Mohon tunggu...
warohniyah
warohniyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Main bulu tangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswi Dibakar Kekasihnya

3 Desember 2024   07:10 Diperbarui: 3 Desember 2024   07:10 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan dalam Hubungan Pribadi: Perspektif Etika Profesi dan Hukum Pidana

Kekerasan dalam hubungan pribadi merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sering kali berakar dari konflik emosional dan ketidakmampuan mengelola perselisihan. 

Kasus yang terjadi antara MI dan korban, sebagaimana dijelaskan, menjadi salah satu contoh nyata betapa fatalnya dampak ketidakseimbangan emosi dan kurangnya tanggung jawab individu dalam hubungan pribadi. Artikel ini akan membahas kasus ini dari sudut pandang etika profesi serta tinjauan hukum pidana di Indonesia.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari perselisihan antara MI dan korban, yang sebelumnya menjalin hubungan pribadi. Persoalan muncul ketika korban mengaku telah mengandung anak dari hasil hubungan mereka. Namun, MI menolak bertanggung jawab dengan alasan bahwa usia kehamilan korban tidak sesuai dengan waktu hubungan mereka. Penolakan ini memicu pertengkaran yang berujung pada tindakan penganiayaan oleh MI terhadap korban.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena MI dikenal sebagai sosok pendiam dan tidak banyak bergaul. Namun, konflik tersebut membuktikan bahwa penilaian masyarakat terhadap seseorang belum tentu mencerminkan potensi perilaku dalam situasi emosional tertentu. MI akhirnya menyerahkan diri kepada pihak berwajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tinjauan Etika Profesi

Dari perspektif etika profesi, kasus ini mencerminkan pelanggaran terhadap nilai-nilai tanggung jawab pribadi dan profesional. Dalam hubungan manusia, tanggung jawab moral seseorang tidak hanya berhenti pada perbuatan langsung, tetapi juga pada konsekuensi dari tindakannya. Dalam konteks ini, MI gagal mengambil tanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukannya.

1. Pentingnya Tanggung Jawab Moral
Tanggung jawab moral adalah landasan penting dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Seharusnya, MI dapat mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik, seperti melakukan pemeriksaan medis untuk memastikan kebenaran klaim korban. Menghindari tanggung jawab dan melakukan penganiayaan menunjukkan kegagalan MI dalam menjunjung etika hidup bermasyarakat.

2. Nilai Kepercayaan dalam Hubungan
Hubungan antara MI dan korban menunjukkan bahwa kurangnya kepercayaan dan komunikasi dapat merusak suatu hubungan. Dalam situasi seperti ini, baik pihak korban maupun pelaku seharusnya mengedepankan dialog yang sehat untuk menyelesaikan perbedaan persepsi terkait kehamilan, bukan dengan kekerasan fisik.

3. Implikasi Etika dalam Penyerahan Diri
Langkah MI menyerahkan diri kepada polisi merupakan tindakan yang patut diapresiasi dari segi etika. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku menyadari kesalahannya dan bersedia untuk menghadapi konsekuensi hukum. Meski demikian, tindakan ini tidak serta merta menghapus dampak psikologis dan fisik yang telah dialami korban.

Tinjauan Hukum Pidana

Dari perspektif hukum pidana, tindakan penganiayaan oleh MI dapat dikenakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.

1. Pasal Terkait Penganiayaan
Penganiayaan yang dilakukan oleh MI termasuk dalam pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana penganiayaan. Pasal ini menjelaskan bahwa penganiayaan yang menimbulkan luka fisik dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan atau pidana denda. Jika penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat, hukuman dapat diperberat menjadi lima tahun.

2. Pelanggaran Hak Asasi Korban
Tindakan MI juga mencerminkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak korban untuk hidup bebas dari kekerasan. Dalam konteks ini, negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada korban melalui penegakan hukum yang adil dan tegas.

3. Motivasi Kejahatan dalam Hubungan Pribadi
Kasus ini menunjukkan pentingnya memahami motivasi di balik tindak pidana dalam hubungan pribadi. MI mengaku bahwa tindakannya didasari oleh emosi dan penolakan atas klaim korban. Dalam hukum pidana, motif ini dapat memengaruhi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman, meskipun tidak menghapus sifat pidana dari perbuatan tersebut.

4. Rehabilitasi Pelaku dan Pemulihan Korban
Hukum pidana modern tidak hanya bertujuan untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk merehabilitasi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya di masa depan. Selain itu, pemulihan psikologis dan fisik korban juga menjadi aspek penting yang harus diperhatikan. Dalam kasus ini, korban memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis guna mengatasi trauma akibat penganiayaan.

Rekomendasi untuk Pencegahan

Kasus seperti ini dapat dicegah melalui pendekatan multidimensi yang melibatkan masyarakat, pendidikan, dan penegakan hukum. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan antara lain:

1. Edukasi tentang Hubungan yang Sehat
Edukasi mengenai pentingnya komunikasi yang sehat dan tanggung jawab dalam hubungan harus ditanamkan sejak dini. Program kesadaran ini dapat dilakukan melalui sekolah, komunitas, atau kampanye publik.

2. Penguatan Perlindungan Hukum bagi Korban Kekerasan
Pemerintah perlu memastikan bahwa korban kekerasan mendapatkan perlindungan maksimal, termasuk akses mudah terhadap layanan hukum, medis, dan psikologis.

3. Pelatihan Pengelolaan Emosi
Banyak kasus kekerasan dalam hubungan pribadi dipicu oleh ketidakmampuan pelaku dalam mengelola emosi. Pelatihan pengelolaan emosi dapat membantu individu mengenali dan mengontrol respons mereka terhadap situasi yang memicu stres atau konflik.

4. Penegakan Hukum yang Tegas
Penegakan hukum yang konsisten dan adil menjadi kunci untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Hukuman bagi pelaku harus disertai dengan rehabilitasi yang memastikan bahwa mereka tidak mengulangi tindak kekerasan.

5. Dukungan untuk Korban
Tidak kalah pentingnya, masyarakat juga harus berperan aktif mendukung korban, baik secara psikologis maupun sosial. Dukungan ini akan membantu korban bangkit kembali dan melanjutkan hidup.

Kesimpulan

Kasus antara MI dan korban mencerminkan kompleksitas hubungan manusia, yang melibatkan aspek emosional, moral, dan hukum. Tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh MI tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga nilai-nilai etika yang mendasari hubungan manusia. Dalam menghadapi kasus seperti ini, pendekatan yang komprehensif, mulai dari edukasi hingga penegakan hukum, menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang lebih aman, bermoral, dan beradab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun