Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[AdS] Bidadari yang Terabaikan

6 Mei 2019   06:41 Diperbarui: 7 Mei 2019   19:42 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

<< Sebelumnya 

****

Teringat pertemuanku dengan wanita cantik berkulit kuning langsat itu beberapa waktu yang lalu. Saat itu jarum jam di tanganku sudah menunjukan pukul 19.19 WIB, ketika Rei memperkenalkanku dengan wanita cantik berkulit kuning langsat, yang saat itu kulihat memakai kerudung berwarna merah marun dengan setelan rok kain batik panjang berwarna dasar coklat muda bercampur merah marun itu.

Kala itu, ku-alihkan pandangan mataku ke tempat lain. Ketika tanpa sengaja mataku beradu pandang dengan matanya. Entah kenapa jantungku berdetak sedikit lebih kencang, setiap kali tanpa sengaja mataku itu menatap dan beradu pandang dengan sepasang mata wanita cantik berkacamata dan berkerudung merah marun di depanku itu. Sorot matanya yang begitu tajam dan misterius itu, seolah mampu melihat binatang jalang yang ada di dalam diriku yang saat itu juga tengah jelalatan melihat wanita-wanita cantik yang ada di lobi hotel itu.

Saat itu aku berusaha menepis dan mengusir jauh-jauh bayangan senyum manis wanita cantik berkulit kuning langsat yang aku tahu telah bersuami itu dari dalam pikiranku. Jujur saja, semenjak pertama kali melihatnya dulu, aku tidak mampu melupakan senyum manisnya itu. Terlebih setelah aku mimpi bertemu dan melihatnya tengah duduk sendirian di pinggir peraduan sambil menatap dirinya sendiri di dalam cermin besar di hadapannya itu.

Ya, wanita cantik berkerudung merah marun itu adalah wanita yang di dalam keremangan cahaya malam kulihat tengah duduk sendirian, memakai pakaian terusan hitam, dengan hiasan kancing emas didepannya. Dengan setelan kerudung hitam yang menutupi hingga ke bagian dadanya, saat itu terlihat begitu anggun dan penuh misteri di mataku.

Sambil duduk di salah satu sofa lobi hotel tempatnya menginap. Malam itu, sambil mendengarkan percakapan ku dengan Rei, sekilas dia terlihat asyik memainkan smartphone di tangannya, walaupun aku tahu jika diam-diam ekor matanya itu sebenarnya tengah melirik terus ke arahku.

Dan malam ini adalah hari dan tanggal yang sama dengan setahun yang lalu, ketika pertama kali aku bertemu dengan wanita cantik itu di tempat ini. Jarum jam di tanganku menunjukan pukul 19.19 WIB, ketika wanita cantik berkulit kuning langsat itu tadi mengirimiku pesan singkat, mengajakku bertemu di lobi hotel pukul 23.30 WIB, malam ini.

Pekerjaanku yang terkadang harus berpindah dari satu tempat ketempat yang lainnya, tanpa sengaja telah mengenalkanku pada wanita cantik berkulit kuning langsat di kota dan di tempat ini setahun yang lalu. Malam ini, sambil menunggu kedatangannya, mataku menyapu ke sekeliling lobi hotel yang memakai konsep outdoor ini. 

Tak jauh dari tempatku duduk saat ini, seorang gadis cantik yang sedari tadi asyik bercanda dengan teman-temannya di dalam kolam renang hotel itu, saat ini kulihat sudah naik. Setelah mengeringkan rambut dan tubuhnya, saat ini kulihat dia tengah duduk di salah satu kursi di pinggir kolam renang sambil sesekali meniupkan asap rokok dari mulutnya. Sambil menikmati asap rokok, kulihat sesekali dia tertawa cekikikan melihat beberapa teman pria-nya yang kulihat masih asyik main air di dalam kolam renang hotel ini.

Seorang pelayan hotel menghampirinya ketika melihat wanita cantik itu melambaikan tangan ke arahnya. Dan selanjutnya tatapan mataku beralih ke arah sesosok wanita cantik berkulit kuning langsat yang kulihat tengah berjalan pelan mendekat ke arahku.

