Mohon tunggu...
Badrut Tamam Gaffas
Badrut Tamam Gaffas Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dan Contentpreneur

Penulis Lepas - Content Creator | History Explorer - Coffee Lover. #MataAirLerengSemeru #GelombangRinduDiPulauBermukaSeribu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Liauw Piango Sang Maestro Perancang Masjid Agung Sumenep Nan Indah dan Bersejarah

9 Juni 2020   21:56 Diperbarui: 9 Juni 2020   22:58 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alun-alun Sumenep Berlatar Belakang Masjid Agung (sumber foto : dokumentasi pribadi ig @maslumajang)

Kabupaten Sumenep di Ujung Timur Pulau Madura pernah tercatat dalam sejarah sebagai tempat perlindungan bagi Nararya Sanggramawijaya dan trah singosari yang tersisa setelah kerajaan besar itu secara tragis justru harus takluk oleh Pemberontakan Adipati Jayakatwang dari Gelang-gelang. 

Pemberi Suaka atau perlindungan tersebut adalah Arya Wiraraja, seorang patih senior kerajaan singosari yang keras menolak ekspedisi pamalayu sehingga harus rela diturunkan kedudukannya dari patih kerajaan menjadi adipati di Sumenep. Momentum inilah yang nantinya menjadi titik tolak bangkitnya trah singosari dan berdirinya kerajaan baru bernama Majapahit.

Salah satu jejak peninggalan bersejarah yang masih eksis sampai dengan saat ini adalah Masjid Agung Sumenep yang terletak tepat di sebelah barat Alun-alun Kota. 

Masjid Agung Sumenep ini cukup populer sebagai destinasi wisata religi bagi para peziarah yang berdatangan tidak hanya dari nusantara melainkan juga dari mancanegara. 

Rombongan peziarah biasanya memanfaatkan fasilitas ruang-ruang singgah atau pesanggrahan di serambi luar untuk bermalam atau melaksanakan i'tikaf di beranda masjid sebelum melanjutkan rute ziarahnya ke astana yusuf di talango atau ke makam raja-raja sumenep di Asta Tinggi.

Masjid di ujung timur pulau madura ini disinyalir sebagai salah satu masjid dengan perpaduan arsitektur multi etnis yang indah, unik dan eksotik. Di Balik Kemegahan, keindahan dan eksotisme masjid agung yang mulai dibangun pada 1779 M itu ternyata menyimpan sebuah catatan menarik jejak perjalanan keluarga pengungsi tionghoa yang di kelak kemudian hari berhasil menggores sejarah di ujung timur pulau madura.

Tragedi geger pecinan yang terjadi di batavia meninggalkan trauma yang belum lagi sirna. huru-hara yang merenggut ribuan nyawa warga tionghoa di batavia itu menjadi ihwal migrasi besar-besaran warga tionghoa ke sejumlah daerah di jawa. 

Tidak berselang lama aksi-aksi perlawanan terhadap VOC dan sekutunya berkembang meluas di semarang dan kota-kota pendudukan VOC di sepanjang pantai utara jawa. Sayangnya perlawanan heroik laskar tionghoa tersebut dapat dipatahkan dan kekuatan yang tersisa menjadi tercerai berai menyelamatkan diri.

Keluarga Lauw memilih hijrah dari semarang ke lasem yang saat itu menjadi tujuan utama pengungsian warga tionghoa serta sisa-sisa laskar pejuang tionghoa yang berjuang menyusun kekuatan perlawanannya kembali. 

Adipati Lasem Oei Ing Kiat yang bergelar Tumenggung Widyaningrat mengizinkan mereka membuka beberapa perkampungan baru sehingga diperkirakan saat itu jumlah penduduk lasem meningkat pesat hingga dua kali lipat. 

Perjuangan warga tionghoa mendapat simpati dan dukungan dari sejumlah adipati sehingga terbangunlah sebuah basis perlawanan di lasem. Gabungan laskar tionghoa dan jawa yang berjuang menghadapi VOC tersebut dikenal sebagai Laskar Dampo Awang. Dengan perlawanan yang heroik mereka berhasil menguasai rembang namun menderita kekalahan saat menyerang jepara 1742.

Gelombang perlawanan terhadap VOC masih terus berkobar di beberapa tempat di jawa tengah dan jawa timur sampai dengan Tahun 1743, untuk segera mengatasi keadaan VOC mendatangkan bala bantuan dalam jumlah sangat besar sampai pada puncaknya laskar utama dampo awang terdesak dalam pertempuran di surabaya selatan dan pimpinan perlawanan ditahan oleh kapitan VOC Reiner De Klerk. 

Elite pasukan tionghoa-jawa yang dilumpuhkan kemudian ditahan beberapa hari di surabaya sebelum akhirnya digelandang ke semarang dan dengan menumpang kapal dari batavia mereka di asingkan ke srilangka.

Lauw Khun Thing berhasil melepaskan diri dari sergapan pasukan kapitan reiner der klerk, bersama beberapa kerabat dekat yang menyertai serta seorang cucunya Lauw Piango yang masih belia mereka berusaha menyelamatkan diri dengan menumpang perahu layar menuju madura.

Lauw berkeyakinan bahwa madura akan menjadi tempat pengungsian selanjutnya yang aman sebab dari tutur sejarah yang pernah didengarnya raden wijaya pendiri majapahit pernah mengungsi ke madura timur dan mendapat perlindungan dari sang adipati wiraraja.

Perahu layar mereka melaju menembus selat madura dan mengarungi ganasnya ombak sebelum akhirnya merapat di daratan camplong, dengan perjalanan darat selama beberapa jam rombongan pengungsi itu akhirnya sampai di gerbang kadipaten sumenep. Berita kedatangan pendatang asing tersebut tidak butuh waktu lama untuk sampai ke telinga adipati.

Saat dihadapan Bindara Saud itulah Lauw menceritakan ihwal pengungsiannya dan harapannya agar mendapatkan perlindungan. Sang adipati mengeluarkan sebuah maklumat yang berisi jaminan keselamatan, ijin tinggal, membuat pemukiman dan mencari penghidupan serta permintaan kesetiaan. 

Maklumat yang melegakan itu disambut Lauw Khun Thing dengan sukacita, dirinya berjanji akan menjadikan sumenep sebagai kampung halamannya yang kedua dan siap mengabdikan diri bilamana tenaga dan keahliannya dibutuhkan. Lauw Khun Ting mengisahkan pengalamannya sebagai pekerja seni yang terlibat dalam beberapa penugasan termasuk rehabilitasi klenteng sam poo kong di semarang.

Pada 1752 Bindara Saud merencanakan pemugaran bangunan keraton karena menginginkan keraton tidak sekedar menjadi kantor dan pusat pemerintahan namun juga bisa untuk menggelar berbagai kegiatan. 

Sebelum pemugaran itu dilaksanakan adipati merasa perlu mendengar masukan dari orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang itu. Lauw Khun Thing tidak ketinggalan dipanggil dan diminta pendapatnya. 

Lauw mengusulkan perlunya memperkaya corak dan ornamen keraton, perubahan konstruksi atap pendopo serta perlunya membangun gapura sebagai gerbang masuk keraton. Pemaparan Lauw Khun Thing yang menarik dan detail menjadikannya dipercaya mengepalai pemugaran keraton.

Mengingat ada beberapa bagian konstruksi menggunakan gaya arsitektur tionghoa yang tidak bisa dikerjakan oleh tukang lokal maka Lauw Khun Thing mengusulkan kepada adipati untuk mendatangkan para koleganya tukang-tukang tionghoa dari tanah jawa sebagai pekerja konstruksi. 

Mengingat usianya yang telah lanjut Lauw Khun Thing merekomendasikan cucunya Lauw Piango untuk menggantikan tugasnya memimpin pemugaran keraton. Amanah telah sukses ditunaikan walhasil wajah baru keraton sumenep dengan gapura kokohnya menjadi lebih cantik, megah dan berwibawa.

Pada Masa Pangeran Ario Notokusumo I yang dikenal sebagai Panembahan Sumolo naik sebagai pelanjut Bindara Saud, adipati sumenep ke-31 itu memiliki sejumlah agenda dalam rangka mengikhtiarkan kemajuan sumenep pada masa-masa pemerintahannya (1762-1811M). 

Kemajuan sumenep tidak dapat hanya diukur dari kinerja pemerintahan dan tata kelola kota yang baik melainkan juga kedamaian dan ketentraman rakyat yang jiwanya senantiasa dibingkai dengan keimanan dan ketakwaan.

Panembahan Sumolo sangat memperhatikan dinamika keagamaan yang berkembang di masyarakatnya dimana saat itu keberadaan masjid lama keraton yang sudah berdiri sejak zaman adipati anggadipa sudah tidak lagi memadai untuk menampung banyaknya jamaah. 

Panembahan Sumolo bermaksud membangun kembali masjid laju tersebut agar bisa dikembangkan sebagai pusat kegiatan dakwah dan keagamaan. Panembahan Sumolo pada tahun 1779 M secara resmi mencanangkan pembangunan masjid.

Berangkat dari revitalisasi bangunan keraton yang telah terlaksana dengan baik maka panembahan memanggil Lauw Piango untuk mengarsiteki pembangunan kembali masjid laju.

Sang adipati menyusun master plan sementara Lauw Piango diminta membuat rancangan detailnya dengan memasukkan unsur-unsur tradisional madura dan memadukannya dengan berbagai peradaban. 

Liauw Piango merancang secara detail elemen-elemen arsitektural masjid mulai bentuk atap, pilar / kolom, mimbar dan mihrab, pintu dan jendela sekaligus hiasan beserta ornamen-ornamennya.

Pengerjaan masjid agung dilaksanakan secara bertahap, setiap kali selesai satu bagian dilanjutkan mengerjakan detail geometri dan ornamennya, demikian seterusnya hingga keseluruhan bangunan masjid dapat dirampungkan pada tahun 1787 M.

Masjid Agung yang megah dan indah bercorak multi etnis merupakan simbolisasi nilai-nilai keberagamaan yang apabila ditegakkan akan dapat menaungi keberagaman sekaligus makin meneguhkan keberadaan madura dalam dinamika pergaulan antar bangsa. 

Lebih dari semua itu kemahiran arsitektural Lauw Khun Thing yang dilanjutkan oleh cucunya Lauw Piango yang diaplikasikan dalam berbagai kreasi konstruksi merupakan buah kesetiaan dan dharma bhakti mereka kepada negara dan bangsa yang dicintainya.

Sampai dengan saat ini buah karya sang pengembara tionghoa itu tetap eksis mewarnai sejarah dan akan senantiasa dikenang dari masa ke masa. Wallahua'lam

Sumber Pustaka :
Sejarah Masjid Jami’ Sumenep; Karya Panembahan Sumolo, Mata Madura News
Pembantaian warga cina di batavia, Berita Nationalgeographic
Perang kuning kisah gabungan pasukan jawa tionghoa yang bersatu melawan kompeni belanda, Suratkabar.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun