Ratu malam yang saat ini telah bersedia membuka pintu hatinya, untuk menerima kehadiran Bidadari kesunyian memasuki Istana Kebahagiaan-nya.
*****
Kutatap wajah Ratu Malam dan Bidadari kesunyian satu persatu. Wajah dua wanita cantik, yang atas izin Tuhan-ku. Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, telah di pertemukan dan dipersatukan hatinya, untuk saling melengkapi dan menyayangi antara satu dengan yang lainnya.
Di sebelah Sang Waktu. Sekali lagi kutatap mata kedua wanita cantik yang aku tahu sesungguhnya adalah sepasang pintu masuk ke alam akhirat dan alam dunia itu. Pintu masuk Surga dan Neraka serta pintu masuk menuju ke masa lalu dan masa depan.
Di bawah siraman cahaya bulan, di antara keramaian kota. Di pinggir jalanan, di antara temaram lampu-lampu jalan kota impian, aku dan dua wanita cantik yang memiliki nama lain edelweis dan Wijayakusuma itu terus berjalan, meninggalkan masa lalu, menuju ke masa depan sambil bergandengan tangan.
“Kita adalah perpaduan antara masa lalu dan masa kini yang terus berjalan, sebagaimana waktu yang terus berjalan. Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, izinkan aku membawa kalian menuju ke masa depan.
Aku sadar, bahwa aku, engkau dan dia sesungguhnya adalah kita. Dan kita adalah mimpi-mimpi sempurna yang dulu pernah tertunda.
Kita adalah bahasa rasa, bahasa kesunyian di antara ribuan bahasa yang pernah ada, bahasa yang pernah di ucapkan oleh seorang hamba kepada Tuhan-nya, bahasa yang telah ada, bahkan jauh sebelum Tuhan menciptakan alam semesta berserta dengan isinya.
Aku, engkau dan dia adalah kalimat-kalimat suci yang terdapat di dalam Syahadat cinta. Kalimat-kalimat suci yang menjadi kalimat pembuka dari 6666 ayat yang saat ini tersebar di alam semesta.
Perjalanan kita adalah alunan nada. Nada-nada cinta yang di lantunkan dengan menggunakan bahasa rasa. Induk bahasa dari semua bahasa yang pernah ada. Bahasa yang tercipta pada saat terjadinya percakapan antara Nur Muhammad dengan Tuhan-nya. Percakapan yang terjadi bahkan jauh sebelum Tuhan menciptakan Surga dan Neraka.
Kita adalah ungkapan rasa, ungkapan cinta antara si hamba kepada Tuhan-nya. Sebab sesungguhnya kita adalah kalimat-kalimat pengakuan antara yang di saksikan dan yang menyaksikan. Karena sesungguhnya kita adalah cinta yang akan terus bergema di alam semesta, bahkan ketika nanti dunia ini sudah tak lagi ada.”