Begitu pula masyarakat yang belum sempat membaca satu pun buku-buku Pram, tapi telah membaca review dan ulasannya, tak sabar meraba langsung cover Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.Â
Walau demikian, pengumuman penerbitan ulang Tetralogi Buru sempat membuat opini publik terbelah. Di media sosial, terutama Instagram dan X, sejumlah netizen merasa kecewa dengan desain cover Tetralogi Buru yang berlatar warna biru dan hanya menampilkan tulisan. Tidak ada lagi citra lukisan dan sosok wajah-wajah manusia seperti yang menghiasi cover-cover edisi terdahulu.
Beberapa orang menganggap cover baru Tetralogi Buru monoton dan tidak kreatif. Ada yang menilai cover tersebut terlalu sederhana untuk karya agung Pramoedya. Bahkan, ada yang melempar tuduhan bahwa penerbit hanya menunggangi perayaan Seabad Pram untuk sekedar menjual buku-buku Pram, tapi malas menggarap rupa fisik bukunya. Â
Mereka yang berpendapat demikian barangkali sudah terlanjur cinta dengan cover lama buku-buku Pram. Lukisan wajah orang, pemandangan, dan suasana zaman lampau yang membungkus karya-karya Pram terdahulu memang khas dan menarik.
Namun, mereka barangkali juga belum menyimak latar belakang terpilihnya cover biru. Penerbit Lentera Dipantara menjelaskan biru adalah warna favorit Pramoedya Ananta Toer.
Selain itu, penggunaan warna biru sebagai bungkus utama merupakan amanat dan harapan dari keluarga Pramoedya Ananta Toer untuk ditonjolkan dalam edisi terbaru Tetralogi Buru.
Begitu pula pilihan untuk menghiasi cover hanya dengan tulisan tanpa lukisan merupakan hasil kesepakatan sejumlah pihak.Â
Sebenarnya bukan kali pertama Tetralogi Buru diterbitkan dengan rupa cover yang hanya menonjolkan tulisan tanpa gambar. Cetakan awal Bumi Manusia dan kawan-kawannya yang terbit pada 1980 hanya terbungkus cover putih. Di atasnya tertera judul, nama Pramoedya, nama penerbit, dan keterangan Roman Karya Pulau Buru.Â
Maka Tetralogi Buru dengan cover baru yang akan terbit ulang sebentar lagi seperti hendak mengingat lagi kelahiran pertamanya. Ditambah beberapa karakter khusus, edisi Seabad Pramoedya Ananta Toer rasanya sengaja dipoles dengan rupa sangat berbeda sebagai bentuk perayaan istimewa sekaligus penanda zaman.