Perlu adanya pemahaman bahwa perempun tomboy atau androgini berarti bahwa seseorang memiliki karakteristik secara psikologi feminin dan maskulin. Artinya, menolak asumsi tradisional bahwa maskulin itu baik bagi laki-laki dan feminin itu baik bagi perempuan.
Beberapa hari yang lalu saya mencoba bertanya kepada beberapa kawan laki-laki untuk mengetahui bagaimana pandangan mereka terhadap perempuan yang berpenampilan maskulin.Â
Ada yang merespon cukup baik dan memberikan jawaban jujur ada yang bahkan hanya diam mengabaikan, kurang kooperatif.
Hasilnya, sebagian besar kebanyakan laki-laki memberikan jawaban bahwa mereka kurang nyaman melihat perempuan berpenampilan maskulin meski mereka mengakui  bahwa itu adalah hak pribadi dan juga bagian dari gender.
Artinya, stereotipe maskulinitas dan feminitas erat kaitannya dengan jenis kelamin (kodrat) dan bukannya gender (peran sosial-kultural) masih mengakar kuat.Â
Tentu saja ini juga bagian dari budaya patriarki dimana masih menjunjung tinggi "ego maskulinitas" hanya milik laki-laki.Â
Yang mana laki-laki identik dengan kuat baik secar fisik maupun mental, tegas, dan penguasa ranah publik. Dan perempuan identik dengan lemah, lembut, letih, lesu dan  lunglai (ini istilah saya saja sih).
Dampak dari kurangnya simpati terhadap perempuan berpenampilan maskulin ini menyebabkan mereka kadang terkucilkan dalam lingkup masyarakat.
Bahkan, kadang meski secara pergaulan laki-laki menghargai mereka tapi justru karena mereka dianggap bukan sebagai perempuan, padahal mereka perempuan seutuhnya yang juga menyukai laki-laki.
Entah siapa yang memulai menjenis-kelaminkan pakaian bahwa celana dan kemeja itu untuk laki-laki. Dan rok atau gamis itu untuk perempuan.Â