Bagian Lima
Sejarah Kopi yang Kuminum Pagi ini
PAGI INI aku bangun agak kesiangan, kulihat Bono sudah tidak ada di sampingku, aku segera beranjak bangkit dari tempat tidur, bergegas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, aku menuju teras depan, kulihat bono sedang menyeruput kopi di temani Rokok klembak menyan kesayangannya.
Kusapa Bono sebelum aku duduk di sampingnya, sambil tersenyum dia menawarkan minum dan goreng pisang di atas meja kayu yang berada tepat di depannya. Aku duduk, lalu mengambil Kendi yang berisi air putih di atas meja, lalu menuangkannya ke dalam gelas. dan meminumnya sampai habis.
“Enggak nyadap getah karet Bon?” tanya ku memulai percakapan pagi ini, “Enggak bang.”jawab Bono, kemudian meneruskan. ”Tadi malam hujan semalaman, dan pagi tadi baru berhenti, kurang bagus getahnya.” Katanya lagi sambil mengunyah Goreng Pisang di tangannya.
Menyadap berdasar kamus Bahasa orang “sini” artinya adalah mengambil, sedangkan menyadap karet bisa di artikan mengambil getah karet atau lateks dengan cara melukai atau menggores kulit dari batang karet.
Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun datang menghampiri kami, sambil tersenyum dia meletakan segelas kopi di hadapanku, melihat wajahnya yang bersemu merah pagi ini, entah kenapa aku jadi ingat mimpi ku malam tadi, sedikit canggung, ku ambil kopi yang di tawarkannya barusan. Sruput..Ehm memang pas sekali rasa kopi ini di lidah ku.
“Gimana tidurnya malam tadi bang..?” tanya wanita berkulit sawo matang di depan ku ini sambil tersenyum manis ke arah ku.
Deg..hampir saja gelas kopi yang berada dalam genggaman ku terlepas jatuh. “Pulas mak..” jawabku sambil berusaha menghilangkan rasa kagetku barusan.
“Jadi berangkat pagi ini ke Dusun bang? ” Suara Bono menimpali percakapan kami, sambil melihat kearahku, belum sempat aku menjawab pertanyaan nya. Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun bicara.
”Tadi pakaian kotor abang yang tergantung di kamar mandi udah emak cuci sekalian“ katanya sambil melihat ke arahku, lalu melanjutkan. ”Tadi pagi abang masih tidur, pas emak mau menyuci pakaian, emak liat pakaian abang sudah kotor sekali, sudah berapa bulan nggak di cuci bang..?” katanya sambil tertawa ke arah ku. “Iya mak, terima kasih. Baru setengah bulan.” Jawabku berusaha mencandainya.
“ Berarti abang tidak jadi berangkat pagi ini” kata Bono sambil tersenyum melihat ke arahku. “ iya” jawab ku sambil melihat ke arahnya, ” Mungkin besok kalau pakaian abang sudah kering” tambahku lagi, sambil melihat ke arah wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun di depanku.
“Ya sudah pada sarapan sana,” kata Wanita berkerudung bergo panjang warna merah marun menyuruh bono sambil melihat ke arahku. “Iya mak,” jawab Bono.
“Kalau abang mau, siap sarapan kita ke ladang melihat tanaman kopi, kulihat abang suka sekali dengan kopi.” kata bono padaku. “Boleh.” jawabku senang, karena jujur saja aku memang menyukai segelas kopi murni yang di campur dengan susu tanpa gula.
**
SETELAH sarapan, aku ikut bono yang katanya akan menunjukan tanaman kopi di kebun nya, kami menyusuri batang-batang karet yang kata Bono termasuk jenis tanaman tahunan dan dapat tumbuh sampai umur 30 tahun, dengan tinggi tanaman bisa mencapai 15–20 meter.
Menurutnya modal utama dalam pengusahaan pengelolaan tanaman karet ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter dimana terdapat pembuluh latek, Oleh karena itu fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin.
Aku terus berjalan mengikutinya dari belakang, sambil mendengarkan cerita Bono tentang jenis tanaman ini. Tanaman karet ini menurutnya memiliki masa belum menghasilkan selama lima tahun (masa TBM 5 tahun) dan sudah mulai dapat di sadap pada awal tahun ke enam ini. Secara ekonomis tanaman karet ini dapat di sadap selama 15 sampai 20 tahun.
Kami berhenti di pas di depan tanaman kopi yang di tanam di antara batang karet, jarak tanam nya antara satu batang dengan batang lain nya sedikit berbeda dengan batang-batang karet yang kami lalui tadi.
“Dalam tumpang sari, karet di tanam dengan jarak yang lebar dan luas. Tanpa tumpang sari karet di tanam 3 meter x 7 meter. Dengan tumpang sari paling tidak 3 meter x 8 meter atau 3 meter x 10 meter.“ kata Bono sambil menunjuk ke arah batang karet, lalu meneruskan ucapan-nya.
”jarak seperti ini akan membuat populasi karet agak sedikit, namun tidak akan mengurangi jumlah produksi karet. Hanya saja perlu penggunaan pupuk yang lebih optimal. Bahkan bisa membuat produksi karet menjadi tinggi, keuntungan nya adalah akan ada tambahan penghasilan dari kopi.” katanya berhenti sejenak, mengambil rokok klembak menyan dari kantung celananya, membakar-nya lalu meng”hisap”nya dalam-dalam. Sambil menghembuskan asap nya dari mulut dan hidungnya, dia kembali meneruskan.
”Saat ini biji kopi di luaran sana sekitar Rp.40 ribu perkilogram. Bila di tumpang sarikan satu hektar sekitar 200 populasi kopi. Satu kali panen bisa 100 kilogram, dalam satu tahun, bisa 4 kali panen. Hasilnya cukup lumayan untuk menambah penghasilan.” katanya lagi sambil melihat ke arahku yang sedang melihat-lihat biji kopi sambil mendengarkan penjelasannya.
Dia mengambil buah kopi yang menurutnya sudah matang, Kemudian melanjutkan pembicaraan-nya, “Ini adalah sumber bahan baku dari kopi yang abang minum pagi tadi,” katanya sambil menyerahkan biji kopi itu padaku, ku perhatikan biji kopi yang barusan di petik olehnya.
“ Kopi adalah minuman hasil seduhan biji kopi yang telah di sangrai dan di haluskan menjadi bubuk. Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang di budidayakan lebih dari 50 Negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea Arabica).
Kopi yang abang minum tadi pagi itu sudah melalui proses panjang, mulai dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun dengan tangan, kemudian di lakukan pemrosesan biji kopi gelondong dan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangrai dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian, biji kopi di giling atau di haluskan menjadi bubuk kopi sebelum dapat di minum.
Kata kopi sendiri awalnya berasal dari Bahasa Arab, qahwah yang artinya kekuatan, karena pada awalnya kopi di gunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahweh yang berasal daribahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam Bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera di serap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang di kenal saat ini.” Aku cuma diam mendengar semua penjelasan nya barusan, tak menyangka bahwa wawasan Bono seluas ini. Melihat kecerdasan Bono, aku jadi ingat “Emak” nya, ingat emaknya, ku jadi senyum-senyum sendiri, ingat dengan mimpiku tadi malam.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H