Saat meninggalkan Jakarta 21 tahun yang lalu, jujur saja aku ingat kamu, Ayah, Ibu dan juga adik-adikku yang kutinggalkan pergi tanpa sempat aku pamiti. Di dalam pelarianku, saat itu aku dibantu beberapa orang yang kukenal sebagai orang-orang yang ikut andil merancang kerusuhan di Jakarta waktu itu.
Walaupun kamu tidak pernah bertemu denganku, tapi aku tahu semua tentangmu, karena memang sebenarnya aku tidak pernah benar-benar meninggalkanmu. Termasuk saat kamu menemui Ayah, Ibu dan adik-adikku. Juga saat Yudha, mantan pacarmu yang pernah aku pukuli karena dia berani menyakitimu itu, datang menemui kedua orang tuamu.
Sayang,
Aku tahu semuanya tentangmu karena sebenarnya aku selalu berada di dekatmu, juga saat kamu hampir kehabisan darah saat melahirkan anak pertamamu itu. Seandainya Yudha, suamimu yang ikut menjadi korban meninggal pada kecelakaan pesawat yang menimpa maskapai AirAsia di perairan Laut Jawa itu saat ini masih hidup. Mungkin diapun akan mengenaliku. Kembali ingat pada seorang lelaki yang saat itu di jumpainya di depan kamar Rumah Sakit dimana kamu sedang dirawat saat itu.
Lelaki dengan kumis dan brewok yang selalu memakai topi dan kacamata hitam, serta selalu mengenakan setelan kemeja lengan panjang berwarna coklat yang warnanya sudah terlihat pudar. Yang saat itu menghampirinya, ketika dia sedang kebingungan mencari pengganti darah, karena PMI menyatakan stok darah di rumah sakit sedang kosong.
Sayang,
Aku tahu semua tentangmu, juga saat dimana terakhir kalinya kamu mematung sendirian di tempat ini. 21 tahun yang lalu.
"Hanna, kenapa kamu selalu berdiri di tempat ini? Ayo kita pulang."
Bahkan suara lelaki yang sehari sesudahnya itu melamarmu, itupun masih bisa kusampaikan persis seperti saat kutuliskan surat ini buatmu, sebagaimana suara itu dulu pernah memintamu beranjak dari tempat ini.
Sayang,
Aku hapal semua tentangmu. Bahkan setiap untaian kata-kata yang keluar dari mulutmu waktu itupun masih bisa kutuliskan saat ini.