Saat ini jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul 23.40 WIB, ketika wanita cantik yang memiliki postur tubuh tinggi semampai itu meletakan dua cangkir minuman hangat di atas meja yang pas berada di depanku ini.

Kuambil cangkir yang berisi kopi susu yang barusan di tawarkan oleh wanita tinggi semampai yang kuperkirakan memiliki tinggi tubuh sekitar 165 cm itu. sambil menghirup aroma kopi susu di dalam cangkir yang ada di dalam genggamanku, kutatap wajah wanita cantik yang kuperkirakan berusia sekitar 43 tahun yang malam ini kulihat mengenakan kerudung panjang berwarna merah marun di padan dengan rok kain batik panjang itu.

Sambil menyeruput kopi susu yang baru di bawanya itu. Kembali kutatap wajah wanita cantik berkulit kuning langsat yang tadi mengirimiku pesan singkat dan memintaku untuk datang ke tempat ini.

****

"Siapa engkau?"

"Aku adalah binatang jalang. Binatang jalang yang mendengar suara jeritanmu di tengah malam. Binatang jalang yang pernah engkau panggil di kala engkau tengah di landa kesepian. Binatang jalang yang hadir di kala engkau merasa terabaikan."

"Apakah engkau nyata?"

"Iya."

"Aku ingin melihatmu..,"

"Bisakah engkau melihat udara yang saat ini ada di sekelilingmu?"

"Tidak!"

"Jika melihat udara saja engkau tidak mampu. Bagaimana mungkin engkau mampu melihatku?"

"Jika engkau memang benar-benar ada, aku ingin melihatmu..."

"Apakah engkau benar-benar ingin bertemu denganku?"

"Iya!"

"Hari sudah menjelang fajar, aku harus pergi meninggalkanmu."

"Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku..,"


****

Sambil menatap lelaki muda yang setahun lalu duduk di sebelah Rei. Wanita cantik yang memakai kerudung panjang berwarna merah marun itu kembali teringat dengan mimpinya beberapa waktu yang lalu. Sambil memainkan smartphone di tangannya, dia balas senyuman lelaki muda yang saat itu sedang tersenyum sambil menatapnya itu.

Saat ini di luar hotel tempatnya menginap, hujan kembali turun setelah sore tadi sempat berhenti. Dari sofa lobi hotel yang memakai konsep outdoor ini dia bisa melihat kilatan cahaya petir di antara derasnya air hujan yang mengguyur kota kembang ini.

Sambil memainkan smartphone di tangan-nya, dia ingat malam ini adalah hari dan tanggal yang sama dengan setahun yang lalu ketika dia pertama kali bertemu dengan lelaki muda itu di tempat ini.

Sambil memainkan smartphone di tangan-nya,  diam-diam dia memperhatikan sosok lelaki muda yang perawakannya sedang, tidak kekar seperti kebanyakan anak muda yang senang berpetualang pada umumnya. Sambil  memainkan smartphone di tangan-nya, diam-diam dia membandingkan tinggi badan lelaki muda di depannya itu dengan tinggi badannya.

Sambil memainkan smartphone di tangan-nya, diam-diam dia melihat pakaian yang di kenakan oleh lelaki muda yang saat ini sedang duduk di depan-nya. 

Dia ingat, pakaian lelaki muda yang berwarna coklat muda dan sudah terlihat kumal di matanya itu sama persis seperti pakaian yang di kenakannya dulu ketika dia pertama kali bertemu dengan lelaki muda ini setahun yang lalu di tempat ini.

Sambil memainkan smartphone di tangan-nya, dia kembali menatap lelaki muda yang mengenakan setelan kemeja lengan panjang berwarna coklat muda yang di lipat sebatas siku-nya itu. Dan masih seperti setahun yang lalu, saat ini pun dia merasakan hal yang sama persis seperti apa yang pernah di rasakannya dulu. 

Saat ini tubuhnya kembali terasa panas dingin ketika melihat lelaki muda di depannya itu. Dan masih seperti tahun lalu, tiba-tiba saja dia merasakan ada sesuatu yang menetes keluar dari dalam 'kemaluan'-nya. Dan masih seperti setahun yang lalu, saat ini dia pun kembali gugup ketika memikirkan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya itu. 

