Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Sang Waktu

23 Desember 2018   11:52 Diperbarui: 25 Desember 2018   10:50 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Enam Belas

Jilbab Hitam

***

DI BAWAH LANGIT yang menghitam, di bawah cahaya bulan yang memerah, di atas sampan kayu yang berwarna coklat muda, aku dan wanita berjilbab hitam yang memegang tangkai payung hitam di tangan kanannya itu terus bergerak pelan meninggalkan kawasan Monas yang saat ini telah berubah menjadi lautan.

Melihat wanita berjilbab hitam yang terlihat begitu misterius ini, entah kenapa aku jadi teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, dimana sebuah artikel di Kompasiana kala itu sempat menghebohkan dunia online dan media di Indonesia. Artikel yang ditulis oleh seseorang yang menamakan dirinya Jilbab Hitam itu menuduh salah satu media ternama. 

Menurutnya, media Tempo telah bekerja sama dengan institusi portal berita dan data bisnis Kata Data untuk memeras Bank Mandiri. Walaupun beberapa jam kemudian, artikel tersebut di hapus oleh pengelola Kompasiana, tapi  jejaknya di dunia maya sudah banyak tertinggal di sana-sini.

Sedikit berhati-hati aku merubah posisi dudukku, saat ini posisi dudukku menghadap ke arah wanita berjilbab hitam yang tadi ada di belakangku. 

Di bawah cahaya gerhana bulan yang berwarna merah darah di atas langit bekas kota Jakarta, kucoba tatap mata sendu wanita berjilbab hitam yang mengenakan cadar hitam di depanku. Melalui sorot matanya, kucoba terka sudut pandangnya.

"Tolong jangan melihat ke arahku." katanya sedikit jengah sambil membuang mukanya ke tempat lain.

Kenapa? Tanyaku sedikit heran pada wanita yang kulihat begitu "irit" dalam berbicara dan selalu membuang pandangannya ke tempat lain setiap kali matanya beradu pandang denganku itu.

"Pokoknya jangan!" kata wanita berpakaian serba hitam yang kuperkirakan berusia sekitar 35 tahun itu.

Melihat wanita berjilbab hitam itu begitu gelisah duduk di depanku, akhirnya aku mengalah; Baiklah...kataku, sambil mengalihkan pandangan mataku dari wajah wanita yang memakai cadar hitam di depanku ini ke tempat lain.

Kita sedang berada di mana? tanyaku pada wanita berjilbab hitam di depanku ini.

"Selat Sunda." Katanya lagi, sambil melihat ke arahku sebentar, lalu kembali melihat ke arah lautan lepas di ujung sana.

Menurut Wikipedia, Selat Sunda merupakan selat yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera di Indonesia, serta menghubungkan Laut Jawa dengan Samudera Hindia. Pada titik tersempit, lebar Selat Sunda hanya sekitar 30 km. Beberapa pulau kecil terletak di selat ini, di antaranya pulau vulkanik Krakatau.

Dahulu Selat Sunda adalah salah satu dari dua lintasan utama yang mengalir dari Laut China Selatan menuju Samudera Hindia (satunya lagi ialah Selat Malaka), Selat Sunda merupakan jalur pelayaran penting.

Walaupun bahaya seperti sempitnya selat dan batu karang mengancam, luas Selat Sunda lebih pendek dari Selat Malaka sehingga kapal yang berlayar di sini kecil kemungkinannya untuk terhadang oleh bajak laut.

Menurut sejarah yang pernah kubaca, dahulu pada awal 1942, di Selat Sunda pernah terjadi pertempuran antara pasukan Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Muda Kenzaburo Hara yang menenggelamkan cruiser Sekutu USS Houston dan HMAS Perth saat kedua kapal tersebut mencoba menghadang pendaratan pasukan Jepang di Jawa.

***

TAPI tadi aku sempat melihat kesitu, dan aku melihat ada benda sebesar biji Kacang Hijau, ber-bentuk bulat berwarna merah kecoklatan. Warnanya merah, seperti layaknya darah yang membeku, tembus oleh cahaya. Kataku lagi, sambil menatap mata wanita cantik berambut pendek sebahu dengan model rambut bob ala Kylie Jenner yang memiliki warna kulit kuning langsat yang wajahnya semakin memerah karena merasa malu itu.

Baca juga; Suara Hati

"Udah aah..pikiran abang kesitu terus..!" katanya lagi sambil memalingkan wajahnya ke tempat lain.

"Itu adalah mustika Lipan atau sering di sebut juga dengan nama Mustika Nabi Nuh." Katanya lagi masih dengan wajah memerah, seperti warna udang rebus karena merasa malu membahas hal pribadi yang tidak seharusnya di bahas pada saat ini.

Betulkah itu adalah mustika lipan yang sesungguhnya? Padahal setahuku, Konon, Mustika Lipan itu di ambil dari mulut Sang Raja Lipan yang mati tua. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa proses terbentuknya Mustika Lipan adalah berasal dari liur sang Raja Lipan yang mengeras dan kemudian membatu, dan pengerasan air liur lipan ini terjadi di atas kepala raja lipan. Mustika lipan dapat memancarkan cahaya di dalam gelap.

Selain di percaya memiliki tuah tembus pandang, yakni melihat benda dalam wadah tertutup juga di percaya memiliki fungsi untuk menawarkan segala bisa, terutama bisa lipan.

"Kalau abang nggak percaya, coba saja kalau besok abang di gigit Lipan minta pada teman wanita abang untuk mengobatinya." katanya lagi sambil tertawa geli, dengan perasan sedikit malu melihat kekonyolanku barusan.

"Di colekan sendiri apa minta dia yang mencolekannya, lalu di usapkan ke luka yang di gigit lipan itu?" tanyaku lagi masih penasaran.

"Di jilat bang..!" katanya lagi, masih dengan perasaan mangkel dia berjalan meninggalkan aku sendirian di tempat ini. Sambil tertawa cekikikkan dia membuka pintu kamar tidurnya, lalu sambil tersenyum ke arahku dia masuk ke dalam kamar tidurnya.

Aku berjalan pelan menyusul wanita cantik berambut pendek sebahu yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Di depan pintu kamar yang sedikit terbuka itu, aku lihat wanita cantik yang memiliki model rambut bob ala Kylie Jenner itu tengah duduk di pinggir tempat tidur minimalis yang terbuat dari kayu jati sambil menghadap ke arah cermin besar di atas meja rias di depannya.

Dari sini, aku bisa melihat wajah wanita cantik berkulit kuning langsat itu ternyata begitu mirip sekali dengan wajah wanita cantik berwajah sedikit pucat tanpa riasan makeup yang selalu mengenakan kerudung panjang berwarna hitam yang saat ini entah sedang berada di mana itu.

Sambil menggigit bibir tebalnya yang terlihat basah. Tiba-tiba saja dia bangkit dari tempat duduknya, lalu melangkah ke arah pintu kamar tempat dimana aku berada saat ini.

Sebelum wanita cantik berambut pendek sebahu itu sampai ke hadapanku, tiba-tiba saja aku di kagetkan oleh suara wanita yang mendehem pas di sampingku. Sedikit kaget aku menoleh kesamping.

Kutatap wanita bercadar hitam di depanku, ternyata sedari tadi dia tengah memperhatikanku. 

Begitu aku melihat ke arahnya. Dia kembali memalingkan wajahnya ke tempat lain. Dan sebelum dia kembali berkata; tolong jangan melihat ke arahku, sambil senyum-senyum sendiri aku bertanya; Kenapa aku tidak boleh melihat ke arah kakak? Tanyaku berusaha menggoda wanita bercadar hitam yang saat ini kulihat begitu gelisah duduk di depanku ini.

"Pokoknya jangan..!" katanya lagi sambil memperbaiki duduknya, lalu sambil menundukkan pandangannya dia kembali berkata; "Aku takut engkau akan berbuat kurang ajar padaku.." katanya lirih tanpa melihat ke arahku.

Kenapa kakak berfikir aku akan berbuat kurang ajar pada kakak? Tanyaku, makin penasaran pada ucapannya barusan. Apakah muka ku terlihat begitu mesum? Sampai-sampai kakak begitu ketakutan melihat kita duduk berhadapan di atas sampan seperti ini?

"Orang yang memintaku untuk mengantarkanmu kembali kepada sang Waktu telah mewanti-wanti agar aku menjaga sikap di depanmu.." katanya lagi, walau aku tidak melihat barisan giginya, tapi aku tau kalau dia barusan tertawa geli mendengar aku menanyakan apakah mukaku ini terlihat begitu mesum di depannya.

Kutatap mata sendu wanita berjilbab hitam yang mengenakan cadar hitam di depanku. 

Sambil menyalakan api rokok dengan tangan kananku. Aku kembali bertanya pada wanita yang kulihat lebih banyak diam, dan selalu membuang pandangannya ke tempat lain setiap kali matanya beradu pandang denganku itu. 

Kalau boleh tau...Siapa orang yang menyuruh kakak untuk mengantarkan aku kembali pada sang Waktu?


Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun