"Si Belah tetap menjalani kehidupannya di dunia ini seperti manusia biasa pada umumnya," kata Jabrik sambil menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya.
"Seperti apa?" tanya Oneng.
"Setelah bertemu dengan Tuhan, Si Belah masih terus berjalan, jika dulu sebelum bertemu dengan Tuhan, Ia berjalan karena hendak menemui Tuhan untuk meminta keadilan, maka setelah bertemu dengan Tuhan, saat ini Ia terus berjalan karena mengikuti takdir Tuhan."
Jabrik menatap mata Oneng dalam-dalam sambil tersenyum, tapi kali ini bukan senyum menggoda seperti sebelumnya.
"Maksudnya?" tanya Oneng penasaran dengan kata-kata "Takdir Tuhan" barusan.
 "Si Belah yang telah bertemu dengan Tuhan dan telah memiliki tubuh yang sempurna seperti laki-laki pada umumnya itu sadar, bahwa ternyata kehidupan di dunia fana ini tak ubahnya seperti perjalanan."
"Maksudnya? Oneng gak paham,"
"Si Belah sadar bahwa apa yang Ia lihat dan rasakan selama ini, ternyata semua itu hanyalah permainan rasa. Karena semua yang ada di dunia ini, sesungguhnya hanyalah fatamorgana.
Saat kisah nya ini mulai kuceritakan, aku berharap bahwa kisah perjalan hidup Si Belah mencari Tuhan ini bisa menjadi bahan renungan. Terutama bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan pikirannya. Untuk melihat keagungan Tuhan melalui ciptaanNya yang bertebaran di atas muka Bumi ini. Bukankah alam yang terkembang ini sesungguhnya adalah bacaan, bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan pikiran untuk mengenali siapa Penciptanya?"Â
Jabrik kembali melihat Oneng yang terpekur sambil menopangkan dagu ke tangannya di atas Meja.
"Iya," kata Oneng pelan.