lautan yang luas. Pada zaman Neozoikum, kepulauan-kepulauan Indonesia sudah mulai terbentuk dan dipisahkan oleh lautan yang luas dan pada zaman ini manusia telah menjadi mahluk hidup tertinggi di bumi. Pada zaman ini manusia sudah mulai hidup menetap disuatu wilayah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga mereka akan berpindah ke wilayah lainnya, perpindahan tersebut memiliki beberapa faktor seperti, tanah yang tidak subur, sering terjadi bencana alam, dan beberapa faktor lain.

Selain itu pada zaman Neozoikum juga tercipta berbagai macam kebudayaan lain selain kebudayaan maritim, seperti kebudayaan Pacitan dan juga kebudayaan Ngandong yang memiliki kesamaan dalam menggantungkan diri pada alam terutama lautan untuk bertahan hidup. Hal ini dikarenakan kedua kebudayaan ini memiliki kesamaan dalam wilayah tempat mereka tinggal atau menetap, yaitu di pesisir pantai dan juga merupakan bukti bahwa kebudayaan maritim telah dikenal dan terapkan untuk bertahan hidup.

Masa akhir zaman batu atau zaman purba di Indonesia ditandai dengan semakin berkembangnya teknologi yang digunakan manusia pada saat itu, dan juga manusia sudah mulai membuat kelompok masyarakat dan tinggal menetap dalam waktu yang lama, zaman ini disebut dengan zaman modern. Menurut Kern dan von Heine geldern, manusia-manusia modern yang tinggal di Indonesia tergolong dalam ras Austronesia yang datang ke Indonesia kira-kira 2000 tahun sebelum masehi atau tepatnya pada zaman batu muda atau Neolitikum. Kern juga menyebutkan bahwa, kebudayaan-kebudayaan zaman batu muda atau Neolitikum merupakan dasar dari kebudayaan Indonesia sekarang.

Pada zaman modern, banyak dari kebudayaan Indonesia yang berubah, salah satunya ialah perubahan dalam bidang kehidupan, manusia yang tadinya hanya dapat menggumpulkan makanan pada zaman modern sudah mulai memproduksi bahan makanan. selain perubahan dalam bidang kehidupan, perubahan di bidang mata pencaharian juga berdampak besar dalam perkembangan kebudayaan manusia Indonesia, khususnya kebudayaan maritim.

Perubahan-perubahan tersebut dapat terlihat dari ditemukannya teknologi-teknologi yang digunakan oleh manusia modern utk bercocok tanam, selain itu dalam bidang maritim, ditemukannya berbagai jenis nekara perunggu di setiap pesisir pantai Indonesia. Dari ditemukannya nekara perunggu tadi dapat dipastikan bahwa, kegiatan berlayar dan berdagang telah ada sejak zaman manusia modern dan mungkin di perkanalkan oleh orang-orang ras Austronesia. Menurut Ricklefs, di seluruh wilayah di Indonesia telah terjadi perdagangan dari wilayah satu ke wilayah yang lain. Barang-barang yang di dagangkan pada masa itu antara lain beras, lada, dan tekstil. Ricklefs menambahkan bahwa, pulau jawa merupakan pengekspor beras terbesar se-Asia Tenggaran dan juga pulau Sumatra pengekspor lada terbesar se-Asia Tenggara. Agama Hindu dari India yang masuk ke Indonesia juga merupakan bukti bahwa, jalur perdaganan di Indonesia telah ada sejak zaman prasejarah. Masuknya pengaruh budaya India di Indonesia, menandakan bahwa Indonesia telah memasuki zaman sejarah atau zaman dimana manusia telah mengenal tulisan.

Hasil dari berbagai macam perubahan pada masa manusia modern di Indonesia adalah, terbentuknya dua kerajaan besar yang wilayah kekuasaannya tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan kerajaan terbesar dan terkuat pada saat itu di Indonesia, kerajaan Sriwijaya terkenal dengan armada laut yang kuat dan juga menguasai beberapa wilayah di Indonesia. Sedangkan kerajaan Majapahit, terkenal dengan daerah kekuasaan laut dan pantai-pantai di Indonesia. Selain itu, Majapahit juga memiliki hubungan politik dengan bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara, seperti Campa, Kamboja, Siam, Vietnam, dan Birma Selatan.

Meski pun Sriwijaya dan Majapahit sama-sama memiliki banyak daerah kekuasaan, akan tetapi kedua kerajaan tersebut berbeda dalam bidang berpolitik. Kerajaan Sriwijaya ikut campur tangan dalam mengurusi birokrasi seluruh wilayah jajahan atau kekuasaannya, hal ini sangat berbanding terbalik dengan kerajaan Majapahit yang hanya memonopoli perdagangan di wilayah kekuasaannya saja. Maka Ricklefs beranggapan bahwa, Majapahit merupakan kerajaan agraris dan juga kerajaan pedagang yang besar.

Selain kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kerajaan Malaka juga merupakan kerajaan yang berpengaruh sangat penting dalam perdagangan dunia. Menurut Ricklefs, kerajaan Malaka di dirikan oleh seorang pangeran Palembang yang kabur dari penyerangan Majapahit pada abad ke-14. Setelah berhasil kabur ke wilayah Malaka pangeran Palembang tersebut diduga mendirikan kerajaan Malaka dan juga membangun pelabuhan yang terletak dibagain paling sempit Selat Malaka, namun perihal ini masih menjadi perdebatan. Kerajaan Malaka berhasil membangun pelabuhan internasional terbesar di Asia Tenggara dengan bantuan dari para perompak untuk menarik kapal-kapal yang melawati Malaka agar dapat bersandar dan membayar pajak pelabuhan Malaka, dan pada akhirnya menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara karena kerajaan Malaka dapat menyediakan fasilitas untuk para pedagang yang melakukan kegiatan perdagangan disana. Selain meminta bantuan para perompak, kerajaan Malaka juga meminta bantuan Cina untuk dapat mengamankan Malaka dari ancaman Siam. Untuk dapat memfasilitasi dan menghidupi para pedagang dan masyarakat Malaka sendiri, kerajaan Malaka mengimpor sejumlah bahan makanan dari Indonesia karena Malaka sendiri tidak memiliki hasil bumi untuk di perjual belikan. Maka tidak heran di sejumlah daerah di Malaka terdapat perkampungan pedagang yang berasal dari Tuban, Gresik, Surabaya, Jepara, dan Palembang.

Dari pernyataan tentang adanya perkampungan pedagang-pedagang Indonesia di Malaka, dapat di pastikan bahwa wilayah-wilayah di sekitaran pantai utara Jawa sudah melakukan perdagangan internasional dan juga adanya kedatangan bangsa-bangsa asing ke Indonesia untuk membeli rempah-rempah di pusat penghasilnya. Bukti dari bangsa asing telah membeli rempah-rempah langsung di pusat penghasilnya ialah, adanya perkampungan Cina di dearah Lasem, Rembang.

Selain wilayah-wilayah pantai utara Jawa, daerah Jawa Barat juga tidak luput di datangi oleh para pedagang asing. Banten yang terkenal sebagai penghasil merica menjadi kota yang sering di datangi oleh para pedagang dari Portugis, Cina, Arab, Turki, Gujarat, dan Malabar. Sama halnya dengan Malaka, Banten juga menyediakan fasilitas untuk para pedagang-pedagang asing disana, umumnya masyarakat Banten menjual berbagai macam bahan makanan seperti beras, sayuran, buah-buahan, gula, daging, dan ikan. Selain itu masyarakat Banten juga menjual barang-barang logam. Dengan ramainya aktifitas perdagangan di Banten, Banten menjadi salah satu pusat perdagangan di Indonesia dan membuat kerajaan Banten memasuki masa-masa kejayaannya.

