Moon cake dan legenda tentang bulan
Sejak kapan mereka merayakan Mid-Autumn Festival? Tidak ada yang tahu persis. Tetapi, ada catatan bahwa pada masa Dinasti Tang (618-906) orang sudah merayakan "Festival Bulan" pada hari ke-15 bulan ke-8 setiap tahunnya.
Masyarakat China adalah masyarakat agraris, yang menghitung waktu tanam dan panen berdasar peredaran bulan. Karena itu, mereka memberi perhatian istimewa pada bulan.
Menurut legenda, di bulan itu tinggallah seorang putri cantik bernama Chang Er (versi lain menyebut Chang E atau Chang O). Ia hidup selamanya karena meminum obat keabadian milik Hou Yi, suaminya, yang mendapatkannya karena berjasa memanah jatuh 9 dari 10 matahari yang membakar bumi.
Khawatir suaminya marah, Chang Er lalu melarikan diri ke bulan. Tidak begitu jelas alasannya bahwa selanjutnya memandang bulan menjadi bagian wajib dari Mid-Autumn Festival. Mungkin, awalnya itu menjadi bagian dari wujud kegembiraan atas suksesnya panenan.
Pada saat perayaan itu mereka juga membuat kue yang disebut moon cake. Tak seorang pun tahu kapan moon cake menjadi bagian tak terpisahkan. Diketahui, pada abad ke-14, orang sudah mengenal moon cake. Kisahnya diawali pada masa Dinasti Yuan, penguasa Mongol, yang menindas rakyat.Â
Penindasan itu membangkitkan pemberontakan dipimpin oleh Zhu Yuan Zhang. Ia menulis pesan "pemberontakan pada malam purnama bulan ke-8" yang disembunyikan dalam moon cake dan disampaikan kepada para pemberontak. Orang-orang yang menerima pesannya lalu memasang lampion di atas pintu atau jendela sebagai tanda bersedia ikut berjuang.
Pesan kultural menjadi pesan universal
Larut malam itu saya meninggalkan Victoria Park dengan perasaan heran dan kagum sekaligus. Hong Kong, dengan masyarakat metropolisnya yang super sibuk, ternyata memiliki pesona tradisi untuk menciptakan kehangatan keluarga. "Masyarakat Hong Kong sangat disibukkan oleh pekerjaan. Kami sering makan di luar dengan relasi bisnis atau teman.
Karena itu, orang-orang sangat menghargai saat-saat bisa makan di rumah bersama anggota keluarga, khususnya pada perayaan ini," tutur Rowena Liu saat kami berbincang di trotoar Nathan Road.
"Pertama, itu menjadi kesempatan yang baik untuk mempererat tali kekeluargaan. Dengan berkumpul dan saling berbagi cerita, keutuhan keluarga akan semakin diteguhkan. Kedua, kesadaran kami akan budaya warisan leluhur makin dikuatkan. Karena Hong Kong merupakan metropolis internasional yang sangat banyak mendapat pengaruh budaya Barat, kami memerlukan festival tradisional seperti ini untuk mengingatkan kami akan pentingnya menyadari identitas kultural kami," imbuhnya.