Bagian Sembilan
Pernikahan Ghaib
SEMUA proses pernikahan berlangsung begitu cepat. Saat ini aku tengah duduk di atas pelaminan, mengenakan baju pengantin, bersanding dengan seorang wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil di kepalanya. Wajahnya begitu mirip dengan wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun, hanya saja wanita ini masih muda, usianya sekitar 27 tahun.
Wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan Mahkota kecil di kepalanya ini mengajakku turun dari kursi pelaminan. Meninggalkan kemeriahan pesta pernikanan kami, perlahan dia membawaku berjalan menuju kamar pengantin, membuka pintu kamar, lalu menarikku masuk ke dalam kamar.Â
Dan tiba--tiba saja kami sudah berada di dalam kamar tempat di mana Wanita berkulit sawo matang yang mengenakan kerudung bergo panjang warna merah marun ini tadi membakar Damar wangi.
Aroma khas wangi gaharu masih tercium santar, Wanita cantik yang mengenakan Kebaya Pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan Mahkota kecil di kepalanya yang baru saja kunikahi ini memelukku, kubalas pelukannya. Kulumat bibirnya.Â
Cukup lama kami berpelukan, sampai tiba-tiba wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil di kepalanya ini berubah menjadi wanita berkulit sawo matang yang sudah cukup berumur yang tadi mengurutku.
Secara reflek aku melepaskan pelukanku ketubuhnya.
"Kenapa? Abang kecewa karena perempuan cantik tadi berubah jadi jelek kayak emak ini?" katanya sambil tersenyum menatap mataku, ketika tadi tiba-tiba aku melepaskan pelukanku karena kaget.Â
Tidak kujawab, tapi aku langsung menariknya kembali, kupeluk erat. Sambil berbisik di telinganya.
"Kenapa harus kecewa? Emak tahu nggak, apa yang kupikirkan waktu pertama kali bertemu emak, pas membawakan kopi kemarin?" tanyaku balik pada wanita yang masih berada di dalam dekapanku ini.
"Apa yang abang pikirkan?" tanyanya, sambil menatap mataku. "Jujur saja, pada saat pertama kali melihat emak kemarin, aku begitu menginginkan ini" kataku sambil meraba 'itu' nya, lalu ter tawa lepas.
Tangannya langsung bergerak mencubit perutku, lalu setengah berbisik, dia berkata di telingaku.
"Dasar mesum!"Â katanya lagi sambil menggigit bibirnya sendiri. "Tapi emak suka kan?" jawabku balik menggodanya.Â
Dia hanya diam. Mukanya bersemu merah, semerah kerudung bergo panjang warna merah marun yang di kenakannya.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H