Kabar tentang adanya kegiatan perdagangan rempah-rempah di Malaka dan Banten terdengar hingga Eropa, rempah-rempah sangat lah dibutuhkan di Eropa karena pada saat musim dingin bangsa Eropa harus mengawetkan persedian dagingnya untuk tetap bertahan hidup, maka dari itu peran rempah-rempah di Eropa sangat lah penting dalam pengawetan makanan. Pada awal abad ke-16 Portugis menjadi bangsa pertama yang melakukan pelayaran ke Timur untuk mencari pusat rempah-rempat. Dengan berbekal pengetahuan geografi dan astronomi yang sangat baik, bangsa Portugis melakukan pelayaran menuju Asia. Mencari rempah-rempah bukan lah tujuan utama dari Portugis, melainkan 3G (gold, glory,gospel). Pada tahun 1497, Vasco da Gama yang memimpin pelayaran Portugis berhasil sampai di India. Sesampainya di India, Portugis membeli rempah-rempah dari India dengan jumlah banyak dan membawanya kembali ke Eropa. Setelah kembali dari India, bangsa Portugis ingin mencari tau dari mana rempah-rempah yang dijual di India berasal, tujuannya agar mereka dapat membeli secara langsung dari pusat penghasil rempah-rempah tersebut dan membelinya dengan harga yang murah, sehingga mereka dapat menjualnya kembali di Eropa dan dengan mudah memonopoli perdagangan rempah-rempah di Eropa.

Pada tahun 1503, Afonso de Albuquerque dan pasukannya berlayar kembali menuju India, kali ini tujuan Portugis bukan untuk membeli rempah-rempah di India melainkan untuk menjajah India. Hingga pada tahun 1510 Albuquerque berhasil menguasai Goa yang merupakan pantai barat di wilayah India, Portugis menjadikan Goa sebagai pangkalan militer dan dagang Portugis. Setelah berhasil menduduki Goa, usaha Portugis untuk menguasai perdagangan di Asia tidak berhenti sampai disitu saja. Portugis yang mendapat kabar bahwa Malaka merupakan pusat perdagangan terbesar se-Asia Tenggara, langsung berlayar menuju Malaka dengan membawa 1200 pasukan dan 18 kapal. Sesampainya di Malaka, Portugis langsung mendapat perlawanan dari kerajaan Malaka, namun Portugis berhasil mengungguli Malaka. Kerajaan Malaka pada saat itu sedang mengalami masalah internal kerajaan, sehingga membuat pasukan Portugis dengan mudah mengalakan mereka. Padahal pada saat itu, Malaka sudah dilengkapi dengan senjata-senjata yang sudah cukup cangih untuk mengalahkan pasukan Portugis namun karena Sultan Mahmud yang pada saat itu menjabat sebagai raja dari kerajaan Malaka sedang mengalami konflik dengan anaknya Sultan Ahmad, hal ini tentu saja sangat menggangu konsentrasi Sultan Mahmud dalam melawan Portugis. Setelah berhasil menduduki Malaka, Albuquerque memerintahkan kapal-kapalnya untuk mencari pulau penghasil rempah-rempah yang ada di sekitaran Malaka dan juga mempersiapkan diri jika kembali mendapat perlawanan dari pasukan Malaka. Menurut Ricklefs dalam buku Sejarah Asia Tenggara "Dari Masa Prasejarah Hingga Kontemporer", salah satu penyebab runtuhnya Malaka adalah, penyerangan yang dilakukan oleh kerajaan Aceh. Ricklefs menambahkan, Aceh memiliki ambisi besar untuk mengantikan posisi Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara.

Setelah berhasil menduduki Malaka, Portugis malah mengalami masalah internal yang dulu sempat di alami oleh kerajaan Malaka yaitu kurangnya bahan makan untuk sehari-hari, karena wilayah Malaka sendiri tidak terdapatnya sumber bahan makanan sehingga Portugis harus mengimpor bahan-bahan makanan dari Indonesia. Selain masalah kebutuhan sehari-hari yang tidak dapat di dapatkan di wilayah Malaka, banyak dari orang-orang Portugis di Malaka yang korupsi sehingga membuat organisasi dagang Portugis mengalami kerugian. Sementara itu, pedagang-pedagang lain yang sebelumnya berdagang di Malaka lebih memilih berdagang di Aceh dan wilayah Indonesia lainnya, karena ingin menghindari monopoli yang di berlakukan Portugis.