Dan masih seperti setahun yang lalu, saat ini, pun dia kembali pura-pura sibuk dengan smartphone di tangan-nya agar tidak terlihat gelisah duduk di depan lelaki muda di depannya.

Dan seperti setahun yang lalu, saat ini pun dengan perasaan sedikit gemetar dia kembali pamit pada lelaki muda di depannya itu. 

Dan seperti setahun yang lalu, saat ini pun di dalam toilet hotel dia kembali meraba 'kemaluan'-nya sendiri yang sedikit basah seperti ada cairan hangat yang baru saja keluar dari dalam kemaluan-nya itu.

****

Sambil meletakan cangkir kopi susu yang barusan di minum-nya di atas meja, dia memandang ke tempat lain. Ada sedikit rasa jengah ketika dia tahu bahwa lelaki muda yang saat ini sedang duduk di depannya itu tengah memperhatikan dirinya semenjak keluar dari toilet tadi. Dan seperti setahun yang lalu, saat ini pun dia merasa seperti ada dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya untuk mencari tahu siapa sesungguhnya lelaki muda di depannya ini.

Sambil duduk dan pura-pura asyik dengan smartphone di tangan-nya, diam-diam dia kembali memperhatikan lelaki muda yang tampak cuek terhadapnya itu. Sambil mencuri-curi pandangan ke arah lelaki muda yang saat ini sedang menyalakan api rokok yang terselip di bibirnya itu. 

Dia mencoba memulai percakapan.

Tapi seperti setahun yang lalu, saat ini pun dia merasa bahwa mulut-nya sendiri sudah mulai susah untuk diajak bekerja sama dengan hatinya. Kendati hati-nya saat ini begitu ingin menyimpan rapat-rapat masalah pribadinya, tapi entah kenapa bibir tebal mungil-nya itu sepertinya tidak mau berhenti bicara pada lelaki muda di depan-nya itu. Hingga akhirnya, seperti setahun yang lalu, saat ini pun dia hanya mampu memaki dirinya sendiri di dalam hati. Memaki akan kecerobohan bibir mungil itu yang entah kenapa bisa keceplosan dan begitu percaya pada lelaki muda di depan-nya itu.

Aah.. Mungkin saja sebentar lagi dia akan menikahi rokok kesayangannya itu! Sambil meneguk kopi susu di dalam cangkir yang ada di dalam gengamannya, dia merasa jengkel sambil tersenyum geli melihat lelaki muda di depannya itu yang di lihatnya sedari tadi cuma diam seperti mahluk tanpa rasa mendengarkan semua ceritanya sedari tadi. 

Hem, seandainya saja bukan rokok itu yang di pegangnya sedari tadi. Membayangkan seandainya yang di genggam lelaki muda itu adalah tangannya, bukan bungkus rokok yang jelas-jelas benda mati. Wajah wanita berkulit kuning langsat itu bersemu merah. Merasa malu sendiri.

Dia sudah menikah belum ya? Jujur saja dia penasaran bercampur dengan rasa sedikit jengkel, sama seperti setahun yang lalu, lelaki muda di depan-nya ini cuma diam sambil tersenyum menjawab keingin tahuan-nya itu.

Atau jangan-jangan dia sudah mati rasa! Berpikir ke arah itu, diam-diam dia melirik ke arah bawah perut lelaki muda yang dari tadi cuma sesekali tersenyum sambil mendengarkan cerita-nya itu. Dari sekian banyak lelaki yang pernah bertemu dengan-nya. Baru sekali ini dia merasa di abaikan seperti ini! Bagaimanapun dia adalah seorang wanita yang sangat sadar dengan potensi yang di milikinya. Dia tahu bahwa dari sekian banyak teman lelaki-nya, sebagian besar mereka ingin memilikinya. Dan dia sangat sadar kalau semua lelaki itu, pada umum-nya, di mana-mana sama saja. Gak bisa liat barang bagus seperti dirinya!

****

“Mas..,” suara wanita cantik berkulit kuning langsat itu terdengar pelan di telingaku.

-Bersambung-

Note: Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun