Mohon tunggu...
Warih Desantoro
Warih Desantoro Mohon Tunggu... Freelancer - Penggiat kreatif periklanan, dosen, penulis dan pencinta Firman

Ayah dari 2 anak laki-laki dan perempuan, kuliah dan masih SMA, isteri bekerja sebagai pegawai sebuah Yayasan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Rasa Takut terhadap Virus Covid-19

22 Agustus 2020   15:46 Diperbarui: 22 Agustus 2020   15:43 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terhadap virus Covid-19, saya sangat amat setuju bahwa Anda harus ekstra hati2 dan waspada, karena Covid-19 ini memang didesain untuk membunuh manusia.

Tetapi membiarkan rasa takut terhadap virus itu menguasai Anda sedemikian rupa sehingga Anda tidak bisa lagi berpikir rasional dan akibatnya tidak patuh terhadap perintahNya, itu juga yang harus Anda waspadai.

Apa saja perintahNya yang Anda langgar akibat Anda terlalu parno terhadap virus jahanam itu? Pertama, perintahNya untuk tidak takut:  

"Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan" (Yesaya 41:10). Plus lusinan lagi perintahNya yang seperti itu.

Ke-dua, perintahNya untuk beribadah: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat" (Ibrani 10:25).

Selain itu kalau Anda ketakutan setengah mati terhadap virus itu sehingga mengurung diri di rumah dengan tertutup, lalu cenderung memposting segudang berita negatif ketimbang berita positif, Anda bukan saja melanggar perintahNya, tetapi tinggal tunggu waktu virus itu akan mengejar Anda.

Itu yang terjadi di New York, Amerika Serikat pada  Mei 2020. Sejumlah 66% penderita Covid-19  adalah mereka yang justru di rumah, mengurung diri tidak ke mana-mana dan tidak bertemu siapapun. Silakan cek  https://www.cnbc.com/2020/05/06/ny-gov-cuomo-says-its-shocking-most-new-coronavirus-hospitalizations-are-people-staying-home.html

Mengapa bisa begitu? Karena kebenaran FirmanNya berlaku: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku" (Ayub 3:25).

Seperti halnya rasa sedih, kurang semangat, kecewa dan putus asa, ketakutan itu menonaktifkan imunitas tubuh Anda, sehingga otomatis virus tersebut --entah dari siapa asalnya---sudah menghinggapi Anda. 

Ingat saja tatkala Anda terkena virus influenza.  Anda tidak mencari tahu siapa yang menyebabkan Anda tertular flu itu, bukan? Tahu-tahu Anda terjangkit karena kondisi tubuh sedang lemah. 

Jenghis Khan, penguasa dari Mongol yang pernah menguasai 2/3 dataran bumi, sebelum menyerang musuhnya dia diam-diam mengirimkan dahulu "tim hoax" ke wilayah yang akan diserangnya.  

Sesuai namanya, tim ini bertugas memviralkan berita-berita menakutkan tentang jumlah, keganasan dan kehebatan pasukan Jenghis Khan. Setelah ketakutan melanda penduduk itu secara penuh, baru pasukannya datang, karena akan jauh lebih mudah menghancurkan musuh yang moralnya sudah runtuh.

Allah pun, dalam menolong bangsa Israel, kadang mendatangkan ketakutan kepada bangsa-bangsa musuh umatNya: "Ketakutan yang dari Allah menghinggapi semua kerajaan negeri-negeri lain, ketika mereka mendengar, bahwa TUHAN yang berperang melawan musuh-musuh Israel" (2 Tawarikh 20:29).

Itulah sebabnya Allah memerintahkan Anda untuk tidak takut. Karena takut adalah iman juga, tetapi iman yang negatif, artinya percaya bahwa hal menakutkan itu akan Anda alami. Dan Faith works! (Matius 9:29).

Sekali lagi bukan berarti Anda jadi meremehkan kemampuan virus itu untuk membunuh manusia (yang menurut organisasi kesehatan dunia WHO, versi terbarunya sekarang sudah bisa terbang), tapi jangan biarkan berita-berita itu membuat Anda meremehkan kemampuanNya untuk melindungi Anda.

Jadi tetaplah waspada, namun belajarlah mempercayaiNya. Allah Anda itu setia dan konsekuen. Terhadap siapa? Terhadap Anda? Tidak, Ia setia terhadap FirmanNya yang menyatakan bahwa Ia setia terhadap Anda (2 Timotius 2:13).

Jadi bagaimana mengalahkan rasa takut terhadap Covid-19? Seperti halnya Ia setia pada FirmanNya, Anda juga harus setia pada FirmanNya, percayalah pada perkataanNya:

"Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku" (Mazmur 56:4-5).

Kedua, tentu patuhilah Protokol Kesehatan Covid-19 dan lakukanlah kegiatan seperti biasanya: bekerja, olahraga, ziarah, berekreasi, belanja, ibadah dan sebagainya. Dengan catatan Anda dalam kondisi fit dan bukan lansia. Upayakan Anda selalu semangat dan gembira (Amsal 17:22).

Kalo sudah begitu masih ketularan juga bagaimana?

"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:6-7).

Ujilah FirmanNya, apakah Allah kita itu benar-benar Mahakuasa atau Allah teori artinya hanya berkuasa di dalam kotbah-kotbah di mimbar gereja tapi pada prakteknya tidak mampu menjaga Anda.

Atau jangan-jangan Anda yang ternyata tidak memiliki iman terhadap FirmanNya (Roma 10:17)?

Karena belum pernah terdengar berita, ada orang tertular di lokasi yang sudah memberlakukan Protokol Kesehatan Covid-19 dengan ketat. Mereka yang tertular umumnya adalah hadirin di sebuah acara yang diselenggarakan dengan sembrono tanpa mematuhi aturan itu.

Atau, si korban dalam keadaan sedih, putus asa, takut, cemas dan kuatir yang amat sangat (Ayub 3:25) sehingga imunitas tubuhnya jadi melemah. Dokter dan para medis yang merawat pasien penderita Covid-19 akhirnya ada yang tertular juga walaupun sudah mengenakan Alat Pelindung Diri (APD). Kenapa? Kemungkinan besar karena mereka sudah sangat lelah, putus asa melihat jumlah korban yang tak kunjung reda, dan merasa kecil harapan mereka bisa bertemu dengan keluarga seperti dulu lagi.

Jadi tidak boleh memposting data jumlah korban Covid-19 terkini? Boleh tetapi nada beritanya harus tetap optimis, bukan malah membikin takut. Imbangkanlah dengan berita-berita yang positif. Jadi tetap membuat orang lain waspada tanpa menjatuhkan moral.

Jangan seperti kesepuluh pengintai Israel yang kepada mereka Allah murka dan menghukum mereka mati berhantaran di padang gurun lantaran menyebarkan kabar busuk tentang penduduk Kanaan  sehingga melemahkan mental bangsa Israel (Bilangan 13:32).

Tetaplah aktif beraktivitas seperti biasa: meeting di kantor, olahraga, melayat orang meninggal, jalan-jalan, makan-makan di luar dsb, ibadah namun tidak dengan sembrono, tetap waspada: tubuh fit, gunakan masker, selalu cuci tangan, jaga jarak, cek suhu tubuh dll.

Dan jangan biarkan orang lain mengindoktrinasi pikiran Anda dengan berita-berita negatif sehingga Anda jadi parno dan terpenjara di rumah karena meremehkan kemampuan Allah Anda untuk menepati janjiNya:

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku" (Mazmur 23:4).

GBU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun