Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[AdS] Jalan Sunyi

7 September 2019   17:57 Diperbarui: 8 September 2019   01:55 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

<< Sebelumnya

****

"Tidak! Aku tidak akan menceraikanmu!" Tiba-tiba Lelaki tampan bertubuh gempal yang memelihara jenggot di dagunya itu berteriak sambil menatap wanita cantik yang tengah menangis sesegukan di depannya.

"Kenapa Kang?" Tanya Wanita cantik berkerudung merah marun yang tadi menangis sesegukan itu kaget saat mendengar lelaki bertubuh gempal di depannya itu berteriak ke arahnya.

"Jika aku menceraikanmu, maka mereka semua akan tertawa dan merasa menang karena telah berhasil merebutmu dariku! Dan tidak akan pernah aku biarkan mereka menginjak-injak harga diriku dengan cara memberikanmu pada mereka." Jawab lelaki bertubuh gembal yang memelihara jenggot di dagunya itu geram.

"Sadarlah Kang! Aku tidak pernah mencintaimu, dan aku juga tidak akan menikah dengan mereka, karena dimataku mereka semua pengecut! Dahulu aku melakukannya dengan mereka atas dasar cinta, tapi aku sadar bahwa apa yang aku lakukan itu hanyalah cinta berbalut nafsu. Dan saat ini aku sadar, selama ini Setan telah menggelapkan hati dan pikiranku, nafsu aku kira cinta. Begitupun yang Akang rasakan selama ini, itu bukan cinta yang sesungguhnya tapi cinta berbalut nafsu! Dan saat ini Akang tidak mau menceraikan aku, bukan karena mencintaiku, tapi karena malu, takut kalah bersaing pada orang-orang yang pernah menyentuhku.

Aku minta Akang ceraikan aku sekarang juga! Sebab aku ingin hijrah dari masa laluku yang begitu kelam itu, aku tidak pernah mencintai Akang. Dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa mencintai Akang. Aku sadar bahwa jika masih tetap bersama Akang, maka itu hanya akan membuatku tetap berada di alam kegelapan. 

Walaupun aku nantinya kembali di ruqyah, semua tidak akan merubah keputusanku. Aku akan tetap akan meminta Akang menceraikan aku, karena aku tidak mau tubuhku ini kembali di jadikan rumah Setan.

Sadarlah! Bahwa semua yang Akang lakukan padaku itu kelak akan di mintai pertanggung jawabannya oleh Tuhan!"

“Siapa Dia? Setan mana yang sudah membuatmu jadi berubah sesat seperti ini? hingga membuatmu begitu berani menentangku saat ini!”  Lelaki tampan bertubuh gempal yang memelihara jenggot di dagunya itu berteriak, lalu pergi sambil membanting pintu depan rumahnya, meninggalkan Wanita cantik berkerudung merah marun yang tadi menangis sesegukan di depannya itu begitu saja.

****

Mataku berkeliling menatap kesekeliling ruangan yang terlihat begitu megah ini, tidak terlihat ada suasana yang menunjukan keakraban di sini. Semuanya terlihat begitu kaku di tempat ini.

Saat ini aku berada di dalam ruangan yang memiliki desain Rumah adat kasepuhan. Suasana dan ukiran-ukiran yang menjadi hiasan rumah ini begitu kental dengan sejarah mengenai persebaran Islam di Jawa Barat, khususnya di Cirebon. Rumah ini memiliki ciri khas pintu gerbang utama yang terlihat seperti jembatan untuk menuju ruang lainnya.

Ruang utama yang disebut dengan pancaratna ini memiliki luas sekitar 88 meter. Di dalam ruangan utama ini ada deretan kursi sofa dan meja, selain meja dan deretan kursi juga terdapat lemari kaca yang terletak di sudut ruangan yang di jadikan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda berharga, seperti harta keluarga atau pusaka dan lain sebagainya.

Di atas kursi sofa, kulihat sesosok pria tua berusia sekitar 65 tahun yang mengenakan Baju Koko serta Peci berwarna hitam yang menutupi kepalanya tengah duduk di sebelah seorang wanita paruh baya yang mengenakan jilbab berwarna krem di padan dengan Baju gamis wanita muslim yang senada dengan warna jilbab yang di kenakannya.

Di depan pria tua berwajah teduh itu kulihat lelaki bertubuh gempal tengah duduk di depannya, sedangkan di sebelah lelaki bertubuh gempal ini kulihat ada seorang pria yang memiliki jenggot panjang di dagunya dan lelaki berjenggot panjang ini kulihat tengah memakai Baju Gamis ala Timur Tengah lengkap dengan sorban berwarna putih untuk menutupi kepalanya.

Di sisi lainnya, tidak jauh dari lelaki bertubuh gempal itu duduk, terlihat Wanita cantik berkacamata yang mengenakan kerudung berwarna merah marun tengah duduk di sebelah Wanita cantik yang mengenakan kerudung berwarna hijau, selaras dengan pakaian yang di kenakannya. Jika melihat paras dan rupanya, sepertinya mereka berdua ini masih bersaudara.

Setelah melihat ke arah pria bersorban putih yang sepertinya tengah berzikir itu, aku berjalan ke arah Wanita cantik berkulit kuning langsat yang saat ini kulihat wajah cantiknya itu terlihat sedikit pucat tidak seperti biasanya.

"Itu Siapa?" Tanyaku, sambil menunjuk ke arah pria berpakaian serba serba putih yang kulihat tengah duduk dengan mulut komat-kamit seperti sedang membaca doa.

"Dialah Kyai yang di minta oleh Bapak untuk me-ruqyah  aku nanti," jawabnya pelan sambil melihat ke arah lelaki bersorban putih di depannya. 

Wajah wanita cantik berkacamata ini kulihat sedikit tegang ketika melihat pria berpakaian serba putih yang tengah duduk di sebelah lelaki bertubuh gempal yang sudah dua puluh tahun lamanya pernah menjadi pendamping hidupnya.

Ruqyah atau rukyah adalah metode penyembuhan dengan cara membacakan sesuatu pada orang yang sakit akibat dari ‘ain (mata hasad), sengatan hewan, bisa, sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan jin.

Kutatap wajah pria berjenggot panjang yang mengenakan Sorban dan Baju gamis di depanku. Sambil tersenyum, ku genggam erat jemari tangan wanita cantik di sampingku ini.

"Kenapa engkau seperti orang ketakutan melihat pria itu?" Tanyaku lagi pada Wanita cantik berkulit kuning langsat di sampingku ini, sambil kembali melihat ke arah lelaki bersorban putih yang sedang memejamkan kedua matanya.

Sambil menggigit bibir tebalnya yang berwarna merah basah alami itu. Dia berkata lirih sambil menggenggam tangan kiriku. 

"Dia adalah Kyai ingin me-ruqyah-ku, dengan maksud untuk memisahkan kita Mas." Katanya pelan.

"Kenapa?" Tanyaku pelan. 

"Mereka semua mengira aku telah sesat, karena menganggap Mas adalah Setan yang sudah berhasil menyesatkanku hingga sejauh ini. Di mata mereka aku sudah jauh berubah, sehingga saat ini aku berani melawan suamiku sendiri" Katanya lagi sambil melihat ke arah lelaki bertubuh gempal di sebelah lelaki bersorban putih yang sedari tadi kulihat hanya diam.

"Hemmm..," kataku pelan, "Apa yang engkau takutkan? Jangan ragu dan jangan bimbang, aku dan Tuhan bersamamu saat ini." kataku lagi, sambil tersenyum menatap Wanita cantik berkacamata di sebelahku ini. 

Wanita ini terlihat sudah sedikit lebih tenang setelah melihat ketenanganku saat ini.

"Iya Mas." Jawab wanita berkulit kuning langsat ini pelan, tangan kanannya masih terus menggengam erat tangan kiriku.

"Sepertinya mereka tidak bisa melihat keberadaan Mas di tempat ini." Kata Wanita cantik berkulit kuning langsat itu sambil melihat ke arah orang-orang yang tengah duduk di dalam ruang ini.

"Tidak semuanya, sepertinya Lelaki bersorban putih dan Ayahmu itu bisa melihat kehadiranku di tempat ini." 

