Setelah mengetahui jalur pelayaran serta infomasi tentang pulau-pulau mana saja yang menghasilkan rempah-rempah, Belanda segera mempersiapkan kapal-kapal mereka dan juga persenjataan. Pada tahun 1595, dengan membawa 4 buah kapal dan 249 ABK Belanda memulai pelayarannya ke Indonesia yang di pimpin oleh Cornelis de Houtman. Pada tahun 1596, Belanda berhasil mendarat di Banten, kedatangan kapal-kapal belanda tersebut di terima baik oleh masyarakat Banten karena pada saat itu Banten adalah pelabuhan terbesar dan merupakan salah satu pusat perdagangan dunia. Sultan Maulana Muhammad dan rakyat Banten menerima baik para pedagang Belanda pada saat itu karena kedatangan pedagang asing dapat menguntungkan perekonomiannya pada masa itu. Cornelis de Houtman melihat letak pelabuhan Banten yang strategis dan memiliki tanaman rempah-rempah yang berlimpah, Cornelis de Houtman berencana ingin memonopoli perdagangan di Banten. Hingga pada akhirnya pedagan Belanda meminta Banten menyediakan lada dalam jumlah yang sangat besar tetapi permintaan itu ditolak oleh Kesultanan Banten karena permintaan Belanda tersebut diluar kemampuan kesultanan Banten dalam menyediakan lada. Karena permintaannya ditolak oleh Kesultanan Banten, armada Belanda pun kembali berlayar pulang dengan hanya membawa sedikit lada dan menembaki pelabuhan Banten yang berujung di tutupnya pelabuhan Jawa untuk para pedagang Belanda. Setelah diusir oleh Banten, Cornelis de Houtman kembali ke Belanda dan membuat laporan bahwa Indonesia memiliki banyak rempah-rempah untuk di jual di Eropa dan dapat meningkatkan ekonomi Belanda.
Pada tahun 1602 VOC resmi berdiri dengan tujuan menjadi wadah bagi serikat-serikat dagang swasta yang ingin berdagang rempah-rempah. Potensi alam yang dimiliki Banten itu lah yang membuat Cornelis de Houtman hingga VOC ingin menguasai Banten, dimana Banten adalah penghasil lada terbesar di Jawa Barat dan penghasil beras dengan dibukanya lahan pertanian dan sarana irigasi oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah VOC berhasil memasuki wilayah Banten para pejabat-pejabat VOC merasa kesulitan dalam memantau perdagangan di Banten karena alasan jarak antara Belanda dan Banten yang sangat jauh, pada akhirnya VOC menjadikan Banten sebagai pusat pertemuan dimana pelabuhan dan kantor VOC dapat dibangun dan hal ini lah yang membuat VOC yang pada waktu itu di pimpin oleh Jendral Joan Maetsuyker ingin menguasai Banten.
Untuk dapat menguasai Banten VOC memblokir akses ke pelabuhan dengan tujuan meruntuhkan perekonomian Banten pada waktu itu, serta melarang kapal-kapal asing yang ingin berdagang di pelabuhan Banten sehingga membuat pelabuhan Banten pada saat itu mengalami penurunan sangat drastis. Dengan runtuhnya ekonomi Banten membuat kesal masyarakat Banten pada waktu itu kesal dan melakukan perlawanan dengan merampas kapal-kapal VOC.
Sadar mendapat perlawanan dari Kesultanan Banten pada tahun 1645 VOC menawarkan sebuah perjanjian baru dengan hadiah-hadiah yang menarik demi mengambil hati masyarakat banten dan Sultan Ageng Tirtayarsa, akan tetapi penawaran perjanjian baru tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Ageng Tirtayarsa. Pada tahun 1655 pun VOC kembali menawarkan sebuah perjanjian terhadap Kesultanan Banten tetapi tetap saja perjanjian tersebut ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayarsa, bahkan Sultan Ageng Tirtayarsa menanggapinya dengan memerintahkan pasukannya pada tahun 1656 untuk bergerilya besar-besaran dengan target merusak perkebunan yang di duduki VOC, membakar kantor-kantor patroli VOC, dan juga membunuh para serdadu patroli VOC.
Sultan Ageng Tirtayarsa pun mencoba meminta bantuan dari Kesultanan Cirebon dan Mataram dan juga dari para pedagang asing seperti Inggris dan juga Turki untuk melakukan perlawanan besar-besaran terhadap VOC. Menyadari Sultan Ageng Tirtayarsa banyak mendapatkan bantuan untuk memperkuat kedudukannya dan keinginan mengusir VOC dari banten, VOC pun menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, dan Bugis. Semakin kuatnya pasukan Banten serta kurang siapnya pasukan VOC membuat VOC mengirim utusannya pada tahun 1658 menemui Sultan Ageng Tirtayarsa untuk menawarkan perjanjian gencatan senjata dengan membawa surat perjanjian yang berisi 10 pasal, karena VOC menyadari bahwa perlawanan Banten pada saat itu merugikan pihak VOC. Sultan Ageng Tirtayarsa mengajukan 2 dari 10 pasal yang di tawari VOC untuk di ubah tetapi pihak VOC menolak permintaan Sultan Ageng Tirtayarsa dan memutuskan untuk tetap melakukan peperangan terhadap Banten demi menguasai perdagangan di Indonesia.
Secara garis besar VOC telah berhasil memonopoli perdagangan di Indonesia, hal ini terlihat dari adanya kantor pusat dagang VOC untuk Hindia Timur yang berada di Batavia. Kedatangan VOC juga merupakan akhir dari kejayaan kebudayaan maritim di Indonesia dan sekaligus mengakhiri perdagangan rempah-rempah antara orang-orang Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Kedatangan VOC juga membuka gerbang kolonialisme di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda setelah VOC bubar.
Dari penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa kebudayaan maritim berdampak besar dalam bidang ekonomi di Indonesai. Kebudayaan maritim membawa Indonesia, pada kejayaan dalam dunia perdagangan di Asia. Selain itu kebudayaan maritim juga membuat Indonesia memiliki hubungan diplomatic dengan bangsa-bangsa pedagang lainnya, seperti Cina, Arab, dan juga Denmark yang sempat membeli rempah-rempah dari Banten
SUMBER
Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro Semarang, Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia Dalam Proses Integrasi Bangsa "Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII", Â Departemen Kelautan dan Perikanan
Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H