Dari mulut beberapa pemuda yang diam-diam mengagumi kecantikannya, aku tahu jika wanita cantik berkaca mata ini adalah seorang guru Sekolah Dasar yang baru saja di tugaskan di desa ini. Sebuah desa yang masih menggunakan sampan sebagai salah satu alat transportasinya. Dan satu-satunya transportasi darat yang ada di desa ini hanyalah sepeda-sepeda tua peninggalan dari zaman Belanda dulu.
Sambil membakar sebatang rokok di tanganku, sambil menghisap asapnya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya pelan-pelan, mataku terus mengawasi semua gerak-gerik wanita cantik yang berasal dari kota yang aku tahu untuk sementara ini tinggal di rumah Kepala Desa dan keluarganya.
Jarak tempuh dari rumah Kepala Desa dengan Sekolah tempatnya mengajar itu sebenarnya tidak begitu jauh. Hanya saja untuk sampai ke tempatnya mengajar, dia harus melewati sungai ini, karena memang di desa terpencil ini belum memiliki jembatan seperti desa-desa lainnya. Desa terpencil ini adalah satu dari sembilan desa lainnya yang menjadi daerah penyangga Kawasan Suaka Margasatwa ini.
Pagi ini tak seperti biasa dia datang agak terlambat ke tempat ini. Air sungai pagi ini memang terlihat agak meluap jika di bandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Dari tadi malam hujan turun dengan lebatnya dan baru berhenti selepas adzan subuh tadi.
Berhenti sebentar, sambil menatap gumpalan awan yang menghitam, kulihat sesekali dia menatap ke arah sampan yang tengah kunaiki. Saat ini memang hanya ada satu sampan yang tertinggal di pinggiran sungai besar ini.
Dan setelah cukup lama terdiam, sambil kembali menatap ke arahku, akhirnya dia mulai berjalan lagi, mendekat ke arah sampan yang tengah aku naiki.
Sudah 19 hari dia menyeberangi sungai ini untuk pergi ke sekolah tempatnya mengajar. Tapi baru hari ini kulihat dia berani mendekati sampan ini.
****
Di sepanjang perjalanan menuju ke arah tempatnya mengajar, kulihat dia hanya diam sambil terus menatap ke arah sungai yang air nya tersibak akibat terbelah badan sampan.
Sambil menatap air sungai, sesekali ekor matanya kulihat diam-diam melirik ke arahku, tak ada perbincangan di antara kami berdua selama berada di atas sampan ini, dari tatapan matanya, sepertinya wanita cantik berkulit kuning langsat yang tengah duduk di depanku ini sepertinya begitu sungkan menatap kedua mataku.
Biasanya Sungai Tapa ini airnya jernih, jika tidak sedang meluap seperti saat ini, maka kita bisa melihat dengan jelas ikan-ikan yang sedang berenang di dalamnya.