Soal Penonaktifan Ahok, Kok Barangnya Dikirim Jokowi?
Ya, sebetulnya soal polemik pengaktifan Gubernur Ahok kembali memimpin Jakarta sudah pasti memancing polemik dan tak heran lalu dijadikan amunisi untuk lagi-lagi (!) “menyerang” Presiden Jokowi. Padahal mekanismenya sudah terang benderang, dan acuan hokum tidak menonaktifkan Ahok juga sudah dengan lugas dijelaskan pihak Kemendagri sebagai pihak yang berwenang.
Simak penjelasan Kemendagri berikut!
Masa cuti Gubernur Ahok berakhir pada 11 Februari 2017. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bahwa Ahok, yang berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama, masih akan aktif sebagai gubernur DKI hingga pembacaan tuntutan.
"Jika tuntutan paling sedikit lima tahun, maka akan diberhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap," kata Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto seperti dikutip dari detik.com.
Untuk diketahui, Gubernur Ahok saat ini sudah berstatus terdakwa dengan dakwaan dua pasal di KUHP, yaitu pasal 156 dan 156a. Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
Kemendagri menambahkan pihaknya tak bisa buru-buru memutuskan. "Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik," ujar Sigit.
"Apabila belum ada kepastian tuntutan lamanya ancaman penjara kepada Ahok hingga tanggal 11 Februari 2017 yang merupakan masa akhir cuti kampanye selaku petahana, maka Kemendagri tidak mengusulkan pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI," tutupnya.
Jadi mesti menunggu dulu tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) di kasus dugaan penistaan Gubernur Ahok yang saat ini memasuki siding ke-10.
Argumen itu diamini oleh ahli pidana Prof Hibnu Nugroho. Ia menyatakan status gubernur Ahok akan tergantung tuntutan JPU nantinya. Menurut Prof Hibnu, pemberhentian kepala daerah bisa dipastikan dilakukan apabila sudah ditahan atau kena operasi tangkap tangan KPK. "Harus diingat, dakwaan terhadap Ahok adalah alternatif. Kecuali dakwaannya dakwaan tunggal, maka sudah dapat dipastikan," cetus Hibnu seperti dikutip dari detik.com.
Jadi, seharusnya tidak perlu menjadi polemik politik dan menyudutkan Jokowi!
Karena landasan hukumnya sudah jelas dan diungkapkan secara terang benderang oleh pihak Kemendagri. Jadi tak perlu jadi polemik. Tapi, ya namanya juga politik. Sekali lagi, ini “barang” lagi-lagi dikirim ke Jokowi.
Partai oposisi di DPR bahkan sudah menggalang angket dan menyebut Jokowi melanggar UU karena kembali mengaktifkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Suara sumbang lainnya menyalahkan Jokowi karena gegabah mengaktifkan kembali Ahok. Pakar Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Abdul Hakim Siagian bahkan menilai hukum telah mati di Indonesia dan menyebut Ahok sebagai manusia paling istimewa di negeri ini.
Begini pak Siagian, yang menjadi paradoks adalah, Anda menyuruh Jokowi untuk menabrak aturan dan lalu Anda mengatakan itu sebagai sesuatu yang adil. Di mana letak keadilannya? Ketika Jokowi dipaksa melakukan sesuatu dengan cara menabrak aturan dan berbuat tak adil kepada Ahok sebagai warga negara Indonesia yang hak dan kewajibannya sama seperti warga negara lain di bumi pertiwi ini!
Logika yang kacau balau! (WK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H