[caption caption="sumber: http://blog.cases.com"][/caption]
Sepuluh tahun yang lalu, Nokia merupakan raja dalam dunia telepon gengam. Saya masih ingat bagaimana setiap ada peluncuran produk baru, kami berlomba-lomba mengagumi fitur dan keistimewaan yang ditawarkan. Saat itu, semua orang ingin memiliki nokia. Nokia bukan saja merupakan handphone favorit, tetapi juga handphone andalan semua orang. Nokia Communicator menjadi salah satu handphone elit yang menjadi impian banyak orang.
Mereka adalah raja di dunia telepon gengam dengan masa depan yang sangat cerah. Saat itu, perusahaan Nokia terlalu besar untuk kuatir terhadap ancaman dari perusahaan lain. Mereka memiliki rangkaian produk, mulai dari yang murah hingga yang paling mahal untuk menjawab kebutuhan dari pasar. Yang manakah yang (pernah) menjadi HP impian Anda?
[caption caption="sumber: https://www.pinterest.com"]
Kemudian di tahun 2007, sebuah perusahaan komputer memperkenalkan sebuah handphone jenis baru. Perusahaan ini tidak pernah bermain dalam pasar handphone, sehingga wajar bila ia melakukan sesuatu yang aneh. Perusahaan ini hanya menawarkan satu jenis handphone. Handphone ini tidak memiliki keypad. Warnanyapun hanya satu: hitam. Dan modelnya hanya satu.
[caption caption="sumber: http://www.mobilephonesdirect.co.uk"]
Sehingga bila diperhadapkan dengan puluhan alternatif yang diberikan oleh Nokia, iPhone seharusnya tidak memiliki kesempatan untuk menjadi besar.
Tetapi sesuatu yang aneh terjadi. Satu hal yang tidak pernah dibayangkan oleh Nokia terjadi. Dengan hanya satu produk ini, Apple membuat pasar baru dan mengambil konsumen dari Nokia. Tidak lama kemudian, Samsung masuk ke pasar telepon selular dan mengerogoti bagian besar dari Nokia. Dan ketika Nokia sadar dari keterkejutannya, semuanya sudah terlambat. Pada tahun 2013, Nokia akhirnya menjual divisi telepon selularnya ke Microsoft.
Ketika akan diakuisisi oleh Microsoft, CEO Nokia melakukan press conference dan dalam pertemuan itu, ia berkata: “Kami tidak melakukan apapun yang salah, tetapi entah bagaimana, kami kalah.”
Tetapi kita tahu, bukan? Kita tahu bukan, mengapa mereka kalah? Sebagai konsumen, cara pandang kita lebih jelas daripada mereka yang duduk di puncak pimpinan Nokia. Sebagai end-user yang menggunakan handphone, kita menyadari mengapa kita lebih memilih Samsung dan iPhone dibanding Nokia, bukan?
Mereka melewatkan kesempatan untuk belajar
Mereka melewatkan kesempatan untuk berubah
Mereka melewatkan kesempatan untuk bertumbuh
Dan sementara mereka bertahan dengan dunia mereka
Para saingan mengambil resiko,
Mengambil kesempatan yang ada
Dan Nokia bukan saja kehilangan kesempatan untuk bertambah besar
Mereka akhirnya kehilangan kesempatan untuk bertahan hidup.
Sebagai pemimpin, ada kalanya kita berada di atas angin. Saat itu, semua rencana kita berjalan mulus dan masa depan terlihat cerah. Tetapi mari kita belajar dari kejatuhan raksasa Nokia ini. Mari kita melangkah ke depan dengan rasa percaya diri dan juga kehati-hatian. Sebagai pemimpin, kita perlu peka terhadap angin perubahan yang bisa datang kapan saja.
Sebagai pemimpin, jangan kita terlena dengan angin sepoi-sepoi yang meniup dari belakang dan tertidur di tengah kenyamanan yang ada. Apa yang membawa kesuksesan hingga hari ini tidaklah bisa menjadi patokan untuk mengejar kesuksesan hari esok.
Dan bila kita adalah pemimpin yang ingin masuk ke pasar yang kelihatannya sudah padat dengan saingan, kejatuhan Nokia memberikan kita harapan. Kesuksesan Apple dan Samsung mengajarkan kita bahwa selalu ada peluang untuk kita. Flexibilitas sebagai pemain baru memungkinkan kita untuk mengenal pasar dengan lebih baik dan meresponi pergerakan yang muncul dengan lebih cepat.
Mari kita bertumbuh menjadi pemimpin yang selalu peka terhadap pasar yang kita layani, bahkan ketika kita sudah menjadi raksasa di bidang kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H