Kataku pelan sambil melihat ke arah lelaki tua berpeci hitan dan pria bersorban putih yang tengah memejamkan kedua matanya itu secara bergantian.

"Terus? Apakah mereka akan mengusir Mas dari dalam kehidupanku nanti?" Tanya Wanita cantik berkacamata yang mengenakan kerudung merah marun ini sambil menggigit bibirnya sendiri. Ada rasa kuatir dari nada suaranya.

"Kita lihat saja nanti." Kataku pelan, sambil kembali tersenyum lembut menatap kedua matanya.

****

Wanita cantik berkulit kuning langsat ini teringat masa-masa awal perkenalannya dengan lelaki muda yang tengah berdiri di sebelah kanannya ini. Dia adalah Lelaki muda yang mendatanginya di saat dia tengah menangis sendirian di hadapan Sang Pencipta karena merasa dirinya begitu hina.

Seiring berjalannya waktu, dari lelaki muda ini dia banyak belajar, bahwa rasa cinta yang Tuhan ciptakan, sesungguhnya adalah untuk belajar mengenal dan mengagungkan Sang pemilik cinta.

Setelah mengenal lelaki muda ini, dia seperti baru saja terbangun dari tidur panjangnya selama ini. 

Di gelapnya malam, dahulu dia terus berjalan, hingga tersesat di jalan sunyi ini. Jauh sebelum dia bertemu dengan lelaki muda ini, cinta buta telah membutakan hati dan pikirannya. Hingga akhirnya, di sepertiga malam dia sering menangis seorang diri tatkala teringat akan dosa-dosa masa lalunya.

Dari lelaki muda yang baru dikenalnya itu dia sadar, bahwa cinta buta yang selama ini dia kejar karena nafsu, bukannya mendekatkan dirinya pada Sang Pencipta, tapi malah membuatnya semakin jauh meninggalkan Sang Pemilik Cinta.

Di jalan sunyi yang di mata sebagian orang terlihat begitu hina ini, ternyata mampu membuat hatinya begitu tenang dari sebelumnya. 

Seiring waktu yang berjalan,  tanpa sengaja dia telah jatuh hati pada lelaki yang baru di kenalnya ini. Dan di penghujung senja ini dia sadar, bahwa dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi yang pantas untuk dia tawarkan pada lelaki muda di depannya ini, agar mau menerima cintanya. Hingga dalam kepasrahan, akhirnya dia ceritakan semua tanpa ada lagi yang dia tutup-tutupi.

Di dalam kepasrahannya kepada Tuhan yang telah menumbuhkan rasa cinta di dalam hatinya, dia iklas jika lelaki muda yang sudah menawan hatinya itu akan pergi meninggalkan dirinya, karena merasa jijik terhadapnya, apalagi setelah dia mendengarkan semua cerita kelam masa lalunya.

Meski hatinya terasa perih, dan begitu takut kehilangan lelaki muda ini. Tapi dia juga sadar bahwa tidak ada lelaki yang mau menerima dan bersedia hidup bersama wanita kotor seperti dirinya.

Hingga di persimpangan jalan sunyi, Wanita cantik berkacamata yang merasanya dirinya lebih hina dari seorang pelacur ini hanya mampu meneteskan air mata, saat lelaki muda ini berkata, "Jika pun suatu saat aku jatuh cinta padamu. Izinkan aku mencintaimu karena Tuhanku, bukan karena nafsu." 

Dan saat ini, di hadapan pria bersorban putih dan keluarga besarnya, hubungannya dengan lelaki muda ini seperti sedang berada di ujung tanduk dalam perjalanan hidupnya.

Di ruang tengah keluarga besarnya, tanpa sepengetahuan orang-orang yang berada di sekelilingnya, diam-diam tangan kanannya itu semakin erat menggenggam tangan kiri lelaki muda yang sedari tadi berdiri di sampingnya.

"Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku di jalan sunyi ini seorang diri. Tuhan..sesatkah aku karena mencintainya? Tuhan.. aku mohon jangan pisahkan kami...," Rintih hati wanita cantik berkacamata ini sambil menangis sesegukan.


Bahan bacaan: 1

Catatan: Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun