****
Sambil membakar sebatang rokok di tanganku, sekali lagi kutatap wajah wanita berusia 43 tahun yang masih terlihat begitu cantik, di usianya yang terbilang sudah tidak muda lagi itu. Wanita yang aku tahu saat ini sedang berusaha untuk tetap tegar, berdiri di tengah semua rasa sakit dan ketakutan yang selalu datang menghantui-nya itu.
Di antara derasnya air hujan yang mengguyur kota kembang, sesekali kutatap wajah seorang wanita yang awal mulanya begitu lugu itu, wanita yang karena patah hati dan merasa tersakiti, akhirnya atas nama cinta bersedia membuka aurat dan kemaluan-nya pada pria yang bukan muhrim-nya, karena rasa dendam yang membakar hatinya kala itu.
Di antara keremangan cahaya lampu-lampu lobi hotel, Kembali kutatap wajah wanita cantik yang pernah terjebak oleh cinta berbalut nafsu itu. Wajah cantik wanita yang saat ini begitu pasrah akan dosa-dosa masa lalunya. Dosa -dosa yang tanpa sengaja dia lakukan karena mengikuti emosi dan ingin membalas dendam pada lelaki yang pernah menyebut dirinya seorang pelacur itu.
"Aku bersedia, Mas."
Terdengar suara lirih keluar dari bibir mungil wanita cantik berkaca mata yang saat ini tengah menatap sendu ke arahku itu.
"Pernikahan yang akan kita lakukan nanti, semata-mata kulakukan  untuk memasangkan cadar di hatimu, agar engkau tertutupi dari pandangan mata mereka-mereka yang berasal dari golongan Setan dan Binatang yang selama ini masih mengincarmu. Dan semoga saja setelah kupasangkan cadar di hati-mu. Engkau mampu menolak bujuk rayu golongan Setan dan Binatang yang ada di sekelilingmu itu.
Dan untuk memasangkan hijab dan cadar di hatimu itu syaratnya cuma satu. Bersediakah engkau dan suamimu, jika aku nikahi lahir dan batinmu?" Kataku lagi sambil menatap kedua mata wanita cantik yang duduk di sampingku ini.
Wanita cantik berkaca mata yang memiliki kulit kuning langsat itu cuma diam, lalu menatap kedua mataku dalam-dalam, seperti masih tidak percaya dengan semua yang ku ucapankan barusan.
"Aku akan lakukan apapun itu, asalkan aku bisa keluar dari dalam lingkaran Setan itu!" jawabnya yakin.
Tapi dalam sekejap berubah seperti ragu, dengan rasa bimbang dia kembali berucap.
"Cuma aku ragu, apa suamiku  mau melakukan itu, sebab setahuku dia begitu mencintaiku, dan dia tidak akan mungkin mau menceraikanku, apa lagi membiarkankanku menikah dengan pria lain di depan matanya, sebab kalau dia mau, pasti sudah dari awal dia menceraikanku setelah dia memanggilku dengan sebutan pelacur itu dulu." Ada rasa kuatir di dalam nada suaranya.
"Cuma pernikahan ghaib itu jalan satu-satunya untuk mengobatimu, seperti yang ku jelaskan tadi, jika tubuhmu itu di ibaratkan sebuah rumah, saat ini rumah itu sudah penuhi oleh Setan dan Binatang yang selama ini menumpang hidup di dalam tubuhmu. Dan syarat untuk mengusir mereka semua dari dalam tubuhmu itu adalah dengan cara menikahi batin-mu, dan harus suamimu  itu yang menjadi saksi di pernikahanmu denganku itu nantinya." Kataku sambil kembali menatap kedua bola matanya.
Tiba-tiba wanita cantik berkulit kuning langsat ini menangis sesegukan.
"Begitu mustahil rasanya meminta suamiku itu menjadi saksi di pernikahan kita nantinya, aku tahu dia begitu takut kehilanganku, jangankan untuk menjadi saksi pada pernikahan itu nanti, menceraikanku saja aku rasa dia tidak mau." Katanya lirih sambil menatap sendu ke arahku.
Kutatap mata sembabnya, kulumat bibirnya yang ranum itu untuk meredakan semua kerisauan di dalam hatinya, setelah tangisnya mereda, kubisikan di telinganya.
"Yang di butuhkan saat ini adalah keiklasan. Keikhlasan itulah mata pedang yang sanggup untuk memutuskan rantai Setan yang sudah sekian lama membelenggu pernikahan kalian itu.
Rasa takut kehilanganmu yang berlebihan itu yang akhirnya menjerumuskanmu masuk ke dalam lingkaran Setan. Dan sperma dari dukun yang pernah di ijinkan oleh suamimu dulu masuk ke dalam tubuhmu lewat kemaluanmu yang katanya untuk mengobatimu waktu itu hanyalah salah satu jalan masuk bagi golongan Setan dan Binatang yang selama ini mengusai tubuhmu. Karena pintu masuk golongan Setan dan Binatang kedalam tubuh anak-anak manusia  itu salah satunya adalah melalui kemaluannya.
Dan apapun yang akan kita lakukan nanti semata-mata adalah upaya untuk mengharapkan keridhoan dari Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia adalah pemilik rasa, rasa sayang dan rasa benci adalah miliknya, begitupun rasa nikmat dan rasa sakit yang engkau rasakan selama ini, itu semua adalah miliknya, kembalikan semua rasa itu kepada pemilik-Nya. Kita pasrahkan semua kepadanya.
Baik dan buruk adalah ciptaannya. Ada siang, juga ada malam. Ada cinta juga ada kebencian yang tertanam di dalam setiap hati  anak manusia, kita kembalikan semua rasa itu kepada-Nya, yakinlah. Jika Tuhan berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin baginya. Dia adalah pemilik rasa dan Dia mampu membolak-balikan semua rasa yang ada di dalam diri setiap anak manusia sesuai kehendaknya.
Semua yang berada di diatas muka bumi ini Dia ciptakan berpasangan, ada penyakit tentu juga ada penyembuhnya, karena memang hanya Dia sang pencipta yang Tunggal, tidak berpasangan, dia tidak beranak dan tidak pula di Peranakan."
"Jika memang itu adalah satu-satunya jalanku keluar dari lingkaran Setan ini, nikahi aku, Mas." Jawabmu pelan, sambil menatap kedua mataku dalam-dalam.
"Bagaiman jika suamimu tidak bersedia?" tanya ku lagi berusaha menguji keyakinannya.
"Aku tetap akan meminta agar dia menceraikannku bagaimanapun caranya."Jawabnya yakin, sambil memeluk erat tubuhku.
"Aku sadar apa yang telah kami lakukan selama ini salah! kami sudah menghalalkan segala cara dengan maksud untuk mempertahan rumah tangga kami, bahkan hal-hal yang di larang oleh agama pun telah kami lakukan juga. Dan saat ini aku sadar, semua itu hanya makin membuat kami semakin terjerumus kedalam kubangan dosa.
Aku ingin mengakhiri semua ini, Mas! Aku ingin bertobat, aku sadar rasa cinta dan sayang itu tidak bisa di paksakan. Begitupun kebahagiaan dalam berumah tangga, cuma bisa di dapat dari keiklasan kita untuk menerima kelebihan dan kekurangan pasangan kita masing-masing."
Katanya lagi, sambil menatapku yang tersenyum melihat sifatnya yang berubah-ubah. Terkadang dia begitu yakin dengan apa yang akan di lakukannya, namun sesaat itu juga dia akan kembali ragu dengan apa yang akan diputuskannya itu.
"Ajari aku Mas! Bimbing aku ke jalan yang benar. Aku ingin kebahagiaan dunia akhirat yang di ridhoi oleh Tuhan."Â
Katanya lagi, sambil membenamkan wajahnya ke dadaku, memeluk erat tubuhku. Ku angkat dagunya, kuhapus sisa air mata dipipinya, sambil tersenyum kutatatap wajah yang mulai kelihatan sedikit cerah, ada setitik harapan di matanya, setitik harapan untuk mengakhiri semua penderitaan yang telah begitu lama dia rasakan sebelumnya.
"Sekarang apapun keputusan suamimu nanti, Serahkan semuanya pada Tuhan Sang pemilik rasa. Nanti engkau ceritakan saja semuanya pada suamimu, tanpa ada yang engkau tutupi lagi, ceritakan saja semua percakapan kita ini padanya."
Aku berusaha meyakinkan dia untuk membuang semua keragu-raguan di dalam hatinya.
"Tuhan tidak akan mungkin memberi beban dan cobaan kepada seorang hambanya hingga di luar batas kemampuan yang sanggup di pikul oleh hambanya itu." Kataku lagi sambil tersenyum menatapanya.
"Tapi Mas harus janji akan mengobatiku, apapun keputusan-nya nanti!" tuntutnya sambil menatap kedua mataku dalam-dalam. Seperti meminta kepastian dariku.
"Ya, aku berjanji." Kataku pelan, sambil tersenyum menatap wajahnya.
-Bersambung-
Catatan : Jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H