Portugis pun akhirnya meninggalkan Malaka, karena mereka menganggap Malaka malah membawa kerugian bagi mereka. Hingga akhirnya kapal-kapal yang diutusan oleh Albuquerque menemukan pulau penghasil rempah-rempah yang selama ini mereka cari, yaitu Maluku. Sesampainya Portugis di Maluku pada tahun 1512, Portugis membantu pasukan setempat dalam peperangan dan juga membeli rempah-rempah dari Maluku sehingga mereka berhasil mendapatkan sambutan yang baik masyarakat Maluku. Kerajaan Ternate yang pada saat itu sedang bersitegang dengan kerajaan Tidore, meminta bantuan Portugis untuk dibuatkan sebuah benteng yang dapat menahan serangan dari kerjaan lain, sebagai imbalannya Portugis bebas melakukan monopoli terhadap hasil bumi Ternate. Berbanding terbalik dengan kerajaan Ternate, kerajaan Tidore malah meminta dukungan dari Spanyol untuk menghadapi Ternate. Akan tetapi Spanyol pada periode ini bukan lah sebuah bangsa yang besar, karena Spanyol tidak menghasilkan apapun. Keberadaan Portugis di Ternate tidak bertahan lama, karena Portugis menyebarkan Agama Kristen dan berkelakuan kasar terhadap masyarakat Ternate, orang-orang Portugis pun di usir dari Ternate.

 Portugis bisa dikatakan gagal dalam menguasai perdagangan di Asia Tenggara, karena mereka lebih mementingkan Gospel atau penyebaran agama Kristen ketimbang melakukan monopoli perdagangan di Asia Tenggara. Hal ini terlihat jelas dari persebaran agama Kristen di Indonesia bagian Timur yang sangat luas dan juga penggunaan nama-nama Portugis di wilayah Timur Indonesia.

Setelah kembalinya Portugis ke Eropa, giliran Belanda yang berkeinginan untuk memonopi perdagangan di Eropa dengan mendatangi Indonesia yang merupakan pusat dari rempah-rempah. Belanda mengetahui segalanya tentang Indonesia dan jalur perdagangan Asia Tenggara, meski pun pada saat itu Portugis merahasiakan segala macam informasi tentang perdagangan di Asia Tenggara. Akan tetapi rahasia tersebut bocor karena, beberapa orang Belanda yang bekerja untuk pelayaran Portugis menuliskan buku tentang segala macam informasi tentang Asia Tenggara lengkap bersama peta-petanya.

Setelah mengetahui jalur pelayaran serta infomasi tentang pulau-pulau mana saja yang menghasilkan rempah-rempah, Belanda segera mempersiapkan kapal-kapal mereka dan juga persenjataan. Pada tahun 1595, dengan membawa 4 buah kapal dan 249 ABK Belanda memulai pelayarannya ke Indonesia yang di pimpin oleh Cornelis de Houtman. Pada tahun 1596, Belanda berhasil mendarat di Banten, kedatangan kapal-kapal belanda tersebut di terima baik oleh masyarakat Banten karena pada saat itu Banten adalah pelabuhan terbesar dan merupakan salah satu pusat perdagangan dunia. Sultan Maulana Muhammad dan rakyat Banten menerima baik para pedagang Belanda pada saat itu karena kedatangan pedagang asing dapat menguntungkan perekonomiannya pada masa itu. Cornelis de Houtman melihat letak pelabuhan Banten yang strategis dan memiliki tanaman rempah-rempah yang berlimpah, Cornelis de Houtman berencana ingin memonopoli perdagangan di Banten. Hingga pada akhirnya pedagan Belanda meminta Banten menyediakan lada dalam jumlah yang sangat besar tetapi permintaan itu ditolak oleh Kesultanan Banten karena permintaan Belanda tersebut diluar kemampuan kesultanan Banten dalam menyediakan lada. Karena permintaannya ditolak oleh Kesultanan Banten, armada Belanda pun kembali berlayar pulang dengan hanya membawa sedikit lada dan menembaki pelabuhan Banten yang berujung di tutupnya pelabuhan Jawa untuk para pedagang Belanda. Setelah diusir oleh Banten, Cornelis de Houtman kembali ke Belanda dan membuat laporan bahwa Indonesia memiliki banyak rempah-rempah untuk di jual di Eropa dan dapat meningkatkan ekonomi Belanda.

Pada tahun 1602 VOC resmi berdiri dengan tujuan menjadi wadah bagi serikat-serikat dagang swasta yang ingin berdagang rempah-rempah. Potensi alam yang dimiliki Banten itu lah yang membuat Cornelis de Houtman hingga VOC ingin menguasai Banten, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah VOC berhasil memasuki wilayah Banten para pejabat-pejabat VOC merasa kesulitan dalam memantau perdagangan di Banten karena alasan jarak antara Belanda dan Banten yang sangat jauh, pada akhirnya VOC menjadikan Banten sebagai pusat pertemuan dimana pelabuhan dan kantor VOC dapat dibangun dan hal ini lah yang membuat VOC yang pada waktu itu di pimpin oleh Jendral Joan Maetsuyker ingin menguasai Banten.

Untuk dapat menguasai Banten VOC memblokir akses ke pelabuhan dengan tujuan meruntuhkan perekonomian Banten pada waktu itu, serta melarang kapal-kapal asing yang ingin berdagang di pelabuhan Banten sehingga membuat pelabuhan Banten pada saat itu mengalami penurunan sangat drastis. Dengan runtuhnya ekonomi Banten membuat kesal masyarakat Banten pada waktu itu kesal dan melakukan perlawanan dengan merampas kapal-kapal VOC.

Sadar mendapat perlawanan dari Kesultanan Banten pada tahun 1645 VOC menawarkan sebuah perjanjian baru dengan hadiah-hadiah yang menarik demi mengambil hati masyarakat banten dan Sultan Ageng Tirtayarsa, akan tetapi penawaran perjanjian baru tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Ageng Tirtayarsa. Pada tahun 1655 pun VOC kembali menawarkan sebuah perjanjian terhadap Kesultanan Banten tetapi tetap saja perjanjian tersebut ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayarsa, bahkan Sultan Ageng Tirtayarsa menanggapinya dengan memerintahkan pasukannya pada tahun 1656 untuk bergerilya besar-besaran dengan target merusak perkebunan yang di duduki VOC, membakar kantor-kantor patroli VOC, dan juga membunuh para serdadu patroli VOC.

Sultan Ageng Tirtayarsa pun mencoba meminta bantuan dari Kesultanan Cirebon dan Mataram dan juga dari para pedagang asing seperti Inggris dan juga Turki untuk melakukan perlawanan besar-besaran terhadap VOC. Menyadari Sultan Ageng Tirtayarsa banyak mendapatkan bantuan untuk memperkuat kedudukannya dan keinginan mengusir VOC dari banten, VOC pun menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, dan Bugis. Semakin kuatnya pasukan Banten serta kurang siapnya pasukan VOC membuat VOC mengirim utusannya pada tahun 1658 menemui Sultan Ageng Tirtayarsa untuk menawarkan perjanjian gencatan senjata dengan membawa surat perjanjian yang berisi 10 pasal, karena VOC menyadari bahwa perlawanan Banten pada saat itu merugikan pihak VOC. Sultan Ageng Tirtayarsa mengajukan 2 dari 10 pasal yang di tawari VOC untuk di ubah tetapi pihak VOC menolak permintaan Sultan Ageng Tirtayarsa dan memutuskan untuk tetap melakukan peperangan terhadap Banten demi menguasai perdagangan di Indonesia.

Secara garis besar VOC telah berhasil memonopoli perdagangan di Indonesia, hal ini terlihat dari adanya kantor pusat dagang VOC untuk Hindia Timur yang berada di Batavia. Kedatangan VOC juga merupakan akhir dari kejayaan kebudayaan maritim di Indonesia dan sekaligus mengakhiri perdagangan rempah-rempah antara orang-orang Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Kedatangan VOC juga membuka gerbang kolonialisme di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda setelah VOC bubar.

Dari penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa kebudayaan maritim berdampak besar dalam bidang ekonomi di Indonesai. Kebudayaan maritim membawa Indonesia, pada kejayaan dalam dunia perdagangan di Asia. Selain itu kebudayaan maritim juga membuat Indonesia memiliki hubungan diplomatic dengan bangsa-bangsa pedagang lainnya, seperti Cina, Arab, dan juga Denmark yang sempat membeli rempah-rempah dari Banten

SUMBER

Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro Semarang, Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Dalam Proses Integrasi Bangsa "Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII",  Departemen Kelautan dan Perikanan
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun